Inibaru.id - Bagi Sri Hastuti, sepak bola bukan sekadar olah raga untuk kebugaran tubuh, pengisi waktu luang, atau sumber cuan. Lebih dari itu, perempuan 57 tahun itu menjadikan sepak bola perempuan sebagai salah satu hal yang paling dicintainya.
Sri Hastuti atau akrab disapa Itut, mulai melatih klub sepak bola perempuan Putri Mataram Sleman pada 2005. Sejak itu pula, upah materi bukan jadi yang utama. Baginya yang terpenting adalah terus melatih atlet-atlet sepak bola perempuan dan menyuntikkan semangat juang yang tinggi kepada mereka.
Demi mengurus keberlangsungan klub Putri Mataram Sleman, tak jarang Itut pontang-panting dan merangkap beberapa peran. Bahkan suatu ketika, dirinya pernah seorang diri mengurus segala hal yang menjadi kebutuhan para atlet.
"Saya dulu pelatih sekaligus merangkap jadi tukang masak, tukang cuci, tukang pijet dan sebagainya. Tapi tahun ini ada kepengurusan baru. Alhamdulilah saya jadi bisa fokus pada pembinaan atlet," ucap perempuan lulusan Sekolah Guru Olahraga (SGO) Yogyakarta itu pada Inibaru.id beberapa waktu lalu.
Kini, perempuan yang juga menjadi kepala sekolah di salah satu SD di Sleman itu telah mengantongi lisensi kepelatihan C pada tahun 2021. Baginya, lisensi hanyalah secarik kertas, sementara pengabdian memajukan Putri Mataram Sleman adalah hal yang utama.
Pemain Bola Andalan
Rasa cinta pada dunia sepak bola sudah bersemayam di hati Itut sejak lama, tepatnya saat duduk di bangku SMP. Kala itu, dia bergabung dengan klub Putri Tornado, Kaliurang, Sleman. Untungnya, renjana tersebut mendapat dukungan penuh dari kedua orang tua yang juga besar di dunia olahraga. Alhasil, Itut remaja memiliki tekad yang kuat menjadi pesepak bola profesional.
Pada tahun 1980-an perempuan yang menekuni sepak bola tidak banyak. Namun, kompetisi untuk olahraga ini tetap bergeliat dan klub Putri Tornado sering mengikuti turnamen regional seperti Hadikusumo Cup DIY.
"Turnamen Hadikusumo diikuti beberapa klub dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yang saya ingat Putri Pagelaran salah satu tim paling kuat," kenangnya.
Di eranya, Itut adalah salah seorang libero yang tangguh. Tugasnya yaitu menghentikan penyerang lawan mendekati gawang. Melihat kelihaian Itut itu akhirnya klub Putri Mataram Sleman kepincut.
Bermain Bola saat Hamil
Prestasi Itut saat berada di klub Putri Mataram Sleman semakin bersinar. Dirinya sering mengikuti berbagai turnamen baik tingkat regional, nasional hingga internasional. Namun, bukan berarti dirinya nggak pernah menemui tantangan yang dilematik.
Beberapa kesempatan, Itut terpaksa tetap bermain bola dalam kondisi hamil. Bahkan, saat ibu tiga anak itu mengandung anak terakhir, dia masih memperkuat Putri Mataram Sleman. Kondisi kandungan kala itu sudah menginjak empat bulan.
"Pasca melahirkan lewat operasi sesar dan anak saya yang lain masih usia tujuh bulan, saya tinggalkan demi main di kejurnas. Lah gimana, pemain di posisi (libero) nggak ada dan suami memperbolehkan," terangnya.
Pengalaman berharga lainnya dari perempuan yang berkarier sepak bola pada 1981 hingga 2004 itu adalah ketika dirinya mengenakan seragam Timnas Indonesia di ajang Piala Ibu Tien Soeharto.
"Indonesia mengeluarkan dua timnas yakni Tim Mawar dan Melati. Saya tergabung ke Timnas Melati yang mayoritas pemainnya dari Putri Pagelaran. Saya satu-satunya perwakilan dari Putri Mataram," ungkapnya penuh bangga.
Dia juga pernah memperkuat Timnas Indonesia dalam Piala Asia yang diselenggarakan di Hongkong pada tahun 1980-an. "Kami kalah agregat dengan Hongkong. Kalau lolos ke semi final kami bisa lolos ke Piala Dunia. Jadi hampir sekali," tandasnya.
Di masa akhir kariernya, Itut turut membantu pembinaan di Putri Mataram dengan menjadi asisten pelatih. Setahun berikutnya, dia dipercaya menjadi pelatih utama Putri Mataram Sleman sampai sekarang.
Itulah perlajalan panjang seorang Sri Hatuti dalam menggeluti sepak bola khusus untuk kaum hawa. Kini yang menjadi harapannya adalah sepak bola perempuan di Indonesia semakin berjaya dan lebih banyak diminati. (Fitroh Nurikhsan/E10)