Inibaru.id - Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen memicu gelombang keresahan warga. Reaksi ini nggak hanya ramai di media sosial, tetapi juga memunculkan potensi aksi massa.
Namun alih-alih meredakan ketegangan, Bupati Pati Sudewo justru menantang warganya untuk turun ke jalan jika nggak setuju dengan kebijakan tersebut. Dalam video yang beredar luas di medsos, Sudewo meminta warganya untuk nggak hanya nyinyir di medsos, tapi menyampaikan aspirasi secara langsung.
"Demo saja, lebih elegan itu. Nanti saya datang. Saya hadapi. Saya temui!" serunya.
Sedikit informasi, saat ini masyarakat Pati tengah menggalang donasi terbuka untuk menggelar aksi massa pada 13 Agustus mendatang. Menarget ribuan demonstran, aksi damai itu akan berpusat di kisaran jalan protokol Pati, dengan pemusatan massa di alun-alun kota.
Untuk Meningkatkan PAD
Dia menyatakan siap berdialog dengan massa dan menyambut aksi dengan baik selama nggak merusak fasilitas umum. Tantangan ini menimbulkan berbagai reaksi, mulai dari kritik hingga sindiran yang mempertanyakan keberpihakan pemimpin daerah terhadap warganya.
Pernyataan Sudewo bukan hanya muncul sebagai bentuk respons spontan. Dia mengaku siap menghadapi gelombang protes karena menurutnya, kebijakan tersebut memang perlu dilakukan. Aturan ini, ungkapnya, adalah bagian dari serangkaian langkah yang telah ditempuhnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Dia menyatakan, kenaikan tarif PBB-P2 ditetapkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2024 tentang Besaran Persentase dan Pertimbangan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
"Sebelum ini, banyak tanah di Pati yang memiliki NJOP jauh di bawah harga pasar," lontarnya. "Kenaikan kurang lebih sebesar 250 persen merupakan kesepakatan dari hasil pertemuan dengan para camat dan anggota Pasopati (Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Pati) pada 18 Mei 2025."
Akan Kembali kepada Warga
Dalam pertemuan tersebut, Sudewo memaparkan, kali terakhir penyesuaian tarif pajak dilakukan adalah sekitar 14 tahun silam, karena itulah PBB-P2 perlu dinaikkan, hingga akhirnya diputuskan akan mengalami kenaikan hingga 250 persen.
Menurutnya, wajar jika kebijakan itu muncul, mengingat saat ini penerimaan daerah dari PBB termasuk yang paling rendah dibanding kabupaten tetangga. Dia menyebutkan, pendapatan dari hasil pungutan PBB di Pati hanya sebesar Rp29 miliar per tahun. Nilai ini lebih kecil daripada Jepara, Rembang, dan Kudus.
"Pati lebih luas dari Jepara, Rembang, dan Kudus, tapi penerimaannya lebih rendah. Kabupaten Jepara Rp75 miliar, sedangkan Kabupaten Rembang dan Kudus sebesar Rp50 miliar. Bandingkan dengan Pati yang hanya Rp29 miliar," akunya.
Sudewo memastikan bahwa kenaikan tersebut nantinya akan kembali kepada warga sepenuhnya, karena pemasukan dari kenaikan PBB-P2 akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk perbaikan jalan dan pembenahan rumah sakit.
Aturan Kenaikan PBB-P2
Kendati rencana aksi besar memprotes kebijakan ini pekan depan terus mengemuka, sepertinya keputusan menaikkan tarif PBB-P2 hingga 250 persen nggak bakal terelakkan lagi. Pertanyaannya, berapa nilai pajak yang harus dibayarkan seorang warga Pati setelah kenaikan tersebut?
Perlu diketahui, kenaikan yang dimaksud dalam kebijakan tersebut mengacu pada persentas kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Aturan kenaikan PBB sebagaimana tertuang dalam Perbup Pati Nomor 17 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (2) hingga (8), sebagai berikut:
Ayat (2): Besaran persentase NJOP untuk pengenaan PBB-P2 atas kelompok objek PBB-P2 ditentukan dengan mempertimbangkan:
a. Kenaikan NJOP hasil penilaian;
b. bentuk pemanfaatan objek Pajak; dan/atau
c. klasterisasi NJOP dalam satu wilayah Daerah.
Ayat (3): Kenaikan NJOP hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan nilai pasar.
Ayat (4): Bentuk pemanfaatan objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memperhatikan peruntukan atas objek PBB-P2.
Ayat (5): Klasterisasi NJOP dalam satu wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditentukan dengan memperhatikan lokasi, kondisi, dan pemanfaatan objek PBB-P2.
Ayat (6): Besaran persentase NJOP untuk pengenaan PBB-P2 ditetapkan berdasarkan persentase kenaikan NJOP tahun 2024 dengan tahun 2025.
Ayat (7): Besaran persentase NJOP untuk pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicantumkan dalam SPPT.
Ayat (8): Besaran persentase NJOP untuk pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
Lebih detail terkait aturan ini, silakan unduh melalui laman berikut: https://peraturan.bpk.go.id/Details/319229/perbup-kab-pati-no-17-tahun-2025
Kenaikan PBB hingga 250 persen di Kabupaten Pati adalah cermin dari tantangan kebijakan fiskal di tingkat lokal yang perlu dihadapi. Tanpa sosialisasi yang membumi, dengan tujuan apa pun, penolakan akan rentan terjadi. Menurutmu, adakah jalan tengah yang bisa diambil untuk meredakan polemik ini? (Siti Khatijah/E10)
