Inibaru.id – Meski sudah tujuh belas tahun berlalu, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya masih ingat betul dahsyatnya gempa yang terjadi pada Sabtu, (27/5/2006) pukul 05.55 WIB. Meski hanya berlangsung sekitar 57 detik, gempa dengan kekuatan 6,4 M itu mampu menghancurkan begitu banyak bangunan dan membunuh 6.234 warga.
Mereka yang sudah tinggal bertahun-tahun di Yogyakarta, termasuk para pelajar yang merantau di sana pasti paham betul kalau wilayah tersebut memang rentan terkena gempa. Di Samudra Indonesia yang ada di sisi selatan, terdapat area subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang bisa saja menyebabkan gempa kapan saja. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat menyebut adanya potensi gempa dengan kekuatan maksimal 8,7 M dari lokasi tersebut.
Tapi, itu hanya satu dari sekian penyebab ancaman gempa di Kota Pelajar. Hanya belasan kilometer di sisi timur Kota Yogyakarta, ada Sesar Opak yang terus mengintai. Sayangnya, kebanyakan masyarakat Yogyakarta nggak menyadari keberadaannya. Bahkan, masih banyak yang nggak tahu kalau gempa pada 2006 berpusat di sesar tersebut, bukannya di lautan.
Sesar Opak memanjang dari utara ke selatan sejauh 45 kilometer. Kalau kamu kebetulan mampir ke Bukit Mengger, Kalurahan Trimulyo, Kapanewon Jetis, Bantul, bisa dengan mudah melihat keberadaan sesar ini. Terdapat patahan bukit dengan ketinggian yang sangat mencolok.
Yang jadi masalah, meski sudah pernah menyebabkan gempa di Yogyakarta pada 2006, ancaman gempa besar di sesar tersebut masih ada. BMKG bahkan menyebut angka maksimal dari gempa yang bisa kapan saja muncul di masa depan, yaitu 6,6 M.
Pihak BMKG sendiri mulai mengeluarkan peringatan terkait dengan sesar ini karena sudah melihat adanya peningkatan aktivitas kegempaan di sana.
“Gempa kecil masih sering terjadi di jalur Sesar Opak. Tapi karena magnitudonya kecil, nggak dirasakan warga. Masalahnya, aktivitas kegempaan ini sangat aktif dan intensif,” ungkap Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono sebagaimana dikutip dari BBC, Sabtu, (5/8/2023).
Lantas, apakah mungkin gempa besar seperti pada 2006 bisa kembali muncul? Soal itu, Ahli geologi dari UGM Wahyu Wilopo menyebut gempa dengan kekuatan sebesar itu memang bisa kembali muncul. Sayangnya, hingga sekarang belum ada teknologi yang memungkinkan untuk mendeteksi kapan hal itu akan terjadi.
Apakah warga Yogyakarta dan sekitarnya siap jika sewaktu-waktu gempa kembali datang? Kalau menurut pendapat Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, di Yogyakarta sudah ada lebih dari 300 desa tangguh bencana. Di desa-desa tersebut, warga diberi edukasi terkait dengan pentingnya mitigasi bencana, termasuk gempa.
Dalam edukasi tersebut, warga diberi tahu harus melakukan apa saja agar bisa selamat saat gempa datang, termasuk jika saat berada di dalam bangunan atau saat berada di luar ruangan. Mereka juga diberi tahu tentang ke mana harus melakukan evakuasi atau harus membawa apa saja ke tempat evakuasi.
Sayangnya, sebagaimana di tempat-tempat lain di Indonesia, belum ada kontrol yang jelas tentang kualitas bangunan yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Tidak ada yang tahu pasti, apakah jutaan bangunan yang ada di sana bisa menahan gempa untuk beberapa waktu atau nggak sehingga memberikan kesempatan penghuninya untuk menyelamatkan diri.
“Sudah ada perbaikan dari sisi mitigasi dan kesiapsiagaan. Dari sisi bangunan juga sudah jauh lebih baik. Tapi tentu saja, kita tidak bisa mengontrol semuanya,” ungkap Abdul Muhari.
Yap, karena kita tidak bisa mengontrol semuanya, termasuk kapan gempa kembali datang dari Sesar Opak, ada baiknya memang yang warga meningkatkan kewaspadaan dan persiapan mitigasi yang tepat. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)