Inibaru.id - Sejak Mei 2020 lalu, banjir rob nggak berhenti menggenangi wilayah pesisir Kota Semarang. Saban pagi, warga setempat harus sibuk berurusan dengan air laut setinggi 30-50 sentimeter yang masuk rumah.
Tiap hari, mereka harus bersiap dengan air yang bercampur dengan sampah. Tiap hari, mereka harus bergegas mengamankan barang-barang yang sebetulnya nggak seberapa, menyisakan kesedihan di mata mereka.
Bagi warga dengan kondisi ekonomi yang baik, mereka lebih beruntung karena sanggup meninggikan rumah mereka timbunan tanah. Namun, hal itu menjadi sebuah kemewahan untuk mereka yang bahkan untuk makan sehari-hari saja kesulitan.
Pasrah adalah kata yang keluar dari mulut-mulut mereka. Sudah basah, mau apa lagi? Dengan mata berkaca-kaca, seorang warga dari Kampung Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara, menyampaikan keluh kesahnya, sembari menunjukkan kondisi rumahnya yang memprihatinkan.
Air memang tampak menggenang di mana-mana. Pekat, bercampur sampah. Nggak sedikit orang yang mengeluhkan gatal-gatal. Bahkan, nggak menutup kemungkinan banjir kali ini menjadi sumber penularan virus corona yang belum juga reda di Kota Lunpia.
Namun, di balik kepasrahan itu, ada warga yang tetap berusaha tegar dan mencoba melanjutkan rutinitas, seolah nggak ada banjir di sekitar mereka. Agar tetap bisa beraktivitas, sejumlah warga bergotong-royong membuat akses jalan dari timbunan tanah. Semuanya disokong dana patungan.
Entah kapan banjir akan surut dan berapa lama lagi mereka akan bertahan dengan kondisi seperti itu. Baik-baik, ya! (Triawanda Tirta Aditya/E03)