Inibaru.id – Selama ini anoreksia identik dengan perempuan. Padahal, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa laki-laki juga rentan mengalaminya. Hanya saja, penyebabnya sering tersembunyi di balik stigma dan standar tubuh yang tak kalah menekan.
Ambil contoh Dave Chawner, komedian asal Inggris. Dia mulai mengalami anoreksia sejak remaja. Niat awalnya sederhana: menurunkan berat badan. Namun, pujian orang-orang di sekitarnya membuatnya terus terobsesi. Angka di timbangan, jumlah kalori, hingga lamanya menahan lapar jadi tolok ukur harga dirinya. Dari sini, anoreksia mulai menggerogoti kesehatannya.
Fenomena ini ternyata bukan kasus tunggal. Data NHS England Digital menunjukkan rawat inap laki-laki dengan gangguan makan melonjak 128 persen dalam lima tahun. Artinya, ada sesuatu yang mendorong tren ini semakin tinggi.
Salah satu penyebab utamanya adalah stigma. Anggapan bahwa gangguan makan adalah “penyakit perempuan” membuat banyak lelaki nggak menyadari dirinya sakit. Mereka kerap menunda mencari bantuan hingga bertahun-tahun, sampai kondisinya semakin parah.
Selain itu, standar tubuh laki-laki pun berubah. Jika dulu identik dengan tubuh besar dan kekar, kini tuntutan berbeda mulai muncul. Sebagian lelaki mengejar tubuh ramping bak model, sementara sebagian lain ingin otot sempurna ala selebritas kebugaran. Ketika ekspektasi itu sulit dicapai, diet ekstrem dan olahraga berlebihan jadi jalan pintas yang justru memicu anoreksia.
Faktor medis juga berperan. Panduan diagnosis yang lama lebih berorientasi pada perempuan, misalnya menjadikan nggak menstruasi sebagai indikator. Hal ini membuat tanda-tanda anoreksia pada lelaki sering luput terdeteksi. Ditambah lagi, banyak terapi kelompok yang bernuansa “feminin” sehingga membuat pasien laki-laki merasa terasing.
Baca Juga:
Tantangan Diet; HangryYang lebih memprihatinkan, anoreksia merupakan salah satu gangguan psikiatri dengan tingkat kematian tertinggi. Risiko bunuh diri pada penderita lelaki bahkan lima kali lipat lebih tinggi dibanding populasi umum.
Meski begitu, pemulihan tetap mungkin. Para ahli menekankan intervensi dini, edukasi publik, serta panduan medis yang lebih inklusif terhadap lelaki. Sebab, semakin cepat gejala dikenali, semakin besar peluang untuk sembuh.
Pada akhirnya, anoreksia bukan soal jenis kelamin, melainkan soal manusia yang terjebak dalam tekanan standar tubuh dan kurangnya pemahaman. Laki-laki pun bisa sakit, dan mereka butuh ruang aman untuk mengakuinya. (Siti Zumrokhatun/E05)
