Inibaru.id - Ancaman tenggelamnya sebagian wilayah di Jawa Tengah bukan isu kemarin sore. Beberapa tahun ini isu tersebut ramai diperbincangkan oleh berbagai kalangan, termsuk para anak muda pencinta lingkungan.
Di kota yang memiliki lautan seperti Pekalongan, Semarang, dan Demak, rob bukan satu-satunya sumber masalah. Ada satu lagi perkara serius yakni penurunan muka tanah yang setiap tahunnya terjadi.
Dihimpun dari berbagai sumber, penurun tanah di pesisir Pekalongan setiap tahunnya mencapai 15-20 centimeter. Sedangkan penurunan di Semarang mencapai 10 centimeter dan Demak 4-12 centimeter per tahunnya. Bahkan, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Geophysical Research Letters, Kota Lunpia menempati urutan kedua kota yang paling cepat tenggelam di dunia.
Menyuarakan ke Publik
Manager advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Tengah (Walhi Jateng) Iqbal Alma Ghosan Altofani membenarkan kondisi pesisir Pekalongan, Semarang dan Demak cukup mengkhawatirkan.
"Saya menggambarkan pemukiman pesisir di tiga wilayah itu sedang berkejar-kejaran dengan air laut. Kalau rumah mereka tidak ditinggikan, maka akan tenggelam," ucap lelaki yang akrab disapa Iqbal tersebut.
Oleh karena itu, pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023 yang jatuh tanggal 5 Juni lalu, Iqbal bersama kawan-kawannya berinisiatif untuk kembali menggelorakan isu-isu pesisir. Tujuannya tak lain untuk mendapat perhatian dari publik dan pemerintah.
"Sebelum kami melakukan Aksi Kamisan dengan mengangkat tema 'Diuber Segoro' kami terlebih dahulu berkunjung dan membuat berbagai karya di Desa Timbulsloko, Kabupaten Demak," papar Iqbal.
Dia mengaku sangat senang karena banyak anak muda di Kota Lunpia yang berpartisipasi. Hasil karya berupa foto, video dokumenter, lukisan, artikel, puisi bakal dipamerkan di berbagai tempat dalam waktu sebulan.
"Kita bisa melihat kondisi di Timbulsloko dari karya teman-teman. Semua salah pemerintah yang membebani kawasan pesisir dengan industri," imbuhnya.
Tidak Ramah
Menurut pendapat Pakar Lingkungan dan Tata Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unisulla) Milla Karmila, permasalahan daerah pesisir seperti banjir rob dan penurun tanah merupakan akibat dari pola-pola pembangunan industri yang tidak ramah.
"Kalau industri tidak mengambil air bawah mungkin tidak terlalu parah. Tapi masalahnya industri itu mengambil air bawah tanah. Kita tahu dampak hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan muka tanah," terang perempuan yang kerap disapa Milla tersebut.
Mengomentari Semarang yang diprediksi sebagai kota paling cepat tenggelam di dunia, Milla bilang hasil riset tersebut bisa saja meleset jika pemerintah melakukan rekontruksi sosial yang ramah terhadap lingkungan.
Dirinya juga menyinggung soal pembangunan tanggul laut di wilayah Tambaklorok, Semarang. Menurutnya hal itu bukan solusi jangka panjang untuk menyelesaikan permasalahan banjir rob di sana.
Solusi terbaik menyelesaikan banjir rob di tiga wilayah pesisir Jateng menurut Milla adalah dengan membuat rekayasa penanaman mangrove. Sebab dia yakin, semakin besar mangrove tumbuh, maka akan semakin kuat dalam menahan abrasi.
"Tapi perlu digarisbawahi tidak semua wilayah pesisir kita bisa ditanami mangrove. Maka kita harus melakukan penelitian terkait hal itu. Apakah karena jenis mangrovenya atau faktor lainnya," tutup Milla.
Sebagai anak muda yang tinggal di Kota Semarang dan sekitarnya, tidakkah kamu ikut khawatir dengan kondisi ini, Millens? Semoga saja pemerintah setempat segera menemukan solusi yang tepat sasaran agar prediksi para pakar lingkungan itu nggak terjadi. (Fitroh Nurikhsan/E10)