Inibaru.id - Pertengahan Agustus 2025 lalu, Kardinal Matteo Zuppi yang merupakan Uskup Agung Bologna dan Ketua Konferensi Waligereja Italia, duduk di reruntuhan Gereja Casaglia di Marzabotto, sebentuk kota kecil yang berlokasi sekitar 27 kilometer ke arah selatan-barat daya dari Bologna.
Meski kecil, kota molek ini dikenal luas karena menjadi lokasi memorial tragedi Perang Dunia II. Di kota bersejarah yang penuh dengan bekas luka itulah Zuppi memimpin doa kesunyian yang dramatis.
Selama tujuh jam penuh, dia membacakan satu per satu nama dan usia anak-anak yang tewas dan menjadi korban dalam genosida yang terjadi di Gaza selama hampir tiga tahun. Dalam daftar setebal 469 halaman ini, sebanyak 12.211 nama Palestina dan 16 dari Israel tercatat sejak serangan pertama pada 7 Oktober 2023.
"Kami akan sebutkan nama-nama tersebut satu per satu," seru Zuppi saat memulai vigili atau doa malam, menembus sunyi, menggema sebagai permohonan bersama agar dunia nggak melupakan wajah-wajah kecil itu. "Kami ingin kita mengingat nama mereka, untuk menghormati dan menyelamatkan dari anonimitas."
Pesan yang Menggugah
Vigili ini berlangsung pada 15 Agustus lalu, bertepatan dengan peringatan penting umat Katolik, yakni hari ketika Bunda Maria diangkat ke surga. Dalam ritual tersebut, Zuppi menyematkan satu pesan yang sungguh menggugah.
"Ingatlah mereka. Setiap orang memiliki nama, maka selamatkan mereka dari kehilangan identitasBelasan ribu korban ini bukanlah sekadar angka," sebut kardinal 69 tahun tersebut.
Zuppi sengaja menjadikan Marzabotto sebagai lokasi vigili untuk mengingatkan dunia pada genosida yang juga pernah terjadi di sini pada masa Perang Dunia II. Perlu kamu tahu, dalam upaya melawan Italia, sekitar September-Oktober 1944 pasukan SS Nazi melakukan pembantaian terhadap ratusan warga sipil di kota ini.
Ritual digelar di reruntuhan Gereja Casaglia yang diluluhlantakkan Nazi antara akhir September. Zuppi seakan ingin menegaskan seberapa perlu mengingat korban, betapa kejinya peperangan, dan sungguh krusial sebuah perdamaian.
Doa yang Menegaskan Harapan
Sedikit informasi, sejak serangan Israel pada 7 Oktober 2023, konflik yang perlahan berubah menjadi genosida di Gaza masih berlangsung hingga kini. Kementerian kesehatan setempat memaparkan, korban meninggal di Gaza mencapai 31.045 orang, sedangkan yang mengalami luka sebesar 72.654 orang.
Hampir 70 persen dari korban tersebut adalah anak-anak dan perempuan. Karena alasan inilah Kardinal Zuppi mengundang seluruh masyarakat dunia untuk berkomitmen dalam menemukan atau mengejar jalan menuju perdamaian dengan kecerdasan dan semangat yang lebih besar.
"Di tempat ini penderitaan pernah terjadi dan sejak saat itu selalu menjadi lokasi untuk mengingat semua korban. Maka, (terkait genosida di Gaza) kita bisa mulai dengan gencatan senjata dan menawarkan persyaratan untuk melakukannya," tegasnya.
Ya, Zuppi nggak hanya berhenti pada membaca nama, tapi juga menyerukan langkah konkret seperti perdamaian yang cerdas, penghentian perang, dan perlakuan manusiawi bagi semua. Sosok yang pernah ditunjuk Paus untuk misi perdamaian ini menggunakan doa tersebut sebagai panggilan untuk aksi kolektif.
Dalam sebuah konflik, anak-anak selalu menjadi korban, padahal mereka mungkin menjadi satu-satunya pihak yang nggak bersalah. Maka, saat perang dijadikan sebagai alasan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang, apakah dalih ini relevan? (Siti Khatijah/E10)
