Inibaru.id – Di Demak, ada kompleks makam yang seolah terapung dikelilingi air. Makam ini merupakan tempat peristirahatan terakhir Syekh Mudzakir yang berada di Dukuh Tambaksari, Kecamatan Sayung.
Kata salah seorang ahli waris Syekh Mudzakir, Hafidzi, dulunya di sekitar kompleks makam Syekh Mudzakir adalah daratan. Saat itu ada lahan yang ditumbuhi sejumlah tanaman berjarak sekitar 1 kilometer dari garis pantai Demak.
"Dulu dari makam ke laut itu masih satu kilometer, kanan kiri itu sawah semua. Dulu sini itu daratan, padi tumbuh, palawija tumbuh, lombok, semua tanaman hidup," kata Hafidzi di Masjid Dusun Tambaksari, Minggu (8/8/2021).
Sayangnya, abrasi membuat makam ini dikepung air laut.
"Mulai 1997 itu abrasi jadi air laut mulai masuk kampung, kemudian sawah-sawah tidak bisa ditanami padi karena tadi terendam air rob," ujarnya.
Hafidzi lalu bercerita jika lahan di sana sempat dijadikan tambak. Lalu tambak setiap hari digerus oleh gelombang besar, akhirnya tanggulnya habis dan menyatu dengan lautan. Katanya lagi, abrasi paling cepat terjadi pada 1999.
Penurunan Muka Tanah
Ketua Pengurus Makam Syekh Mudzakir Abdullah Mudzakir mengatakan bahwa di kompleks makam Syekh Mudzakir terjadi penurunan muka tanah dengan kecepatan per tahunnya sekitar 5 cm.
"Kami mengalami kalau itu, kami tahu, jadi mungkin per tahun 5 cm (penurunan permukaan tanah) lebih. Antara air naik sama tanah yang turun itu perkiraan 5 cm lebih per tahun," kata Abdullah saat ditemui di rumahnya, Desa Sidogemah, Kecamatan Sayung, Jumat (6/8).
Kalau dipantau, memang di sekeliling kompleks makam terdapat bebatuan berjajar menyerupai tanggul pemecah ombak, Millens. Adapun panjang jalan penghubung dari daratan menuju Makam Syekh Mudzakir yang terapung itu sepanjang 1 kilometer. FYI, jalan ini sempat putus lo saat dihantam gelombang besar akhir tahun lalu. Kini, jalan itu sudah diperbaiki.
Generasi keempat Syekh Mudzakir ini menyebut kondisi tanah di area makam merupakan tanah lumpur di kedalaman 80-100 cm kemudian baru tanah keras.
"Kedalaman tanah ini, lumpur sampai bawah itu (di area makam) rata-rata 80-100 cm, baru mentok tanah keras," kata Abdullah.
Menurutnya, penurunan permukaan tanah dan air laut yang terus maju menerjang daratan terjadi karena banyak faktor.
"Perkiraan itu kan macam-macam, global warming itu secara skala dunia mungkin, di sini itu karena tanahnya tanah liat itu. Kemudian pengambilan air sumur, air tanah," terangnya.
Penurunan tanah bahkan terjadi juga di rumahnya yaitu di Desa Sidogemah, Kecamatan Sayung. Dia menyebut selama 21 tahun menetap, permukaan tanah turun sekitar 1-1,5 meter.
Meskipun ada keinginan untuk pindah, tapi hal itu nggak mudah mengingat itu adalah tanah kelahirannya. Dia sudah menghuni daerah itu selama 21 tahun. ”Mau pindah ke tempat lebih tinggi ya nggak bisa, ya kita jalani saja, apa adanya," imbuhnya.
Pemanasan Global
Terpisah, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Demak, Arso Budiyatno, menyebut beberapa faktor yang mungkin menyebabkan kompleks makam Syekh Mudzakir yang tampak terapung. Di antaranya, penurunan muka tanah dan naiknya muka laut akibat pemanasan global.
"Kondisi Makam Syekh Mudzakir ini banyak memiliki indikasi, satu permukaan tanahnya turun, kedua muka air lautnya juga naik dari pemanasan global," kata Arso di kantornya, Kamis (5/8).
Arso menuturkan, naiknya air laut atau rob mulai dirasakan sejak sekitar 20 tahun lalu. Reklamasi di wilayah Semarang dan Kendal disebutnya berdampak pada wilayah pesisir Demak.
"Ada yang bilang juga mungkin reklamasi-reklamasi yang ada di Semarang, di Kendal, juga imbasnya sampai ke Demak," ujarnya.
Untuk mencegah kerusakan yang lebih parah di wilayah pesisir, pihaknya pun sudah melakukan berbagai penanganan. Salah satunya dengan menanam mangrove dengan skala besar dari wilayah Kecamatan Sayung hingga wilayah pesisir Kecamatan Wedung. Bukan cuma itu, memperketat izin penggunaan sumur bor juga dilakukan.
Duh, semoga makin banyak pihak yang sadar akan dampak pemanasan global ya, Millens? (Det/IB21/E07)