Inibaru.id - Hingga sekarang, stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS masih menyelimuti masyarakat. Mereka masih mengalami ketidakadilan bahkan ketika mengakses kesehatan. Padahal, pengobatan adalah hal krusial. Lebih dari itu, mengakses kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara.
Sehubungan dengan itu, peringatan Hari AIDS Sedunia 2024 membawa tema besar “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa”. Melalui konferensi pers yang diadakan Kementerian Kesehatan RI, pesan ini kembali digaungkan sebagai pengingat untuk melawan stigma, diskriminasi, dan ketidaksetaraan dalam penanganan HIV/AIDS di Indonesia.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), d. Yudhi Pramono MARS menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk mewujudkan target Akhiri AIDS pada 2030.
“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi gerakan bersama untuk menyediakan layanan kesehatan inklusif yang menghormati hak asasi manusia. Dengan langkah kolektif, kita dapat menekan angka infeksi baru, mencegah kematian akibat AIDS, dan meningkatkan kualitas hidup ODHIV (Orang dengan HIV),” ujarnya dalam acara di Hotel Des Indes, Jakarta.
Tantangan Penanggulangan HIV/AIDS
Meski ada kemajuan, tantangan besar tetap menghadang. Dokter Ina Agustina, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) melaporkan bahwa 35 persen infeksi baru terjadi pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) dan 28 persen berasal dari pasangan ODHIV.
Saat ini, hanya 64 persen ODHIV yang menerima terapi antiretroviral (ARV), dengan 49 persen di antaranya berhasil mencapai supresi viral. Untuk mencapai target 95-95-95 pada 2030, Kementerian Kesehatan memprioritaskan inovasi seperti skrining mandiri, pengobatan di hari yang sama (Sameday ART), dan integrasi layanan berbasis komunitas.
Namun, stigma menjadi penghalang signifikan. Data menunjukkan 53 persen ODHIV nggak mengetahui adanya perlindungan hukum atas hak mereka, sehingga banyak yang enggan mengakses layanan kesehatan.
“Pendekatan berbasis hak sangat penting untuk menghapus stigma dan diskriminasi. Semua orang berhak mendapatkan layanan kesehatan yang setara,” tegas dr Ina.
Program Percepatan Penanggulangan HIV/AIDS
Untuk mempercepat penanganan, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan berbagai program, antara lain:
- Penjangkauan komunitas untuk populasi kunci;
- Sameday ART, tes dan pengobatan HIV di hari yang sama;
- PrEP (Profilaksis Pra-pajanan) untuk mencegah infeksi di populasi kunci;
- Layanan terintegrasi TB-HIV dengan pemberian ARV multi-bulan;
- Sistem Informasi SIHA 2.1 untuk memantau data individu secara akurat.
Refleksi dan Aksi Global
Tema global tahun ini, “Take the Rights Path”, sejalan dengan upaya Indonesia untuk memastikan akses layanan kesehatan yang adil bagi kelompok rentan. Dokter Muhammad Saleem, Direktur UNAIDS Indonesia mengingatkan bahwa stigma dan diskriminasi masih menjadi hambatan besar di Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
“Hari AIDS Sedunia adalah momen refleksi global untuk menghapus stigma dan mempromosikan layanan kesehatan yang adil bagi semua,” ujarnya.
Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan seruan untuk aksi nyata. Dengan kolaborasi lintas sektor, cita-cita Akhiri AIDS pada 2030 bukan lagi impian, tetapi tujuan bersama yang dapat tercapai.
Dengan segala upaya yang dilakukan, semoga cita-cita itu terwujud ya, Millens! (Siti Zumrokhatun/E10)