inibaru indonesia logo
Beranda
Foto Esai
Minggu, 24 Mar 2024 10:35
Mencari Kata 'Legawa' di Tenda-Tenda Pengungsian Banjir Pantura Demak
Bagikan:
Seorang warga terdampak banjir tetap melaksanakan ibadah salat beralas tikar di Jalan Pantura Demak-Kudus.
Warga Cangkring Rembang gotong royong menyediakan pasokan makanan di dapur umum.
Lauk yang dimasak di salah satu dapur umum Jalan Pantura Demak-Kudus.
Dapur umum menyediakan pasokan makanan sebanyak 2.500 porsi untuk kebutuhan sahur dan berbuka.
Warga melakukan aktivitas seperti mandi, mencuci, dan lain-lain di aliran sungai yang turut tergenang banjir. 
Rumah ibadah seperti masjid banyak yang terdampak banjir dan tidak bisa digunakan.
Area persawahan seperti lautan karena terdampak banjir cukup tinggi. 
Selama mengungsi, baik lansia, anak kecil, hingga orang dewasa, tinggal di tenda alakadarnya di pinggir Jalan Pantura Demak-Kudus.
Seorang anak kecil sedang tertidur pulas di pembatas jalan Pantura Demak-Kudus ditemani oleh orang tuanya.
Pantauan terakhir, ketinggian banjir di Desa Cangkring Rembang, Karanganyar, Demak masih mencapai selutut orang dewasa.

Sudah dua pekan berlalu, banjir di pantura Demak belum juga surut. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Banjir bertubi-tubi yang mendera Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, membuat siapa pun kesulitan mencari kata 'legawa di tenda-tenda pengungsian.

Inibaru.id - Ruas jalur yang sebelumnya hampir selalu ramai dijejali kendaraan-kendaraan berukuran besar telah berganti menjadi deretan tenda pengungsian. Pemandangan itulah yang bakal kamu temukan jika melintas di jalur pantura penghubung Demak-Kudus belakangan ini.

Sejak banjir melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya dalam dua minggu terakhir, jalur mudik utama menuju Jateng bagian timur laut tersebut memang sempat lumpuh total. Warga yang enggan mengungsi ke pusat pengungsian memilih mendirikan tenda alakadarnya di ruas jalur ini.

Pemandangan ini paling kentara terlihat di sekitar Kecamatan Karanganyar. Dampak banjir terbesar memang berada di kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kudus tersebut. Ini menjadi banjir gelombang kedua setelah mereka didera bencana yang sama bulan lalu.

"Rumah kami baru saja dibersihkan (setelah banjir gelombang pertama). Kami juga belum pulih, tapi banjir malah datang lagi," keluh Edi Sumarno saat ditemui Inibaru.id di tenda pengungsian buatannya, baru-baru ini.

Sejak kampungnya didera banjir pada Minggu (17/3/2024), warga Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar ini menolak tinggal di tempat pengungsian yang telah disediakan pemerintah, lalu berinisiatif membuat tenda darurat dari terpal berukuran 4×4 meter di jalur pantura.

Derita yang Terulang

Belum juga berhasil berdamai dengan derita yang menimpanya, Edi dan warga Karanganyar lain harus kembali menelan pil pahit saat tanggul Sungai Wulan kembali jebol dan dengan cepat membuat rumahnya tergenang.

"Seperti banjir pertama kemarin, kami bersama tujuh orang memilih mengungsi ke sini. Mencuci dan mandi pakai air sungai; yang penting kami bisa makan," akunya, lalu tersenyum.

Nggak tampak raut kesedihan di muka Edi. Mungkin sudah mulai legawa. Namun begitu, bukan berarti nggak ada rasa khawatir yang tersisa di antara mereka. Asrofah, Kepala Desa Cangkring Rembang, mengaku nggak bisa menyembunyikan perasaan traumatik atas banjir yang menimpa desanya itu.

"Selama puluhan tahun kami belum pernah dihantam bencana banjir; apalagi ini bertubi-tubi," ungkapnya mengekspresikan kekhawatiran atas bencana yang menimpa kampung halamannya tersebut.

Dua Kali Mengungsi

Dia turut merasakan kepedihan warganya yang terpaksa mengungsi dalam dua bulan terakhir. Untuk membantu korban banjir, Asrofah telah mengeluarkan instruksi untuk menyediakan enam tempat pengungsian dan dapur umum.

"Semua kebutuhan warga selama mengungsi sudah di-cover pakai anggaran APBDes. Insyaallah termasuk akses kesehatan dan lain-lainnya terjamin," tegas perempuan 45 tahun ini. "Namun, nggak dimungkiri bahwa kami menderita kerugian materi cukup besar."

Dia mengatakan, banjir telah memporakporandakan rencananya untuk berinvestasi lebih pada dunia pertanian. Menurutnya, hal serupa juga pasti didera warganya yang sebagian besar adalah petani, yang tentu saja akan mengalami kerugian materi sangat besar jika lahan garapannya tersapu banjir.

"Kami mencatat, ada sekitar 700 lahan pertanian yang dipastikan bakal gagal panen akibat bencana ini," tukasnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

Petani yang Paling Merugi

Pertanian menjadi sektor dengan dampak paling signifikan dari banjir di Demak. Akibat bencana ini, area pertanian di Desa Cangkring Rembang seperti lautan lantaran terendam banjir setinggi 2-3 meter. Nur Sadi, salah seorang petani, mengatakan banjir pertama datang saat mau panen, sedangkan yang kedua ketika baru mau tanam.

"Kalau dihitung-hitung, kerugian sawah milik sendiri sekitar Rp5 juta, sedangkan sawah dari hasil lelang bisa lebih dari Rp12 juta," jelasnya.

Lelaki yang arkab disapa Sadi itu sehari-hari menggarap sawah milik orang tuanya. Jika harga gabah sedang bagus, sawah seluas satu hektare yang digarapnya bisa menghasilkan keuntungan kotor Rp20-25 juta sekali panen. Namun begitu, dia enggan terus meratapi nasib buruk yang menimpanya.

"Pekerjaan apa pun ada risikonya," simpulnya, mencoba optimistis. "Ada sebagian kecil padi yang masih bisa dipanen, meski sisanya rusak dan hitam. Nggak layak dikonsumsi manusia, tapi bisa buat ternak."

Saya tahu, begitu sulit mencari kata "legawa" dalam kondisi pasca-banjir bertubi-tubi seperti ini. Jika menjadi warga Demak, saya pun nggak menjamin akan sekuat mereka. Namun, dari raut muka mereka, saya percaya tengah mencoba sekuat tenaga untuk bilang: kami sedang berusaha! (Fitroh Nurikhsan/E03)

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved