Inibaru.id - Di hutan pegunungan Indonesia yang sejuk dan tinggi, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang mungkin belum banyak diketahui oleh publik – si burung berwarna hijau cerah dengan kepala merah muda ini.
Dengan nama ilmiah Ptilinopus porphyreus, atau sering dikenal sebagai “merpati buah kepala merah jambu” (walik kepala-ungu), spesies ini menjadi salah satu bukti nyata kekayaan endemis flora dan fauna Indonesia.
Ciri & Sebaran
Burung ini memiliki panjang tubuh sekitar 23–27 cm, dengan dominasi warna hijau di tubuh dan kepala mencolok merah jambu/pink, terutama pada individu jantan. Habitatnya pun eksklusif yaitu di hutan pegunungan pada ketinggian sekitar 1.000-2.200 mdpl, hanya di pulau Jawa, Bali, dan bagian selatan Sumatra.
Studi menyebut bahwa keseluruhan area sebarannya kurang dari 12.000 km², tersebar di pulau-pulau tersebut.
Meski wujudnya anggun dan “hanya” burung buah, P. porphyreus memegang peran penting dalam ekosistem hutan pegunungan. Dengan kebiasaan makan buah-buahan dan kemudian membuang biji yang tidak tercerna, burung ini membantu penyebaran benih pohon–pohon besar dalam tajuk hutan. Proses ini menjadi bagian kunci dalam regenerasi hutan dan menjaga keberlanjutan siklus kehidupan pepohonan.
O ya, meskipun pada daftar yakni status “Least Concern” (risiko rendah) menurut IUCN, kondisi sebenarnya nggak boleh dianggap santai. Penelitian menunjukkan bahwa P. porphyreus hidup di kantong-hutan yang kecil dan terfragmentasi, akibat deforestasi dan perubahan tata guna lahan.
Satu lagi, Gez, ada laporan perdagangan ilegal yang mulai mengarah pada spesies ini melalui media sosial. Duh, kasihan banget ya?
Karena itu, melindungi habitat dan mengawasi perdagangan satwa liar menjadi prioritas agar “merpati buah merah jambu” tetap terbang bebas di alam.
Tapi kenapa kita harus peduli? Ini karena P. porphyreus bukan sekadar makhluk indah. Ia adalah perwakilan nyata dari warisan alam Indonesia. Burung ini adalah satwa endemik, spesialis habitat pegunungan, dan memiliki fungsi “arsitektur alam” dalam hutan. Kehilangannya akan meninggalkan kekosongan dalam rantai ekosistem yang sulit digantikan.
Jadi, ketika kita menengok ke arah tajuk-hutan pegunungan Jawa, Bali, atau Sumatra dan melihat sekilas warna hijau cerah dan semburat pink, mungkin itulah Ptilinopus porphyreus. Ia menjadi pesan hidup bahwa hutan kita masih menyimpan rahasia yang harus dijaga. Nggak hanya untuk keindahan, tetapi untuk keseimbangan alam dan warisan generasi mendatang. (Siti Zumrokhatun/E05)
