Inibaru.id – Sukainah merupakan cucu Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW. Nama aslinya, Aminah. Ayahnya, Husein bin Ali dan ibunya, Rubab binti Amra bin Qais. Dia merupakan salah satu ulama perempuan yang tercatat namanya dalam buku A'lam ai-Nisa' fi Alamay al- Arab wa al-Islam yang terdiri atas tiga jilid.
Kamu nggak perlu heran mendapati ulama perempuan dalam Islam. Sebenarnya, ada banyak ulama perempuan. Sayangnya, nggak banyak peran mereka yang tercatat dalam sejarah.
Nggak Berjilbab
Sukainah yang dikenal sebagai sosok cerdas dan menguasai berbagai ilmu ini nggak lepas dari berbagai kisah kontroversial. Beberapa sumber mengatakan dia adalah muslimah yang nggak mengenakan hijab sebagaimana muslimah lain pada umumnya. Rambutnya dibiarkan terurai.
Namun, ada pula yang meragukan klaim ini mengingat anjuran menutup rambut yang merupakan aurat bagi perempuan muslim diatur dalam Islam, khususnya untuk keturunan Rasulullah. Jadi, sebagai cicit Nabi Muhammad, nggak mungkin dia melanggarnya.
Sejumlah pendapat menuturkan, kabar Sukainah nggak berjilbab diembuskan semata untuk membuat dia tersudut. Namun, berjilbab atau nggak, Sukainah disebut memiliki paras yang cantik. Kecantikan ini bertambah sempurna dengan kualitas diri sosok cerdas tersebut.
Tata karma dan kefasihannya membuat kecantikan budayawan ini paripurna. Selain itu, dia menguasai tafsir, hadist, dan sastra. Rumah Sukainah bahkan diyakini menjadi pusat aktivitas kebudayaan. Dia sering berdiskusi dengan sastrawan terkenal pada masanya seperti Jarir, Farazdaq, dan Jamil Batsinah.
Pengajiannya juga didatangi para sarjana, laki-laki dan perempuan, dan masyarakat umum. Dia diyakini punya pengaruh yang cukup besar kala itu.
Pelopor Perjanjian Pranikah
Kalau kamu bertanya-tanya siapa orang yang menerapkan perjanjian pranikah kali pertama, Sukainah-lah jawabannya. Untuk ukuran zaman dulu, tentu pemikiran ini sangat progresif. Di tengah kultur yang sangat didominasi laki-laki, Sukainah melakukan sesuatu yang berbeda.
Perlu kamu tahu, Sukainah hidup menjelang akhir abad ke-7 di Karbala, Irak. Kala itu, nggak banyak perempuan yang bisa melakukan sesuatu untuk hidupnya. Kebanyakan dari mereka terpaksa berserah diri pada suami dan menerima apa pun keputusan suami.
Namun, berbeda dengan Sukainah. Ketika dipersunting Zaid bin Umar al-Ustmani, Sukainah menyodori tiga poin yang harus disetujui dan ditandatangi, yaitu:
1. Nggak boleh berpoligami;
2. Nggak boleh menyembunyikan fakta keuangan; dan
3. Nggak boleh melarang beraktivitas di luar rumah.
Jika Zaid melanggar salah satu poin, Sukainah berhak menggugat cerai atau melanjutkan pernikahan.
Setelah keduanya menikah, Zaid rupanya melanggar poin pertama. Dia mengambil seorang perempuan dan menidurinya. Melalui proses peradilan, Sukainah pun akhirnya bercerai dengan Zaid.
Sekarang, banyak perempuan yang menempuh cara ini untuk melindungi diri dalam sebuah pernikahan. Hm, sekarang jadi tahu kan harus bilang terima kasih pada siapa? Ha-ha. (Rep,Fah,Ens/IB21/E03)