Inibaru.id - Andi mengaku pernah marah-marah di depan kasir sebuah minimarket lantaran melihat penjaga kasirnya tampak nggak melayani dengan sepenuh hati. Sebagai mantan sales, lelaki 40 tahun ini merasa bahwa orang yang berdiri di front desk nggak seharusnya bersikap seperti itu.
"Masih sangat muda, tapi tatapannya kosong, tidak ada ekspresi, bahkan jauh dari kata ramah. Tidak sopan. Kami orang marketing tahu bagaimana seharusnya dia layani pembeli. Marah besarlah kami di depan kasir!" sebut Andi dengan nada berapi-api, Kamis (4/9/2025).
Hal serupa juga pernah dialami Karunia Pratiwi. Sebagai seorang HRD di sebuah pabrik besar di Jawa Tengah, hampir tiap hari dia berhadapan dengan pelamar kerja. Yang menarik, tanpa perlu menyelisik profil si pelamar, dia mengaku bisa mengetahui usianya hanya dengan melihat sorot matanya.
"Kalau matanya nggak melihat saya saat berbicara, besar kemungkinan dia gen-Z," kelakar perempuan asal Pekalongan ini, Kamis (4/9). "Dulu, saya tolakin pelamar yang begini,. Namun, karena ternyata cukup banyak, ya sudah saya yang menurunkan standar."
Mengenal Gen-Z Stare
Para milenial seperti Andi dan Nia, sapaan akrab Karunia, acap mengolok-olok tatapan kosong atau tanpa ekspresi yang ditampilkan anak muda saat berinteraksi sosial langsung itu sebagai Gen-Z Stare atau "Tatapan Zilenial", karena umumnya dilakukan oleh generasi yang lahir pada 1997 hingga 2012 itu.
Sebagai generasi yang menekankan sikap santun saat berbicara dan menjadikan eye contact sebagai bentuk komunikasi nonverbal yang penting, para milenial dan generasi di atasnya menganggap sikap mereka nggak sopan dan kasar. Ini pula yang acap dikeluhkan para orang tua terhadap anak mereka.
Gen-z stare sempat viral dan dibahas dengan serius di Tiktok. Para orang tua mempersepsikan tatapan ini sebagai tanda ketidaktertarikan atau perilaku kurang sopan. Sebaliknya, generasi yang lebih muda memandang nggak ada yang salah dengan cara berinteraksi yang seperti itu.
Di ranah pribadi atau dialog dua orang, perbedaan pandangan itu mungkin mudah diluruskan. Namun, menjadi runyam jika gen-z stare terjadi di ranah yang mengutamakan pelayanan seperti front office, teller bank, penjaga kasir, atau customer service.
Kenapa Gen-Z Stare Muncul?
Sekali lagi, perlu diketahui bahwa "gen-z stare" merupakan ekspresi wajah yang menunjukkan tatapan kosong tanpa ekspresi saat berinteraksi langsung dengan orang lain. Hal ini nggak muncul karena disengaja. lo! Dari segi ilmu psikologi, kondisi ini muncul karena gen-z sepenuhnya hidup pada era digital.
Mereka yang besar di tengah pandemi Covid-19 terbiasa berinteraksi di depan layar alih-alih bertatap muka. Akademisi Kristen Lee menilai, pergeseran ini memengaruhi keterampilan komunikasi langsung mereka. Maka, tatapan kosong yang mereka tampilkan saat berintaraksi langsung ini bukanlah bentuk ketidaktertatikan.
"Respons seperti tatapan kosong dan tanpa ekspresi ini acap muncul sebagai refleks, bukan disengagement, apalagi bentuk ketidak tertarikan," tuturnya, dikutip dari Northeastern Global News belum lama ini.
Hal ini didukung oleh pendapat neuropsikolog klinis Dr Judy Ho yang mengatakan bahwa pandemi yang membatasi interaksi langsung membuat kepekaan sosial gen-z saat bersemuka begitu kecil. Ketiadaan latihan berinteraksi itu kemudian kian memperbesar rasa canggung, yang diekspresikan dengan tatapan kosong.
Sementara itu, dikutip dari Parents, Dr Hafeez mengatakan bahwa tatapan ini mungkin digunakan sebagai “pasif protes” terhadap small talk atau pertanyaan yang klise atau repetitif. Lebih dari itu, di kalangan gen-z juga muncul tren yang mencitrakan bahwa seseorang kian autentik saat nggak ekspresif di medsos, yang pada akhirnya juga terbawa ke dunia nyata.
Berpotensi Memunculkan Konflik
Situasi ini mungkin lazim di kalangan gen-z, tapi menjadi runyam dan berpotensi memunculkan konflik saat berurusan dengan generasi yang lebih tua seperti milenial atau gen-x yang menginterpretasikan gen-z stare sebagai ketidaksopanan atau kemalasan bersosialisasi.
Misinterpretasi ini bisa menimbulkan ketegangan, terutama dalam hubungan profesional. Agar konflik nggak terjadi, stereotip generasional ini sebaiknya nggak diteruskan dan diubah menjadi empati. Perlu diketahui bahwa gen-z mengalami realitas sosial yang berat dan mendapatkan tekanan digital yang lebih besar.
Sejumlah pakar menyebutkan, saat menghadapi tatapan kosong ini, para milenial dan generasi di atasnya sebaiknya nggak langsung mengambil kesimpulan negatif. Tunjukkan empati, beri ruang, dan jika perlu beri tahulah dengan cara yang lembut.
Alih-alih mengabaikan tatapan kosong tanpa ekspresi ini sebagai "gawan lahir" hingga merendahkan ekspektasi komunikasi serendah-rendahnya, generasi yang lebih tua seharusnya mampu menjadi jembatan untuk mereka, agar stereotipe gen-z stare perlahan terkikis dengan sendirinya. (Siti Khatijah/E10)
