Inibaru.id - Memiliki nama lain burung rajawali, tahukah kamu bahwa burung yang dimaksud adalah elang brontok? Memiliki nama ilmiah Nisaetus cirrhatus yang bersinonim dengan Spizaetus cirrhatus, ukuran burung ini memang besar dengan rentang sayap yang lebar. Perawakannya juga tegap dan gagah. Karena itu, pantas saja elang brontok ini dinamai juga sebagai rajawali.
Kenapa dinamai elang brontok? Kemungkinan ini dikarenakan bulunya yang berwarna bercak-bercak. Dalam bahasa Inggris, elang brontok memiliki nama Changeable Hawk-eagle. Nama itu didapatkan lantaran warna bulunya yang sangat bervariasi dan berubah-ubah. Karena warna bulunya yang dapat berubah-ubah inilah, burung ini sulit dikenali di alam. Dibutuhkan kejelian untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi jenis elang brontok.
Karakteristik
Perlu kamu tahu, mengutip bio.undip.ac.id, bulu elang brontok ini dibedakan menjadi tiga fase yaitu fase gelap, fase terang, dan fase peralihan. Burung jantan dan betina memiliki warna yang hampir serupa, hanya burung betina biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar.
Saat fase gelap seluruh tubuh cokelat gelap dengan garis hitam pada ujung ekor, terlihat kontras dengan bagian ekor lain yang cokelat dan lebih terang. Burung muda juga berwarna gelap. Lalu pada fase terang ditandai dengan tubuh bagian atas cokelat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah putih bercoret-coret cokelat kehitaman memanjang. Setrip mata dan kumis kehitaman.
Baca juga:
Senarai Fauna Identitas Daerah di Jawa Tengah: Burung Branjangan, Maskot Sragen yang Kicauannya Digandrungi
Senarai Fauna Identitas Daerah di Jawa Tengah: Kijang, Si Gesit dari Lasem, Rembang
Pada saat peralihan terlihat seperti fase terang namun dengan lebih banyak coret kehitaman pada tubuh. Garis-garis hitam pada ekor dan sayap nggak teratur, serta garis-garis coklat kemerahan melintang pada perut bagian bawah, paha dan ekor bagian bawah.
Masih bersaudara dekat dengan elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang brontok mempunyai panjang tubuh sekitar 70 cm dari ujung ekor hingga ujung paruh. Tubuhnya juga ramping. Sayap sangat lebar, ekor panjang berbentuk bulat dengan jambul sangat pendek. Elang brontok ini juga memiliki iris kuning sampai cokelat, paruh kehitaman, serta kuning kehitaman, kaki kuning kehijauan.
Lalu bagaimana suaranya?
Burung elang brontok ini memiliki suara nyaring dan keras berupa pekikan panjang “kwip-kwip-kwip-kwip-kwii-ah” meninggi atau “klii-liiuw” tajam. Hampir mirip dengan suara elang-ular bido, namun nadanya menaik dengan konsisten.
Terbuat dari ranting, sarang raptor yang memangsa mulai dari reptil, burung hingga mamalia ini juga berukuran besar, lo. Bayangkan saja, sarangnya berukuran sekitar 95-105 cm dengan kedalaman 35- 120 cm. Sarang tersebut biasanya akan ditempatkan di percabangan pohon yang besar pada pohon dengan ketinggian antara 10-50 meter dari permukaan tanah. Wah, tinggi sekali ya?
Biasanya elang brontok ini hidup sendiri. Dia akan berpasangan hanya pada musim berbiak saja yang berlangsung antara bulan April sampai sekitar Agustus atau Oktober. Dalam sekali musim berbiak yang terjadi dua tahun sekali, elang brontok hanya bertelur satu hingga dua butir. Telurnya berwarna putih dengan bintik kemerah-merahan. Telur itu akan dierami oleh induk betina selama 40 hari. Setelah itu anakan elang brontok akan mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 68 hari.
Habitat dan Populasi
Mengutip laman alamendah.org, elang brontok mempunyai habitat mulai dari padang rumput, hutan, kebun, sumber air yang dikelilingi pohon, perkebunan teh, hutan dekat perkampungan, bahkan hingga di pinggir perkotaan. Namun biasanya suka mengunjungi hutan dan daerah berhutan yang terbuka. Umumnya elang brontok ini hidup di daerah berketinggian di bawah 1.500 m dpl, meskipun terkadang ditemukan juga hingga di ketinggian 2.200 m dpl.
Adapun daerah persebaranya bisa dibilang cukup luas. Hidup juga di wilayah India, Asia Tenggara, Filipina, di Indonesia sang rajawali ini tersebar mulai dari pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.
Memiliki lima subspesies, di Indonesia elang brontok termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, dan PP No 7 Tahun 1999, serta PP Nomor 8 Tahun 1999.
Berdasarkan IUCN Redlist dan Birdlife Internasional, elang brontok masuk dalam status “Least Concern” atau berisiko rendah. Meski demikian, namun bukan berarti kelestarian burung ini aman. Bayangkan saja, dengan kondisi habitat yang makin sempit, tingkat perburuan dan perdagangan liar serta perkembangan elang yang lamban, tentu saja kelestarian satwa ini tetap perlu diperhatikan.
Baca juga:
Ketika Setiap Daerah Butuh Maskot Flora dan Fauna
Pesolek Itu Jadi Maskot Fauna Jawa Tengah
Mengutip kompas.com (21/2/2018), elang brontok kini sulit didapati, lo. Bahkan di Kawasan Waduk Sermo, Kulonprogo, DIY, yang merupakan kantong habitat raptor, jenis elang brontok ditemui terakhir pada 2010. Padahal sebagai predator, dia punya fungsi penting dalam ekosistem, misal bisa mengendalikan hama.
Karena itu, konservasi elang brontok dinilai sebagai alternatif terbaik. Sayang, tempat konservasi juga terbatas dibandingkan jumlah satwa yang perlu ditangani.
Jadi, mari kita lindungi dan lestarikan elang brontok. Nggak mau kan kalau burung ini punah? (ALE/SA)
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Accipitriformes
Famili: Accipitridae
Genus: Nisaetus
Spesies: Nisaetus cirrhatus