Inibaru.id - Jika berjalan di pekarangan rumah, mungkin kita sering melihat tanaman yang bunganya lebar, merah merona, dan disebut di Indonesia sebagai Hibiscus rosa‑sinensis atau populer dengan nama bunga sepatu. Namun pernah nggak kita bertanya mengapa disebut “sepatu”? Nama yang terkesan sederhana ini ternyata menyimpan sejarah fungsi sehari-hari dan adaptasi budaya yang menarik, lo.
Di beberapa wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya, kelopak atau mahkota bunga hibiscus bukan hanya sebagai hiasan, Gez. Ada catatan bahwa bunga ini digunakan untuk menghasilkan pewarna gelap atau semir alami bagi permukaan kulit, termasuk sepatu. Misalnya, dalam keterangan tentang hibiscus di Singapura dicatat bahwa “…petals were used to produce a black dye for shoe polishing, hence hibiscus is also known as shoe flower.”
Juga dalam artikel yang mengulas arti dan makna bunga hibiscus disebut bahwa “flower is also called a ‘shoeblack-plant’ or ‘shoe flower’ because they were used to polish shoes in Jamaica and some African countries.”
Artinya, nama “sepatu” pada bunga ini kemungkinan besar berkaitan langsung dengan penggunaannya sebagai semir atau pewarna sepatu di masa lalu. Julukan yang menunjukkan fungsi praktis ini kemudian melekat dalam kosa kata populer.
Nama lokal dan adaptasi budaya
Di Indonesia dan Malaysia, bunga hibiscus juga dikenal dengan nama “kembang sepatu” atau “bunga sepatu” yang dalam arti harfiah bisa dipahami sebagai ‘bunga yang digunakan untuk sepatu’. Catatan perpustakaan nasional Singapura menegaskan dalam bahasa Melayu/Indonesia, “In Malaya and Indonesia, the flower petals were used to produce a black dye for shoe polishing… hence hibiscus is also known as shoe flower”.
Dengan begitu, nama lokal “sepatu” tersebut bukan sekadar metafora bentuk atau keindahan semata, melainkan jejak dari fungsi sehari-hari yang nyata: semir sepatu dari kelopak bunga. Hal ini menunjukkan bagaimana kata sehari-hari bisa mencerminkan praktik budaya tradisional yang mungkin telah terlupakan.
Bayangkan saja, di masa lalu, seseorang menyiapkan sepasang sepatu kulit, lalu mengambil kelopak hibiscus dari kebun, menumbuk atau mengekstrak pigmen gelap dari bunga, lalu mengoleskannya pada sepatu agar tampak licin dan hitam mengilap. Aktivitas sederhana ini kemudian menghasilkan nama yang bertahan hingga kini yakni bunga sepatu.
Kini, meski fungsi semir tersebut mungkin sudah jarang dilakukan, nama tetap melekat. Saat kita menyebut “bunga sepatu”, kita sebenarnya merujuk pada warisan kecil dari penggunaan tradisional, perpaduan antara alam, budaya, dan keseharian manusia.
Dengan demikian, saat kamu menikmati keindahan bunga merah yang satu ini, ingatlah bahwa di balik nama “sepatu” ada kisah tentang kreativitas manusia memanfaatkan alam untuk kebutuhan sederhana, yang kemudian tertanam dalam kata-kata yang kita gunakan sehari-hari. Menarik banget ya kisah bunga nasional Malaysia ini, Gez? Apa kamu juga memilikinya di rumah? (Siti Zumrokhatun/E05)
