Inibaru.id - Pagi itu, Sabtu (30/11), tepat pukul 10.00, saya tiba di Sendang Gayam, sebuah mata air yang tersembunyi di wilayah Kalialang Baru, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.
Udara dingin menguar dari rimbunnya pepohonan yang mengelilingi sendang, seolah mengisyaratkan bahwa saya sedang memasuki wilayah yang masih dijaga dengan baik oleh alam.
Bertajuk Nguber Sumber, acara ini digagas oleh Ikhwan Syaefulloh, pendiri pesantren kontemporer Santrendelik Semarang, yang berkolaborasi dengan Inibaru.id.
Seperti judulnya, misi kami adalah mengejar (nguber) mata air (sumber) yang terlantar, sekarat, dan mulai surut, untuk diselamatkan. Terdengar sederhana, tapi begitu mendalam artinya bagi kami.
Memulai dengan Membuka Jalan
Menuju Sendang Gayam bukanlah pekerjaan mudah. Kami harus memulainya dengan membuka akses jalan setapak yang tertutup ilalang dan tanaman liar, yang ukurannya bahkan sebagian lebih tinggi dari tubuh saya. Di sisi kiri dan kanan kami rumpun bambu menjuntai, batangnya berderit ditingkah angin, membunyikan siulan yang terasa syahdu di telinga.
Sukarelawan yang membawa arit berjalan di depan, melangkah sembari menebas ilalang agar kami nggak kesulitan melaju. Sisanya, yang membawa peralatan bersih-bersih, mengikuti dari belakang. Ikhwan mengatakan, hari itu agenda kami memang hanya akan membuka jalan dan bersih-bersih secukupnya.
“Ini konsepnya bukan cuma cari mata air, tapi juga ngecek apakah kondisinya baik atau butuh restorasi. Kalau memang area sekitar mata air kotor, ya kita bersihkan,” ujarnya.
Sepanjang perjalanan, dia bercerita tentang filosofi “nguber sumber” yang tak sekadar perkara menemukan mata air, tapi juga menyadari pentingnya hubungan manusia dengan alam.
Tak butuh waktu lama hingga kami akhirnya menemukan tembok yang memagari area sendang, yang tertutup rerimbunan ilalang, pohon besar, dan tumbuhan bambu. Mata air itu airnya jernih, hanya area sekitarnya yang kurang terawat; tertutupi daun bambu dari mulut hingga bagian dalam sendang.
Untungnya, kondisi Sendang Gayam masih terjaga. Tumbuhan besar seperti jati, pohon buah, dan bambu menjadi penjaga setia mata air ini. Kami pun membersihkan area sekitar, memangkas ilalang yang meninggi dan membersihkan sampah yang mengganggu.
Mata Air yang Mengairi Lima Wilayah
Tatik, seorang warga Kalialang Baru yang rumahnya tak jauh dari sendang mengungkapkan, mata air ini mengairi lima desa, termasuk Kalialang Baru. Masyarakat memanfaatkannya untuk minum, mencuci, memasak, dan lain sebagainya.
“Sudah sejak lama, debit air di Sendang Gayam tak pernah berkurang. Bahkan, saat musim kemarau panjang, airnya tetap melimpah,” ujarnya dengan senyum hangat.
Saya perhatikan, memang ada pipa-pipa sederhana yang terpasang di sekitar sendang. Dari sinilah sepertinya air dialirkan ke rumah warga. Sistemnya sederhana, tapi cukup menjadi bukti nyata bagaimana alam dan manusia saling bergantung
Tatik menuturkan, sekurangnya setahun sekali warga bergotong royong untuk membersihkan sendang tersebut.
"Meski tidak sering, tapi kami rutin bersihkan, karena kami bergantung pada sendang ini," akunya.
Langkah Kecil yang Harus Dimulai
Perlu kamu tahu, dari seluruh air di bumi, 97 persen di antaranya adalah air laut yang asin, sisanya air tawar. Sebanyak 3 persen yang tersisa itu, sebagian besar tersimpan dalam bentuk es di kutub dan gletser. Sementara, yang benar-benar kita manfaatkan nggak lebih dari 1 persen.
Fakta ini membuat saya tersadar betapa berharganya sumber mata air seperti Sendang Gayam ini. Di tengah ancaman penggundulan hutan dan perubahan iklim, mata air adalah harta berharga penopang kehidupan yang wajib dijaga.
“Kalau kehilangan mata air, kita sebenarnya kehilangan harapan,” ujar Ikhwan yang seketika membuat saya termenung.
Maka, saya memandang Nguber Sumber adalah langkah penting yang harus dilakukan; sebuah ajakan untuk peduli, lalu bertindak dan bergerak bersama. Nantinya, gerakan ini akan meluas, dari membuka akses jalan menuju sendang hingga menanam pohon, bahkan menjaga hutan di sekitarnya. Bukan nggak mungkin juga ke depan kita akan berkolaborasi dengan masyarakat sekitar untuk hidup berdampingan dengan mata air yang menghidupi mereka.
Menanam pohon, menjaga hutan, hingga membersihkan sendang seperti yang kami lakukan hari itu, adalah langkah kecil dengan harapan membawa dampak besar. Menjaga mata air berarti menjaga kehidupan generasi mendatang, memastikan bahwa mereka masih bisa menikmati air yang sama seperti kita hari ini.
Ketika semua pekerjaan selesai, saya kembali duduk di tepi sendang, membiarkan kaki menyentuh air yang dingin itu. Sekali lagi, saya terpikir betapa setianya Sendang Gayam ini, mengalirkan kehidupan tanpa pilih kasih. Airnya yang bening seakan menjadi cermin, mengingatkan manusia untuk terus menjaga apa yang menjadi sumber kehidupan.
Hari mulai beranjak siang ketika kami menyelesaikan semua kegiatan. Langit biru cerah dan suara burung menjadi pengiring langkah kami meninggalkan sendang. Dalam hati, saya berjanji untuk kembali lagi, bukan hanya untuk menikmati ketenangan alamnya, tapi juga untuk terus belajar dari filosofi sederhana yang menjadi inti dari Nguber Sumber, bahwa menjaga mata air adalah menjaga masa depan. (Ike Purwaningsih/E03)