Inibaru.id - Kalau bicara soal ancaman lingkungan di Indonesia, banjir dan gempa mungkin yang paling sering terlintas di kepala. Tapi belakangan, ada satu masalah lain yang diam-diam makin serius, yaitu penurunan muka tanah. Fenomena ini bukan cuma terjadi di wilayah pesisir, tapi juga merambah kota-kota besar yang selama ini dianggap “aman”.
Badan Geologi mencatat, sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, mengalami laju penurunan tanah lebih dari lima sentimeter per tahun. Angka ini terdengar kecil, tapi dampaknya bisa sangat besar kalau terjadi terus-menerus.
Bandung Ternyata Terancam
Salah satu contoh paling mengejutkan adalah Bandung dan kawasan Bandung Raya. Kota ini berada di dataran tinggi dan sangat jauh dari laut. Namun faktanya, penurunan tanah di Bandung bisa melampaui lima sentimeter per tahun. Kalau dibiarkan begitu saja, kota ini bisa tenggelam di masa depan.
Menurut Badan Geologi, kondisi ini dipengaruhi banyak faktor. Bandung berdiri di atas endapan danau purba yang tanahnya relatif lunak. Ditambah lagi dengan aktivitas industri, urbanisasi yang pesat, beban bangunan yang makin berat, serta penggunaan air tanah yang masif, tanah pun pelan-pelan kehilangan daya dukungnya.
Masalahnya, faktor geologi tidak bisa diubah. Yang masih bisa dikendalikan adalah perilaku manusia, terutama soal eksploitasi air tanah yang berlebihan.
"Kalau faktor alam, sudah sulit dikendalikan. Kalau mengurangi penggunaan air tanah masih bisa memperlambat penurunan tanahnya," ungkap Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Agus Cahyono Adi sebagaimana dinukil dari Antara, Minggu (21/12/2025).
Wilayah Pesisir Utara Jawa Paling Rentan
Selain Bandung, kalau bicara wilayah yang paling terancam tenggelam, pesisir utara Pulau Jawa masih jadi juaranya. Badan Geologi mencatat penurunan tanah signifikan terjadi di Jakarta Utara, sebagian kawasan pesisir utara Kota Semarang, Sayung di Kabupaten Demak, pesisir Pekalongan, serta Surabaya bagian timur dan utara.
Di wilayah-wilayah ini, penurunan tanah bertemu dengan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim. Hasilnya? Banjir rob yang makin sering dan di beberapa tempat bahkan bersifat permanen. Sebagian daratan sudah berubah jadi perairan, tambak hilang, dan permukiman terpaksa ditinggalkan.
"Rumah saya sudah dua kali saya tinggikan, itu pun dalam beberapa tahun belakangan ikut kena banjir lagi. Kayaknya penurunan muka tanah di sini sudah sangat parah," ucap salah seorang warga Genuk, Kota Semarang, bernama Daryo pada Senin (22/12).
Penurunan tanah bukan sekadar urusan “tanah turun”. Dampaknya merembet ke mana-mana seperti bikin infrastruktur rusak, jalan cepat retak, bangunan miring, hingga sistem sanitasi terganggu. Risiko kesehatan meningkat, biaya perbaikan membengkak, dan kualitas hidup warga akhirnya ikut turun gara-gara hal tersebut. Duh, mengerikan ternyata, ya?
Penurunan di Jakarta Mulai Melambat, Tapi Tetap Waspada
Beda dengan kota-kota yang kita sebutkan sebelumnya, kabar positif justru datang dari Jakarta. Berdasarkan pemantauan GPS beberapa tahun terakhir, laju penurunan tanah di ibu kota disebut mulai melambat, terutama setelah pembatasan penggunaan air tanah. Namun bukan berarti masalah selesai. Beberapa laporan internasional masih menyebut sebagian wilayah Jakarta mengalami amblesan yang cukup signifikan.
Artinya, penurunan muka tanah masih jadi PR besar. Tanpa pengelolaan air yang lebih bijak dan perencanaan kota yang serius, ancaman “kota tenggelam” bukan cuma cerita masa depan, tapi bisa jadi kenyataan. Semoga saja bisa dicegah ya, Gez? (Arie Widodo/E07)
