Inibaru.id - Karena memiliki cincin, secara visual planet Saturnus dianggap planet yang paling indah. Namun belakangan, beredar informasi bahwa planet terbesar kedua setelah Jupiter dalam tata surya ini akan kehilangan cincinnya. Tentu saja kabar ini menjadi ramai dibahas netizen, ada yang percaya maupun tidak. Lalu, benarkah kabar tersebut?
Menurut NASA, Saturnus memang akan kehilangan cincinnya yang sebagian besar berupa bongkahan es air dengan ukuran mulai dari butiran debu mikroskopis hingga bongkahan batu berukuran beberapa meter itu. Penelitian soal itu sudah dilakukan sejak tahun 2018 yang dibantu dengan pesawat angkasa tanpa awak: Voyager 1 dan 2.
Hasilnya adalah Saturnus akan kehilangan cincinnya pada tingkat maksimal dikarenakan cincin-cincin tersebut ditarik Saturnus oleh gravitasi. Akibatnya, di planet tersebut terjadi hujan partikel es yang berdebu.
Lebih lanjut, James O'Donoghue dari Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland memperkirakan bahwa "hujan cincin" itu menghabiskan air dari cincin Saturnus. Air tersebut dapat memenuhi kolam renang ukuran Olimpiade dalam waktu setengah jam.
Kapan Saturnus Kehilangan Cincin?
Dikutip dari weather.com, sudah ada penelitian yang menunjukkan sejumlah puing-puing cincin berjatuhan ke planet Saturnus dan memanaskan atmosfernya. Pesawat Luar Angkasa Cassini NASA menemukan antara 400 hingga 2.800 kilogram hujan es yang menghujani Saturnus tiap detik.
Jika hal itu terus berlanjut, cincin-cincin Saturnus mungkin akan lenyap dalam kurun waktu sekitar 300 juta tahun. Meskipun terdengar lama dalam skala waktu kosmik, tapi hal tersebut tetap merupakan waktu yang relatif singkat.
Namun, para ahli astronomi menegaskan bahwa prediksi ini masih perkiraan, karena tingkat kehilangan cincin nggak dapat diprediksi secara pasti. Meskipun ada kemungkinan cincin-cincin tersebut akan hilang dalam 100 juta tahun, Saturnus juga mungkin akan mempertahankan cincinnya selama 1,1 miliar tahun berikutnya.
Variabilitas ini sangat tergantung pada orbit Saturnus yang berlangsung selama 29,5 tahun serta kemiringannya terhadap Matahari. Kemiringan itu memengaruhi radiasi Matahari terhadap partikel cincin dan intensitas 'hujan cincin' di planet itu.
James O'Donoghue, yang memimpin penelitian mengenai cincin Saturnus menjelaskan, "Kami menduga bahwa ketika cincin tersebut berada di sisi yang tidak terkena sinar Matahari, kecepatan hujan cincin akan lambat, sedangkan ketika cincinnya miring menghadap Matahari, intensitas hujan cincin akan meningkat," ujarnya melalui Space.com.
Nah, sudah nggak penasaran lagi kan, Millens? Cincin Saturnus mungkin memang akan lenyap, tapi kejadiannya pada era anak cucu kita nanti. (Siti Khatijah/E07)