Inibaru.id - Perbedaan penafsiran aturan dan layanan yang kerap berubah mengikuti kebijakan pejabat masih menjadi persoalan pelik yang dihadapi masyarakat saat mengurus masalah pertanahan. Persepsi yang sama terhadap aturan terbaru penting dilakukan agar layanan dapat diakses dengan lebih mudah dan optimal.
Persoalan klasik yang masih sering muncul ini mendorong Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah (Jateng) duduk bersama dengan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Jateng di Kota Semarang pada Senin (15/12/2025).
Kepala Kanwil BPN Jateng, Lampri mengatakan, koordinasi dengan IPPAT semata-mata untuk menyamakan pemahaman kelembagaan, kewenangan, hingga implementasi aturan di lapangan. Upaya itu dikemas melalui sebuah forum diskusi agar pelayanan pertanahan di semua wilayah Jateng sama.
"Semua pertanyaan yang muncul diarahkan agar menghasilkan persepsi yang sama, agar pelayanan ke masyarakat tidak lagi berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya," ungkap Lampri.
Nggak Hanya tentang Aturan
Tantangan layanan pertanahan saat ini nggak hanya soal aturan, tetapi juga perubahan cepat sebagai dampak dari kemajuan teknologi. Dia mengingatkan pejabat pembuat akta tanah agar berhati-hati dalam pembuatan akta, terutama pada era digital, karena kesalahan bisa mengakibatkan persoalan hukum di kemudian hari.
"Dalam menghadapi kemajuan teknologi, pembuatan akta harus dilakukan dengan cermat supaya tidak menimbulkan masalah yang berdampak hukum," paparnya.
Lampri membeberkan bahwa BPN Jateng saat ini tengah mengarahkan peralihan layanan pertanahan ke sistem digital. Salah satu yang disiapkan adalah layanan balik nama secara online yang menuntut basis data dan proses sepenuhnya terdigitalisasi.
"Balik nama online itu harus digital semua. Basisnya digital dan ini perlu kesiapan bersama," ujarnya.
Regulasi yang Sama di Semua Daerah
Di sisi lain, Kepala IPPAT Jateng Wedy Asmara, menyebut forum koordinasi kali ini difokuskan untuk menindaklanjuti aturan-aturan yang menjadi acuan bersama. Kesamaan persepsi bisa menjadi kunci agar penerapan regulasi tidak berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
"Harapan ke depan, akan ada kesamaan persepsi dalam memahami satu aturan. Dengan begitu, penerapan undang-undang di daerah satu dengan yang lain tidak berbeda," ujar laki-laki yang akrab disapa Wedy ini.
Diakuinya, selama ini perbedaan pemahaman, termasuk di tingkat loket layanan, telah sering memicu perlakuan yang nggak sama terhadap masyarakat. Kondisi itu dinilai mengganggu kepastian hukum yang seharusnya menjadi ruh layanan pertanahan.
"Kalau pemahaman terhadap satu aturan kurang, tindakannya bisa berbeda. Dengan forum ini kami duduk bersama untuk menyamakan, supaya jaminan kepastian hukum kepada masyarakat lebih terjamin," tegasnya.
Beda Pejabat, Beda Kebijakan
Wedy juga menyinggung problem yang masih menghantui urusan pertahanan ialah saat terjadi rotasi atau perpindahan pejabat di daerah. Menurutnya, pergantian pejabat tersebut acap kali diikuti dengan munculnya kebijakan baru dan memutus tatanan layanan yang sudah berjalan.
"Kadang karena rolling pejabat, yang sudah tertata sebelumnya bisa berubah karena ada kebijakan baru. Ini yang menjadi tantangan kita," paparnya.
Wedy menyebutkan, saat ini jumlah anggota IPPAT di Jateng mencapai 2.900-an orang. Dengan skala sebesar ini, dia menilai penyamaan persepsi menjadi satu hal yang krusial agar layanan pertanahan seragam, adaptif terhadap digitalisasi dan memberi kepastian hukum bagi masyarakat.
Memang sebaiknya seperti itu, bukan? Agar semua penafsiran aturan sama, sudah benar jika pemangku kebijakan duduk bersama, agar masyarakat nggak dipusingkan oleh perbedaan regulasi saat mengurus persoalan pertanahan. (Sundara/E10)
