Inibaru.id - Pernah membayangkan pohon yang hidup di air asin bisa jadi penyelamat dunia? Ya, itulah mangrove, barisan tanaman tangguh di pesisir yang diam-diam menyimpan peran besar buat masa depan Bumi.
Setiap 26 Juli, dunia memperingati Hari Mangrove Sedunia. Tahun 2025 ini, UNESCO mengangkat tema “Melindungi Lahan Basah untuk Masa Depan Kita.” Bukan tanpa alasan. Ekosistem mangrove kini menghadapi ancaman serius. Data mencatat, mangrove hilang tiga hingga lima kali lebih cepat dibanding hutan tropis. Padahal, mereka mampu menyimpan miliaran ton karbon dan jadi pelindung alami dari abrasi hingga badai laut.
"Karena alasan ini, UNESCO bertindak untuk melindungi mangrove dan ekosistem karbon biru berharga lainnya, melalui jaringan Cagar Biosfer, Taman Geo Global, dan situs Warisan Dunia alami," kata Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay.
Di Indonesia, harapan itu masih ada. Dengan 3,5 juta hektare hutan mangrove atau sekitar 23 persen dari total dunia, negeri ini punya peran penting. Pemerintah pun bergerak cepat lewat program rehabilitasi 600.000 hektare lahan mangrove. Ini bukan proyek biasa; World Bank turun tangan, masyarakat lokal dilibatkan, dan pendekatannya bukan sekadar tanam lalu tinggal.
“Kita ingin mangrove bukan hanya tumbuh, tapi dikelola secara lestari. Ia harus jadi sumber kehidupan dan penghasilan bagi masyarakat pesisir,” jelas Ristianto Pribadi, Direktur Rehabilitasi Mangrove Kemenhut.
Tapi jalan menuju hijau nggak selalu mulus. Terbatasnya dana, kondisi lokasi yang ekstrem, hingga ancaman sampah laut jadi tantangan nyata. Karenanya, pendekatan rehabilitasi kini nggak lagi berbasis proyek jangka pendek, melainkan investasi jangka panjang yang menggandeng banyak pihak, termasuk dunia usaha dan lembaga donor.
"Kami di Direktorat Jenderal PDAS RH, sebetulnya konteksnya adalah bagaimana tutupan hutan mangrove itu meningkat dan dikelola secara lestari. Bahwa kemudian mangrove yang ditanam itu menjadi keuntungan karbon, menjadi hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat," ujar Ristianto.
Penting untuk kita sadar bahwa krisis iklim bukan cuma soal suhu yang makin panas. Ini juga soal kehilangan hutan, termasuk mangrove, yang seharusnya jadi benteng terakhir kita.
Jadi, yuk mulai peduli, Gez. Bisa dari langkah kecil seperti nggak membuang sampah ke laut, ikut program penanaman, atau sekadar menyebarkan cerita baik tentang mangrove. Karena di balik akar-akarnya yang menjalar diam-diam, tersimpan harapan besar bagi Bumi kita. (Siti Zumrokhatun/E05)
