Inibaru.id - Saya sedih mendengar penolakan jenazah Nuria Kurniasih, perawat RSUP dr Kariadi yang turut terinfeksi Ccovid-19 dari pasien oleh sekelompok warga di tanah kelahirannya sendiri, Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Saya nggak habis pikir dan marah meratapi rasa kemanusiaan yang semakin terkikis. Apa orang-orang yang menolak itu pernah memikirkan perasaan keluarga mendiang? Mereka kehilangan keluarga dan sadarkah kalau kita kehilangan pahlawan?
Saya paham bahwa penolakan ini imbas dari ketidaktahuan, tapi yang saya sayangkan, kenapa nggak cari tahu lebih dulu sebelum mengambil tindakan? Keprihatinan ini membawa saya untuk mencari tahu bagaimana prosedur pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Baca Juga:
Antisipasi Warga Tolak Jenazah Korban Corona, Pemkot Semarang Siapkan Lokasi Permakaman KhususSeperti yang sudah saya duga, pemakaman para korban Covid-19 nggak dilakukan sembarangan, semua ada SOP-nya. Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular Langsung Dinas Kesehatan Kota (DKK) Kota Semarang Dani Miarso mengatakan, penanganan jenazah pasien Covid-19 di Kota Semarang saat ini sudah dijalankan dengan sistem yang tertata. Awalnya, memang Kota Semarang masih kelimpungan dalam menangani jenazah Covid-19.
“Awal-awal masih ditangani langsung oleh Rumah Sakit Kariadi. Sekarang sudah tertata. Jadi rumah sakit lokasi jenazah itu meninggal sudah bisa sendiri,” ujarnya
Belakangan Kota Semarang memang sudah menyiapkan lahan khusus unutk menguburkan jenazah Covid-19 yakni di TPU Jatisari, Mijen, Kota Semarang. Lokasinya pun jauh dari pemukiman penduduk.
Menurut Dani, sebetulnya jenazah Covid-19 bisa ditempatkan di mana saja. Namun kondisinya saat ini masyarakat sedang dihinggapi rasa takut yang berlebih. Akhirnya, daripada memicu kepanikan, Pemerintah Kota Semarang lebih baik pemakaman ditempatkan di lokasi khusus.
“Sebetulnya kalau sudah meninggal itu virus juga ikut mati,” jelas Dani.
Pasca-kematian, jenazah Covid-19 pun nggak boleh berlama-lama bertahan dalam keadaan terbuka. Maksimal 4 jam kemudian jenazah harus dikuburkan. Jadi jelas kan kenapa tengah malam pun ada pemakaman? Dani menambahkan, penanganan jenazah ini layaknya seperti korban penyakit infeksius lainnya, misalnya HIV/Aids dan Flu Burung.
Petugas yang terlibat dengan jenazah, baik dari petugas kamar mayat, sopir ambulans, pembawa jenazah hingga penggali kubur wajib memakai Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar. Kemudian meski jenazah masih tergolong PDP dan hasil swab tesnya belum menunjukan postif, tetap ditangani dengan cara yang sama seperti pasien positif Covid-19.
Penanganan jenazah ini antara lain: setelah dimandikan, jenazah dibungkus dengan kain kafan kemudian ditambah dengan kain plastik yang tertutup rapat. Selain itu, berbeda dengan jenazah pada umumnya, penguburan menggunakan peti yang didalamnya dilapisi alumunium foil. Nggak cuma itu, peti mati juga harus dipaku.
Menurut Dani, sejauh ini jenazah di Kota Semarang lebih banyak yang dikremasi. Bahkan yang menggunakan permakaman khusus tercatat masih dua jenazah. Namun memang sebelum ada pemakaman khusus, jenazah masih dikuburkan di permakaman umum.
“Mau dikuburkan dengan cara yang bagaimana kembali lagi ke permintaan keluarga,” ungkapnya.
Sementara saat penguburan, Dani melarang adanya pelayat. Meski jenazah saat meninggal belum positif, misalnya, hal itu juga untuk menghindari kerumunan. Kalau keluarga mungkin boleh saja, asal menggunakan masker dan menjaga jarak.
“Semua sudah ada standar keamanannya. Asal patuh, nggak ada masalah sebetulnya,” pungkas Dani.
Jadi itulah proses pemakaman jenazah Covid-19 di Kota Semarang ya, Millens. Jangan sampai ada stigma miring lagi ya. Semuanya aman kok. (Audrian F/E05)