Inibaru.id - Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus pengaturan putusan lepas atau onslag atas penanganan perkara korupsi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta. Ketujuh tersangka berstatus sebagai pengacara dan hakim.
Ketujuh tersangka tersebut, yakni pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, panitera muda perdata Wahyu Gunawan, serta tiga anggota majelis hakim.
Ketiga majelis hakim dalam kasus suap perkara korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) itu antara lain Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Kronologisnya, ketiga hakim ditunjuk Arif Nuryanta yang diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar untuk menangani kasus dugaan korupsi ini.
Hasilnya, majelis hakim memberi vonis onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam kasus yang melibatkan terdakwa korporasi korupsi minyak goreng, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, pada 19 Maret 2025.
Berawal dari Tawaran Ariyanto
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menyebutkan, pengaturan vonis dan kasus suap terhadap tiga hakim berawal dari tawaran pengacara Ariyanto Bakri kepada panitera muda Wahyu Gunawan.
“(Tawaran itu) berupa permintaan agar perkara korupsi korporasi minyak goreng diputus onslag dengan (suap) uang sebesar Rp20 miliar,” kata Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Senin (14/4/2025).
Wahyu kemudian menyampaikan tawaran ini kepada Arif Nuryanta yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Arif menerima tawaran tersebut asalkan nominalnya ditingkatkan tiga kali lipat menjadi Rp60 miliar; yang kemudian disetujui Ariyanto.
"Ariyanto menyerahkan uang dalam bentuk dolar AS melalui Wahyu Gunawan untuk diteruskan kepada Arif. Sebagai imbalan, Wahyu menerima bagian sebesar 50 ribu dolar AS dari Arif," sebut Qohar.
Penunjukan Tiga Hakim

Skenario vonis onslag kemudian dilanjutkan Arif dengan menunjuk tiga majelis hakim yang terdiri atas Djuyamto sebagai Ketua Majelis, Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.
"Setelah surat penetapan sidang terbit, Arif mengundang dan memberikan uang senilai Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar untuk Djuyamto dan Agam," terang Abdul Qohar. “Diberikan sebagai uang baca berkas perkara. Arif sekaligus menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi.”
Oleh Djuyatmo, uang tersebut kemudian dibagikan kepada Agam dan Ali Muhtarom. Beberapa waktu berselang, Arif kembali mengangsurkan uang tahap kedua senilai Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang kemudian dibagikan untuk Agam Rp4,5 miliar dan Ali Muhtarom Rp5 miliar.
“Ketiga hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang itu, yakni agar keluar vonis onslag. Hal ini menjadi kenyataan pada putusan perkara korupsi minyak goreng pada 19 Maret 2025,” tutur Qohar.
Siapa Marcella Santoso?
Lalu, bagaimana dengan Marcella Santoso? Sebagaimana Ariyanto Bakri, Marcella Santoso juga merupakan pengacara dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group yang divonis lepas dari segala tuntutan hukum pada 19 Maret lalu tersebut.
Sedikit informasi, vonis lepas itu melenceng jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kala itu, yakni menuntut Permata Hijau Group membayar uang pengganti sebanyak Rp937 miliar, Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan Musim Mas Group senilai Rp 4,8 triliun.
"Jadi, perkaranya (dinilai) tidak terbukti. Meski secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana," jelasnya. "Pengusutan Kejagung kemudian menemukan bukti suap Rp60 miliar oleh Marcella Santoso dan Ariyanto kepada Arif Nuryanta."
Sebagai bukti suap atas kasus vonis onslag atas perkara korupsi minyak goreng ini, penyidik menemukan dua amplop di tas milik Arif saat melakukan penggeledahan, berupa amplop cokelat berisi 65 lembar uang pecahan 1.000 dolar Singapura dan putih berisi 72 lembar uang pecahan 100 dolar AS. Penyidik juga menyita dompet Arif yang berisikan uang pecahan ratusan dolar AS, dolar Singapura, ringgit, dan rupiah.
Perkara suap ini serta kasus-kasus lain di dunia peradilan yang pernah terungkap menjadi bukti bahwa keadilan di Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh kuasa uang. Gimana menurutmu, Millens? (Siti Khatijah/E07)