Inibaru.id - Beberapa kota bakal mengalami fenomena hari tanpa bayangan periode pertama 2024 yang telah dimulai pada Rabu, (21/2/2024). Imbas pergerakan semu Matahari di sekitar khatulistiwa itu awali di Baa, Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tengara Timur, saat kulminasi utama tercapai pada pukul 12.01.29 WITA.
Hari tanpa bayangan merupakan fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit. Saat deklinasi Matahari sama dengan lintang pengamat, fenomena itu disebut sebagai kulminasi utama.
Posisi Indonesia berada di ekuator, sehingga kulminasi utama Indonesia terjadi dua kali dalam setahun dengan waktu yang nggak jauh dari saat Matahari berada di khatulistiwa. Kulminasi utama terjadi saat deklinasi Matahari sama dengan lintang kota tersebut.
Khusus untuk Kota Jakarta, fenomena ini akan terjadi pada 4 Maret 2024, yang mana kulminasi utamanya terjadi pada pukul 12.04 WIB. Fenomena ini juga akan terjadi pada 8 Oktober 2024, dengan kulminasi utamanya terjadi pada pukul 11.40 WIB.
Matahari akan berada tepat di garis Lintang khatulistiwa 0 derajat pada 21 Maret 2024.
Apakah Suhu akan Panas?
Kamu pasti penasaran apakah fenomena hari tanpa bayangan ini akan membuat suhu makin panas, kan? Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan menjelaskan hari tanpa bayangan yang akan terjadi di wilayah Tanah Air nggak akan memicu cuaca panas terik. Pasalnya, sekarang Indonesia masih berada pada musim hujan yang membuat awan-awan masih menyelimuti langit.
"Walaupun matahari berada tegak lurus, kalau ada awan suhu nggak terlalu panas," kata Eddy, dikutip dari Antara (22/2).
Meski begitu, Eddy menyebut Pulau Jawa berpotensi terkena dampak kenaikan suhu udara saat fenomena hari tanpa bayangan. Wilayah yang akan terdampak adalah Pantai Utara Jawa, terkhusus Jakarta, Semarang, Pekalongan, hingga Pemalang. Suhu udara di wilayah-wilayah tersebut diperkirakan bakal mencapai sekitar 29, 30, dan 31 derajat Celsius. Sementara di Bandung sekitar 27, 28, dan maksimal 29 derajat Celsius.
Tapi jangan khawatir, peningkatan suhu tersebut nggak akan terlalu berdampak karena banyak tutupan awan.
"Panas nggak? Sebenarnya panas, tetapi awan-awan masih banyak. Jadi, awan-awan melindungi. Jangan bayangkan Indonesia seperti di Timur Tengah yang nggak ada awan-awan," ujar Eddy.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan gerak semu matahari saat menjelang garis ekuator juga nggak akan menyebabkan gelombang panas atau heat wave. Cuaca panas tinggi biasanya terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus saat Indonesia mengalami musim kemarau. Saat itu laut dan daratan akan menyerap panas matahari secara maksimal karena langit memiliki tutupan awan yang minim.
Banyak orang nggak mau melewatkan momentum hari tanpa bayangan yang sudah mulai menyapa Indonesia dengan cara memotret diri atau benda, Millens. Jika kamu juga nggak mau ketiggalan, maka bersiaplah! Semoga cuaca nggak sedang mendung, ya! (Siti Khatijah/E07)