Inibaru.id - Unjuk rasa adalah hak setiap pekerja dalam negara demokratis. Ketika suara nggak terdengar melalui jalur biasa, turun ke jalan bisa menjadi pilihan untuk menyampaikan aspirasi. Namun, aksi mogok kerja yang berlangsung berhari-hari hingga menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan, perlu dipertimbangkan ulang secara bijak.
Mogok yang terlalu panjang, apalagi tanpa solusi konkret, bisa menjadi bumerang. Perusahaan yang nggak mampu menanggung kerugian operasional berisiko gulung tikar. Jika ini terjadi, bukan hanya tuntutan yang nggak terpenuhi, tapi juga hilangnya mata pencaharian bagi seluruh karyawan termasuk mereka yang ikut berunjuk rasa.
Tuntutan yang tadinya hanya untuk menekan manajemen, tahu-tahu dilakukan; tutup perusahaan.
Yang harus diingat, perjuangan untuk hak nggak harus selalu merugikan semua pihak. Ada cara-cara yang lebih strategis dan solutif: mediasi dengan manajemen, pelibatan serikat pekerja secara aktif, hingga dukungan dari pihak ketiga seperti dinas tenaga kerja. Aksi yang cerdas bukan hanya menekan, tapi juga membuka ruang dialog dan mencari titik temu.
Pekerja dan perusahaan seharusnya bukan dua pihak yang saling berseberangan, melainkan satu kesatuan dalam roda produktivitas. Ketika salah satu tumbang, keduanya akan merugi. Maka, hak untuk bersuara perlu dijalankan dengan penuh tanggung jawab, agar tidak hanya menghasilkan perubahan, tapi juga keberlanjutan.
Lalu Kapan Boleh Unjuk Rasa?

Karyawan boleh melakukan unjuk rasa atau mogok kerja dalam kondisi tertentu yang diatur secara legal. Di Indonesia, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya.
Berikut adalah kapan karyawan boleh melakukan unjuk rasa/mogok kerja secara sah:
1. Terjadi Gagalnya Perundingan Bipartit
Karyawan boleh melakukan mogok kerja jika perundingan antara karyawan/serikat pekerja dengan pengusaha nggak mencapai kesepakatan, terutama terkait perselisihan hak, kepentingan, atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
2. Telah Diberitahukan Secara Tertulis
Mogok kerja harus diberitahukan kepada:
- Pengusaha
- Dinas Ketenagakerjaan setempat
Pemberitahuan harus dilakukan secara tertulis minimal 7 hari kerja sebelum mogok dilakukan, dengan menyebutkan:
- Waktu dan tempat mogok
- Jumlah peserta
- Alasan mogok
3. Dilakukan Secara Damai, Tertib, dan Nggak Melanggar Hukum
Unjuk rasa/mogok kerja nggak boleh disertai kekerasan, pengrusakan, intimidasi, atau tindakan melanggar hukum lainnya. Jika melanggar, aksi bisa dianggap nggak sah dan karyawan bisa dikenai sanksi.
4. Nggak Mengganggu Kepentingan Umum Secara Berlebihan
Unjuk rasa tetap harus menghormati hak publik, keamanan, dan ketertiban umum. Misalnya, nggak memblokade jalan nasional atau melumpuhkan layanan publik penting.
Catatan Penting:
Mogok kerja yang dilakukan bukan karena gagalnya perundingan (misalnya hanya ikut-ikutan atau berdasarkan isu yang belum jelas), bisa dianggap sebagai mangkir atau pelanggaran kedisiplinan oleh perusahaan.
Jadi, unjuk rasa adalah hak, tapi pelaksanaannya harus memenuhi syarat hukum dan etika. Dengan begitu, aspirasi tetap tersampaikan tanpa merugikan diri sendiri maupun perusahaan.
Jadi, kalau menurutmu mogok kerja yang berujung PHK massal di sebuah pabrik yang tengah bikin geger itu gimana nih, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)