Inibaru.id - Pabrik Hio Swa itu bukan berada di sebuah komplek Tionghoa, atau di perkotaan. Namun di Desa Waru, Mranggen, Kabupaten Demak, yang lebih kental dengan agama Islam. Hio Swa sejauh ini lebih akrab bagi mereka yang menganut kepercayaan Kong Hu Chu atau Hindu.
Saya mencoba melihat bagaimana proses pembuatan Hio Swa di desa ini. Nama pemiliknya adalah Muhammad Khundhori. Ternyata usaha ini sudah turun temurun. Dia meneruskan usaha sang ayah, Suparno, yang merintis tempat produksi hio ini sejak 1991.
“Bapak dulu bekerja di orang Tionghoa,” kata Khundhori pada Kamis (4/2/2021).
Begitu saya sampai tampak Mamat dan Yoyon sedang menjemur Hio Swa yang sudah diwarnai merah. Kelangkaan sinar matahari karena curah hujan yang tinggi turut mempengaruhi produksi.
“Agak sulit kering ini,” ujarnya Mamat.
Khundhori membuat Hio Swa di belakang rumah. Nggak ada mesin-mesin canggih di sini. Dia memproduksi hio secara manual. Bisa dibilang cara ini sudah banyak ditinggalkan. Kebanyakan produsen hio sudah menggunakan mesin.
Pelanggan Khundori banyak dari Semarang. Dia lebih banyak membuat untuk toko-toko. Namun nggak jarang juga membuat untuk sebuah keluarga atau kelenteng.
Biasanya, pelanggan Khundhori membeli sebanyak 50 kg. Isinya kira-kira 500 batang, Millens.
Saat saya lihat, Khundori memproduksi cukup banyak hio swa
kendati menurutnya juga, ini nggak sebanyak sebelum pandemi. Larisnya pelanggan
itu tentu dibarengi juga dengan kualitas produk yang selalu dia jaga, saya pun
diberi tahu bagaimana urut-urutan memproduksi hio swa-nya.
Bahan Serbuk Kayu Jati
Bagian penting dari pembuatan hio swa adalah pada serbuk kayu jati yang dilumuri ke batang bambu. Khundhori tentu nggak sembarangan memilih serbuk kayu ini, dia mengambil dari bekas kayu impor.
“Serbuk kayu ini nantinya jadi bagian yang membuat hio swa tetap menyala dalam jangka waktu yang panjang,” jelasnya.
Serbuk jati tadi diaduk dengan tepung lengket dalam satu wadah. Kemudian agar menyatu dicampur dengan air.
Setelah diaduk dalam beberapa waktu, adonan serbuk kayu tadi dikepalkan ke batang-batang bambu. Jika sudah terkumpul dalam jumlah yang banyak lantas dijemur.
“Kalau musim hujan begini kami pakai oven biar pengeringan nggak lama,” ucapnya.
Yap, oven adalah solusi. Ovennya pun bukan memakai tenaga listrik. Bentuknya serupa rumah-rumahan yang ditutupi dengan asbes. Di dalamnya ada sekat-sekat kayu yang sengaja dibikin untuk menempatkan hio swa.
Pengeringan selesai, hio swa memasuki tahap pengecatan. Ada dua jenis pengecatan, disemprot dan dicelupkan. Semua punya harga dan kualitas masing-masing.
“Pengecatan ini juga punya peran penting karena yang akan memberi aroma pada hio swa,” tutur laki-laki ini.
Setelah pengecatan selesai, hio swa dijemur lagi agar catnya melekat kuat. Biasanya butuh waktu sehari sampai dua hari penjemuran. Namun kalau musim hujan seperti ini, bisa sampai tiga hari.
Nah, jadi seperti itulah pembuatan hio swa, Millens. (Audrian F/E05)