Inibaru.id – Tari Kretek dan tari Rebana Gema Takbir adalah dua di antara karya andalannya. Baru-baru ini dia kembali menciptakan tarian yang terinspirasi dari nilai-nilai luhur warga Kudus yakni tari Gusjigang. Dialah sang maestro tari asal Kota Kretek, Endang Tonny.
Di usianya yang hampir berkepala enam, dia masih terlihat energik. Bagaimana tidak, dia masih menyempatkan waktunya untuk sekadar menemani siswanya di Sanggar Seni Puring Sari untuk pentas. Hal itu juga dilakukannya saat Visualisasi Dhandangan 2019, Minggu (5/5/2019) kemarin.
Kala itu, Endang, begitu dia disapa, tampak memberikan arahan kepada timnya di belakang panggung. Pada acara tahunan tersebut, tim Endang dipercaya menampilkan tari Gusjigang yang belum genap berumur setahun.
Endang sudah lama berkecimpung di dunia tari. Sejak kecil, Endang mengaku sudah nyemplung di dunia seni pertunjukan itu. Namun, dirinya baru benar-benr menekuni tari saat kuliah di jurusan tari ISI Yogyakarta pada 1979.
Nggak cukup menadah ilmu dari bangku perkuliahan, Endang juga berguru pada seniman Yogyakarta Bagong Kussudiardja. Usai kuliah, istri Supriyadi itu kembali ke Kudus dan mendirikan sanggar seni yang sampai sekarang masih berdiri.
Dari tangan dinginnya tercipta tari-tarian ciamik. Beberapa tarian itu terinspirasi dari laku masyarakat Kudus. Dia menyarikan nilai-nilai luhur yang ada di Kudus menjadi gerak tari yang sarat arti.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah tari Kretek. Tarian ini bahkan lekat dan menjadi simbol tari asal Kudus. Tari yang dia ciptakan pada 1985 itu sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014 lalu.
Darah seninya itu juga mengalir kepada anak-anaknya.
“Sekarang malah anak-anak saya yang banyak ngurusi (sanggar), banyak yang nglatih,” pungkas Endang.
Tetap semangat berkarya, Bu Endang. Semoga umur nggak menghalangi produktivitas berkarya. (Ida Fitriyah/E05)