Inibaru.id – Juru bicara Facebook secara resmi meminta maaf karena telah salah menyensor unggahan yang menunjukkan "Venus von Willendorf", patung perempuan telanjang setinggi 11 sentimeter yang sudah berusia sekitar 30 ribu tahun. Sebelumnya, Facebook dikritik lantaran menganggap peninggalan bersejarah itu sebagai "pornografi berbahaya".
Seperti ditulis Detik.com, Jumat (2/3/2018), kasus itu bermula tatkala Laura Ghianda, seniman asal Italia, mengunggah foto patung yang ditemukan pada awal abad ke-20 di Willendorf, Austria, ini di akun Facebook-nya pada Desember 2017 lalu. Unggahan ini kemudian menjadi viral.
Baca juga:
Para Menteri Jokowi Ikut Ngeband di Java Jazz Festival 2018
Tiket Kereta Gratis untuk Pelanggan Setia KAI Purwokerto
Entah gimana ceritanya, Facebook kemudian justru menyensor unggahan foto tersebut dan melabelinya sebagai konten “pornografi berbahaya.” Ghianda nggak terima dengan tindakan penyensoran ini. Menurutnya, tindakan Facebook itu merupakan bentuk “perang terhadap budaya manusia dan intelektualisme modern” yang nggak bisa diberi toleransi.
Pada Rabu (28/2), The Natural History Museum (NHM) di Wina, Austria, juga mengemukakan keberatan atas kebijakan penyensoran oleh Facebook ini. Terlebih, patung yang merupakan simbol kesuburan tersebut merupakan ikon museum dan menjadi penggambaran perempuan prasejarah yang paling terkenal di dunia.
“Tidak ada alasan untuk menutupi 'Venus von Willendorf' dan menyembunyikan ketelanjangannya, baik itu di museum ataupun di media sosial,” tegas Christian Koeberl, Direktur NHM.
Menanggapi protes yang terus bermunculan dari warganet di seluruh dunia, Facebook pun meminta maaf pada Kamis (1/3) lalu. Juru bicara Facebook menjelaskan, mereka memang melarang penggambaran ketelanjangan dan tidak menyarankan ketelanjangan. Hanya saja, pengecualian akan diberikan pada patung-patung.
Baca juga:
Hanya 261 Ribu Ton Beras Impor yang Masuk Gudang Bulog
Resmi Dilantik, Heru Winarko Jadi Kepala BNN
Sebelumnya, Facebook juga kerap mendapatkan kritik karena nggak konsisten dalam melakukan pelarangan atau penyensoran konten tertentu mengingat masih banyak konten kontroversial yang justru dibiarkan begitu saja.
Urusan sensor-menyensor memang masih menjadi hal yang kontroversial ya Millens, apalagi jika diterapkan di Indonesia. Bagaimana menurutmu? Mari kita diskusikan! (AW/GIL)