Inibaru.id – Diakui atau tidak, sikap dan penilaian negatif terhadap orang yang mengidap gangguan kesehatan mental kerap dianggap biasa. Contohnya menganggap para pengidap gangguan mental ini sebagai orang gila sehingga harus dijauhi.
Padahal, banyak pengidap gangguan kesehatan mental yang memilih mengakhiri hidupnya karena nggak tertangani.
Data Kepolisian Ri pada 2020 melaporkan terdapat 671 kasus kematian akibat bunuh diri. Sementara itu, data Potensi Desa Badan Pusat Statistik 2021 menyebut telah terjadi 5.787 korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri. Angka-angka ini nggak bisa diremehkan, Millens.
Sayangnya, stigma negatif ini nggak cuma menyerang penderita gangguan mental, tapi juga keluarganya. Beberapa penilaian negatif yang kerap terjadi berupa:
Diskriminasi langsung
Biasanya, pengidap atau keluarganya diperlakukan kasar dan frontal. Nggak jarang, kata-kata hinaan juga dilontarkan kepada pengidap atau keluarganya secara terang-terangan.
Diskriminasi halus
Pengidap dikucilkan secara diam-diam atau nggak sengaja. Mereka dianggap berbahaya sehingga nggak layak berada di dekat orang lain.
Perasaan malu yang datang dari keluarga
Yang menyedihkan, justru stigma itu datang dari keluarga sendiri. Pengidap gangguan mental kerap dikurung atau dianggap mengada-ada. Akibatnya, gangguan mental makin parah karena nggak mendapat dukungan untuk mencari perawatan.
Stigma dari Diri Sendiri
Selain dari luar, penilaian negatif terhadap pengidap gangguan kesehatan mental juga bisa saja datang dari dalam pikirannya sendiri (stigma internal). Penilaian negatif ini muncul akibat terdorong stigma dari masyarakat, maupun ketakutan akan dijauhi orang-orang karena “berbeda”.
Semua stigma di atas berpotensi menghambat proses pemulihan gangguan kesehatan mental, jika diabaikan. Nggak jarang pula membuat kondisi semakin buruk. Para pengidap bisa saja merasa malu, nggak dimengerti, dan akhirnya enggan mencari bantuan atau perawatan medis yang sesuai.
Mereka juga kerap dianggap nggak cakap dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga kesempatan untuk mengakses pekerjaan atau pendidikan semakin tertutup. Belum selesai, Millens, para pengidap ini juga berisiko menjadi korban perundungan. Duh, kompleks banget ya akibat stigma ini?
Cara Menghadapi Stigma
Untuk kamu yang sekarang sedang berjuang menghadapi stigma baik dari lingkungan atau diri sendiri, berikut ini beberapa tips dilansir dari Mayoclinic (24/5/2017):
Berobat
Sebagaimana penyakit fisik, kamu juga harus mencari obat untuk menangani gangguan kesehatan mental yang sedang kamu derita. Jangan mundur hanya karena takut dicap sebagai “orang gila”. Dengan berobat, kamu akan tahu apa yang salah dan menemukan penanganan yang tepat.
Jangan mengisolasi diri
Kamu mungkin merasa aman ketika hanya bersama diri sendiri, tapi tindakan ini nggak akan menyelesaikan masalah. Keluarga, teman, atau anggota komunitas sangat mungkin memberimu dukungan untuk sembuh jika mereka tahu mengenai kondisimu.
Bergabung dengan komunitas pendukung
Kamu bisa mencari komunitas yang beranggotakan orang-orang atau penyintas gangguan kesehatan mental sepertimu agar nggak merasa sendiri.
Lawan stigma
Stigma pada pengidap gangguan kesehatan mental memang perlu dilawan. Kamu bisa saja menyampaikan semua unek-unek mengenai kesehatan mental melalui berbagai acara atau platform. seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh artis Marshanda.
Melalui video 22 detik di Tiktok, Chacha, sapaan akrab Marshanda yang merupakan penyintas bipolar memperlihatkan motif batik yang terinspirasi dari gelombang otaknya. Dia berharap masyarakat awam teredukasi dan menyingkirkan stigma mengenai pengidap gangguan kesehatan mental. Video ini pun sempat trending di Twitter.
So, buat kamu yang sedang berjuang sembuh dari gangguan kesehatan mental, jangan menyerah ya. Semoga pada momen Hari Kesehatan Mental Sedunia kali ini, makin banyak masyarakat yang aware terhadap kesehatan mental sehingga nggak ada lagi stigma negatif yang nyaring terdengar. (Siti Zumrokhatun/E07)