Inibaru.id - Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Kabunet Paripurna Satu Tahun Pemerintahan di Istana Negara Jakarta kembali menyinggung tentang pembangunan megaproyek tanggul laut raksasa a.k.a giant sea wall (GSW) di sepanjang pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, Senin (20/10/2025).
Sebagaimana kita ketahui, GSW memang telah menjadi salah satu proyek strategis nasional. Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan bahwa proyek ini ditujukan untuk melindungi sekitar 50 juta penduduk dari kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim.
“Air laut (di pantura) naik 5 sentimeter tiap tahun. Maka, kami sudah mulai persiapan untuk membangun 535 kilometer tanggul laut di pantai utara Jawa untuk menyelamatkan 50 juta penduduk di wilayah tersebut," tegasnya saat memimpin sidang.
Menurutnya, proyek tanggul laut ini bukan sekadar infrastruktur, tetapi juga upaya untuk melindungi kawasan industri dan lumbung pangan, mengingat 60 persen industri Indonesia saat ini berada di kawasan pantura Jawa.
"Puluhan ribu hektar sawah yang subur juga di situ. Harus kita selamatkan,” tegas Prabowo. "Maka, ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan menjaga ketahanan pangan."
Skema Pendanaan
Proyek ini dilaksanakan secara bertahap dan akan menggunakan skema pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran proyek mencapai 80 miliar dolar AS atau setara dengan Rp1.297 triliun.
“Ini mega proyek vital. Saya tidak tahu Presiden mana yang akan menyelesaikannya, tapi kita harus mulai. Kami akan memulainya,” kata Prabowo, dikutip dari Republika, Selasa (21/10).
Sebelumnya, Prabowo menyatakan bahwa proyek GSW adalah bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Pantura Jakarta menjadi prioritas, lalu diikuti Semarang, Pekalongan, Brebes, dan sekitarnya yang terus-menerus terancam banjir rob.
Kendati diyakini sebagai langkah strategis, mega proyek yang kali pertama mencuat pada 1995 ini sempat ditanggapi sebagian aktivis lingkungan dan organisasi nelayan sebagai solusi yang "setengah matang" karena berpotensi menciptakan masalah baru.
Potensi Kerusakan Lingkungan
Melansir BBC (16/6), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melalui Deputinya, Erwin Suryana, menyatakan, GSW adalah solusi palsu yang nggak menyelesaikan masalah penurunan tanah. Menurutnya, proyek dengan anggaran triliunan itu justru bakal jadi masalah baru yang menyengsarakan masyarakat.
"Merujuk program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development), banyak nelayan yang mengeluhkan hasil tangkapan yang kurang setelah pembangunan tanggul laut di utara Jakarta mulai berjalan," tuturnya.
Baca Juga:
Biar Nggak 'Zonk' saat Merencanakan Destinasi Wisata berdasarkan Testimoni di Media SosialSedikit informasi, GSW di pantura Jawa sejatinya merupakan perluasan dari pembangunan tanggul laut di utara Jakarta yang sudah dimulai sejak 2014 melalui program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Sekitar akhir April 2025 lalu, sebuah survei yang dibuat Destructive Fishing Watch (DFW) menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat pantura Jawa kurang setuju dengan pembangunan GSW, terutama karena kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan hilangnya mata pencaharian nelayan.
“Sebanyak 56,2 persen masyarakat sekarang tidak setuju giant sea wall karena khawatir dampak lingkungan dan mata pencaharian hilang, terutama di kalangan nelayan,” sebut Peneliti DFW Luthfian Haekal.
Industrialisasi Pesisir
Sementara itu, masih mengutip BBC, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, dalam jangka panjang keberadaan tanggul laut itu justru dapat memperburuk banjir akibat menurunnya tanah (land subsidence) yang nggak tertangani.
“Kalau land subsidence-nya tidak dibenahi, temboknya akan turun atau patah seperti yang terjadi di Muara Baru pada Desember 2019,” jelas Elisa.
Pengamat menyoroti bahwa narasi pemerintah yang sebagian besar menekankan tanggul sebagai solusi, justru mengabaikan akar masalah seperti penurunan permukaan tanah di pantura yang banyak diakibatkan oleh eksploitasi air tanah dan aktivitas industri.
Alih-alih membangun GSW di pantura, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), solusinya adalah dengan mengevaluasi kebijakan industrialisasi kawasan pesisir. Karena itulah Walhi mendesak pemerintah agar mengevaluasi izin industri besar di pesisir Jawa sebagai bagian dari solusi.
“Solusinya bukan dengan membangun tanggul laut raksasa, tetapi mengevaluasi dan mencabut berbagai izin industri besar di sepanjang pesisir utara Jawa,” demikian pernyataan Walhi.
Kendati menawarkan visi besar untuk melindungi puluhan juta penduduk, industri, dan lahan produktif, isu perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut di pantura Jawa sebaiknya perlu ditinjau secara menyeluruh, sebagaimana diperingatkan sejumlah pengamat, agar nggak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Buat kamu yang tinggal di wilayah pantura Jawa, kebijakan membangun giant sea wall sudah tepat belum nih, Gez? (Siti Khatijah/E10)
