Inibaru.id – “Yang paling penting adanya wabah ini semakin menjadikan rasa manusiawi tergetar,” begitu kata perempuan asal Jepara Lailatus Sa’adah ketika saya hubungi via pesan daring pada Jumat (17/4) lalu, terkait hikmah yang dia dapat selama wabah corona.
Konteks “manusiawi” yang dia maksud adalah orang jadi saling bahu membahu menolong dan saling menjaga. Sebab pandemi menuntut banyak orang untuk berjuang bersama-sama. Dari soal pencegahan hingga kebutuhan ekonomi. Sebab menurutnya, manusia yang terkenal sombong nggak ada apa-apanya dengan makhluk yang supermicro.
“Saling jaga untuk kebutuhan hidup, seperti yang banyak digencarkan banyak komunitas, organisasi, atau individu ngasih bantuan ke yang paling terdampak,” kata Laila.
Hikmah yang terkait dengan spiritualitas dan keimanan dialami oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin. Pandemi corona memberikan hikmah tersendiri baginya. Corona menjadi salah satu sarana Tuhan untuk menyeimbangkan sistem bumi yang rusak akibat pencemaran lingkungan yang panjang.
“Meski di balik itu tentunya ada intervensi geoekonomi dan geopolitik,” terang mahasiswa yang juga pernah menjadi takmir di Masjid Syuhada, salah satu masjid bersejarah di Yogyakarta dua tahun yang lalu itu.
Dia mengamati pula dalam situasi seperti ini banyak orang yang kalang kabut terutama para pedagang. Banyak juga yang stres karena mobilitas dibatasi, terlebih bagi mereka yang memiliki kesibukan tinggi. Corona kemudian menjadi ruang mengenali Tuhan yang kekuatan-Nya lebih besar di luar batas pikiran manusia.
“Apa yang dicari ternyata strukturnya mudah sekali diruntuhkan dengan makhluk yang mikrokosmik semacam virus. ini ruang untuk kembali merestrat pikiran bahwa segala sesuatu harus dilandaskan untuk Tuhan dan kebutuhan untuk kembali pada Tuhan agar tidak menemui kekecewaan,” lanjutnya.
Hal yang nggak jauh berbeda dipikirkan pula oleh warga Kediri, Astri Martha Sari. Corona semacam alarm yang menyadarkannya bahwa di luar manusia terdapat Tuhan yang maha segalanya.
Di sekitar tempat tinggal Astri, terdapat banyak Orang Dalam Ppantauan (ODP). Beberapa minggu ini juga telah dilakukan penyemprotan disinfektan. Perempuan yang juga mahasiswa Biologi itu menambahkan, semenjak ada corona lingkungan yang banyak polusi jadi lebih baik.
“Aku bersyukur dengan adanya pandemi ini sisi baiknya banyak keanekaragaman hayati yang pulih atas redanya polutan yang tersebar dan padatnya kendaraan yang bising,” terang dia.
Mengikuti saran pemerintah dan orangtua untuk beribadah di rumah, social distancing, hingga physical distancing juga Astri lakukan. FYI, wabah (tha’un) bukan kejadian baru, pada zaman nabi dan sahabat lebih dulu dialami.
Tepatnya di daerah Syam terdapat wabah dengan gejala benjolan besar yang ketika pecah cairannya bisa menulari banyak orang. Saat zaman itu, social distancing memang dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran dan memutus mata rantai wabah. Perlahan wabah pun berhenti karena sudah nggak ada lagi tempat menempel.
So, selama pandemi tetap patuhi standar keamanan yang ada ya, Millens! (Isma Swastiningrum/E05)