Inibaru.id – Setelah nggak lagi dipergunakan sejak 1992, bangunan Stasiun Juwana yang ada di Desa Doropayung, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah memang terlihat nggak terawat. Bahkan, kini masyarakat setempat menggunakannya sebagai lapangan bulutangkis dan tempat parkir. Hal ini tentu cukup ironis mengingat bangunan ini sudah eksis sejak 1884 dan punya nilai sejarah tinggi.
Yang tersisa dari kompleks bangunan Stasiun Juwana hanyalah dua buah kantor di sisi timur dan barat. Pada bagian lantai stasiun, nggak ada satu pun keramik yang tersisa. Yang kamu lihat hanya tinggal tanah. Karena cukup lapang, sisi timur stasiun kemudian dipakai sebagai lahan parkir warga setempat, sementara sisi baratnya dipakai sebagai lapangan badminton dan tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Warga setempat, Edi Supriyanto menyebut warga tahu kalau tanah dan gedung yang dulu dibangun oleh perusahaan Hindia Belanda Semarang – Joana Stoomtram Maatshappij (SJS) punya nilai sejarah tinggi dan dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia. Tapi, daripada terbengkalai, nggak ada salahnya dipakai untuk keperluan lain.
“Seingat saya, dulu ada empat rel di stasiun ini. Rel pertama untuk kereta ke arah Kudus, yang kedua ke arah Tayu, ketiga Rembang, itu kereta barang dan pedagang,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Detik, Minggu (13/8/2023).
Sayangnya, saat Edi masih SD, tepatnya pada 1984, stasiun tersebut nggak lagi dioperasikan. Padahal, dia masih ingat betul kalau kereta dulu jadi alat transportasi umum yang sangat diandalkan warga Juwana. Dia sendiri pernah naik kereta untuk pergi ke Solo dengan keluarganya.
“Waktu kecil saya dan mbah naik kereta api ke Solo, sekitar 1970-an. Itu naik kereta dapat susu. Jalurnya ke Tayu dan Semarang dulu. Gerbong keretanya campuran ada yang untuk penumpang dan ada yang barang. Gerbong barang di sambungan terakhir,” lanjutnya.
Apa yang dikatakan Edi sesuai dengan fakta sejarah yang menyebut masa emas PJKA memang ada di dekade 1970-an. Saat itu, banyak jalur-jalur kereta yang pada masa penjajahan dioperasikan oleh SJS tetap berfungsi dengan baik. Sayangnya, setelah masa tersebut, eks jalur-jalur SJS ini mulai bertumbangan.
Jalur Juwana - Tayu ditutup pada 1975. Sebelas tahun kemudian, jalur Kemijen – Rembang ikut tumbang. Stasiun Juwana pun akhirnya benar-benar berhenti beroperasi setelah jalur Rembang – Blora serta Wirosari – Kradenan ditutup.
Salah seorang perangkat desa Doropayung Saleh mengaku sangat prihatin dengan kondisi Stasiun Juwana yang mengenaskan. Padahal, kantor masinis, gudang, hingga bengkel keretanya masih ada. Dia pun berharap pemerintah menjadikannya cagar budaya atau tempat wisata sejarah.
“Kalau bisa direaktivasi jalurnya sehingga ada lagi angkutan massal ke arah Surabaya dan Semarang, tentu lebih baik. Tapi kalau nggak bisa, setidaknya bisa ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, jadi bangunan Stasiun Juwana bisa terawat dan jadi kenang-kenangan bagi anak cucu kita,” pungkas Saleh.
Yap, semoga saja Stasiun Juwana segera mendapatkan perhatian pemerintah dan PT KAI, ya, Millens? (Arie Widodo/E05)