Inibaru.id – Masyarakat Indonesia belakangan ini dihebohkan dengan kemunculan istilah Kristen Muhammadiyah (KrisMuha). Istilah ini muncul gara-gara acara bedah buku berjudul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan yang digelar Kemendikbudristek pada Senin (22/5/2023).
Buku tersebut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP Muhammadiyah Fajar Riza Ulhaq.
Istilah Kristen Muhammadiyah ini pun langsung bikin heboh masyarakat. Ada yang menyebutnya sebagai sinkretisme alias pencampuran dua agama yang berbeda. Tapi, menurut Abdul Mu’ti, hal itu nggak benar. Dia pun meluruskan kekeliruan pemahaman tersebut dan memastikan bahwa hal itu bukan penggabungan akidah Islam dengan Kristen/Katolik.
“Begini, itu hanya gambaran para pemeluk agama Kristen/Katolik yang bersimpati serta merasa punya kedekatan dengan Muhammadiyah,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Muhammadiyah.or.id, Senin (29/5/2023)
Dia pun memastikan bahwa orang-orang yang disebut sebagai KrisMuha bukan anggota resmi Muhammadiyah. Mereka juga tetap memegang teguh keyakinannya sebagai pemeluk agama Kristen/Katolik dan menjalankan ajaran agamanya.
“Mereka bukan anggota Muhammadiyah. Jadi Kristen Muhammadiyah bukan mencampuradukkan ajaran Kristen/Katolik dengan Islam,” lanjutnya.
Kalau memang beda keyakinan, kok sampai ada orang Kristen/Katolik mau jadi simpatisan Muhammadiyah? Mu’ti menyebutkan bahwa orang-orang tersebut banyak berinteraksi dengan orang-orang Muhammadiyah sehingga mengenal ajarannya. Ada juga yang belajar di sekolah atau lembaga pendidikan Muhammadiyah. Nah, ternyata, mereka merasa cocok dengan ajaran yang menekankan pentingnya kerukunan antar-umat beragama serta mengedepankan persatuan bangsa.
FYI, aja nih, Millens, di daerah-daerah terpencil atau tempat di mana Islam adalah agama minoritas, memang sudah cukup banyak sekolah atau lembaga pendidikan Muhammadiyah. Nah, di tempat-tempat itulah, fenomena orang-orang Kristen Muhammadiyah bisa ditemukan. Hal ini diungkap dalam buku hasil penelitian Mu’ti.
Daerah-daerah yang dimaksud adalah Ende di Nusa Tenggara Timur (NTT), Putussibau di Kalimantan Barat (Kalbar), dan Serui di Papua.
Meski judulnya kontroversial, buku yang sebenarnya sudah pernah terbit pada 2009 lalu itu ternyata mendapatkan sambutan positif dari banyak pemuka agama. Salah satunya adalah Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom. Menurutnya, hasil penelitian pada buku tersebut justru bisa membuat kerukunan umat beragama semakin kuat.
“Saya kira hasil riset ini justru mencerahkan dan bisa membangun kerukunan serta kerja sama antar-umat,” ungkap Gomar, Senin (29/5).
Sudah clear, ya, Millens, penjelasan tentang Kristen Muhammadiyah? Tenang, itu bukan campuran dua agama sebagaimana yang dihebohkan di media sosial. (Arie Widodo/E10)