BerandaHits
Rabu, 3 Des 2025 19:10

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

Tas spunbond ternyata nggak bisa didaur ulang. (Pixabay)

Tren produk “ramah lingkungan” ternyata tak selalu seindah klaimnya. Dari tote bag spunbond hingga gelas kertas berlapis plastik, fenomena greenwashing membuat banyak barang justru jadi masalah baru bagi lingkungan.

Inibaru.id - Kamu mungkin masih ingat beberapa tahun lalu, ketika tote bag spunbond tiba-tiba jadi primadona. Gerai makanan cepat saji, toko baju, sampai minimarket berlomba-lomba mengganti plastik kresek dengan tas “ramah lingkungan” berbahan spunbond. Warnanya cerah, kuat, dipakai berkali-kali katanya. Tapi kini, plot twist-nya terungkap; spunbond justru berubah menjadi masalah baru yang nggak kalah pelik.

Di sejumlah TPA, gunungan spunbond menumpuk. Banyak yang hanya dipakai sekali, lalu dibuang. Dan yang lebih mengejutkan, bahan ini ternyata sama sekali nggak bisa didaur ulang oleh industri daur ulang konvensional. Padahal dulunya ia dipromosikan sebagai solusi. Sementara itu, plastik kresek yang sempat dianggap musuh bersama justru 100 persen dapat didaur ulang. Sayangnya, meski teknologinya sudah siap, proses daur ulang plastik masih terganjal sistem pengumpulannya yang belum rapi.

Fenomena inilah yang dikenal sebagai greenwashing. Greenwashing adalah praktik ketika sebuah produk mengaku ramah lingkungan lewat label hijau, klaim eco-friendly, atau tulisan “recycle-able”, padahal kenyataannya jauh berbeda. Produk tetap berpotensi mencemari lingkungan, bahkan lebih parah karena menipu persepsi konsumen.

Contohnya banyak berkeliaran di sekitar kita. Gelas kertas misalnya. Dari luar tampak aman dan “alami”, tapi diam-diam punya lapisan plastik di bagian dalam agar nggak bocor. Akibatnya, ia nggak bisa dipisahkan dan nggak dapat didaur ulang di fasilitas umum. Ironisnya, gelas plastik yang sering dibenci justru lebih mudah didaur ulang oleh industri formal.

Kertas nasi yang sering kita pakai di warteg juga serupa. Tampak seperti kertas polos, tetapi nyatanya penuh coating plastik supaya tidak tembus minyak. Dibuang begitu saja, ia menjadi sampah campuran yang sulit diproses kembali.

Gelas kertas juga termasuk greenwashing karena dilapisi plastik agar nggak bocor. (Shutterstock) 
Gelas kertas juga termasuk greenwashing karena dilapisi plastik agar nggak bocor. (Shutterstock)

Tote bag spunbond pun akhirnya masuk daftar hitam. Dari awal ditawarkan sebagai pilihan ramah lingkungan, kini ia dikritik karena overproduksi, dipakai singkat, dan nggak bisa diolah ulang. Akibatnya, ia menjadi beban baru bagi TPA dan membahayakan ekosistem jika tercecer di alam.

Fenomena ini menuntut kita lebih kritis. Nggak semua yang berwarna hijau benar-benar peduli lingkungan. Nggak semua yang mengaku “natural” benar-benar aman. Dan nggak semua yang diberi label eco-friendly otomatis lebih baik dari plastik.

Sebelum percaya klaim yang manis, ada baiknya kita cek ulang: apakah produknya benar-benar bisa didaur ulang? Apakah ada sistem pengumpulan yang mendukung? Apakah bahan bakunya lebih berkelanjutan? Atau jangan-jangan hanya ramah marketing, bukan ramah bumi?

Bagaimanapun, melindungi lingkungan bukan soal tampil keren dengan tas non-plastik atau produk berlabel hijau. Ini soal memilih dengan sadar, memahami rantai daur ulang, dan menolak termakan ilusi ramah lingkungan yang sesungguhnya merusak.

Jadi, kamu masih mau tertipu greenwashing? Atau mulai mau lebih jeli melihat apa yang sebenarnya terjadi di balik produk-produk yang kita gunakan, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved