Inibaru.id - Bulan Sya’ban, atau bulan sebelum Ramadan menjadi salah satu waku favorit untuk melaksanakan pernikahan. Pada tahun ini, bulan Sya’ban yang jatuh di bulan April juga menjadi waktu yang dipilih para calon pengantin untuk melangsungkan pernikahan. Namun apa yang terjadi jika pernikahan dilaksanakan di tengah pandemi corona?
Salah satunya adalah Nur Ikhsan Jamaludin dan Rusmiati yang menggelar akad pada Rabu (1/4) lalu. Selain nggak boleh menggelar resepsi, akad mereka juga nggak jauh dari berbagai perjuangan berat akibat pandemi corona lo.
Ikhsan, lelaki asal Pekalongan ini mengaku telat melangsungkan akad karena di perjalanan menuju rumah mempelai perempuan yang berada di Batang, dia menemui berbagai hambatan akibat pandemi ini.
“Saya telat 30 menit karena muter-muter cari jalan. Sampai lokasi saya sudah ditunggu oleh penghulu,” ungkap ketua Majelis Pembina Nasional Yayasan Peranan masyarakat Nusantara ini.
Ikhsan mengaku perjalanan Batang-Pekalongan yang biasanya bisa ditempuh dalam 1,5 jam saja, kini memakan waktu hingga lebih dari 2 jam. Hal ini disebabkan oleh beberapa ruas jalan di Pekalongan dan Batang sengaja ditutup oleh warga setempat yang menerapkam local lockdown. Alhasil, dia dan rombongan harus mencari jalan alternatif yang lain.
Nggak cuma itu, acara temu besan yang mempertemukan keluarganya dan sang istri terpaksa gagal. Lelaki 25 tahun ini mengaku hanya mengajak 6 orang keluarganya untuk menyaksikan melangsungkan ijab kabul.
“Keluarga yang tak ajak cuma 6 orang. Itupun nggak di dalam ruangan semua, sebagian di luar. Yang di dalam adalah saksi,” ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan beberapa sahabat dan keluarga yang sudah terlanjur diundang juga kecewa karena nggak bisa datang. Setidaknya 3.500 undangan yang disebar terpaksa dibatalkan.
“Mereka mau datang tapi bingung karena beberapa kota lockdown,” ungkapnya.
Atas keterlambatan suaminya saat akad, Rusmi, sapaan akrab Rusmiati sang mempelai perempuan tentu khawatir. Apalagi dia dan penghulu sudah menunggu sekitar 30 menit.
“Ya deg-degan karena jalan sana sini tutup. Pihak KUA malah menunggu karena mempelai pria nggak datang-datang,” kenang Rusmi.
Nggak cuma itu, keluarganya yang sedianya akan menggelar temu besan serta resepsi kala itu sudah mempersiapkan berbagai kebutuhan konsumsi. Namun karena pemerintah desa dan Polres setempat mengimbau agar acara dilaksanakan tanpa menciptakan keramaian dan tenda, kedua keluarga setuju untuk menggelar akad saja.
Berbagai kebutuhan konsumsi akhirnya tetap diolah dan dinikmati bersama keluarga dan dibagikan ke tetangga. Sementara beberapa bahan makanan yang belum dimasak dikembalikan ke pedagang.
Meskipun agak kecewa, Rusmi tetap merasa bahagia dengan pernikahannya tersebut.
“Kecewa tapi kita menikmati momennya,” tutur perempuan 23 tahun ini.
Lalu bagaimana dengan pasangan lain yang sama-sama berjuang agar tetap bisa menikah di tengah pandemi corona ya, Millens? (Zulfa Anisah/E05)