Inibaru.id – Beberapa tahun lalu saat masih kuliah, Heru Sulistyono sempat tertegun dengan punggung bukit di belakang kos-kosannya yang ada di kawasan Genuk Krajan, Kota Semarang. Pasalnya, yang dia lihat sampai puncak adalah rumah-rumah yang saling berdesakan.
Pemandangan ini tentu sama sekali berbeda dengan perbukitan hijau di dekat rumahnya yang ada di kawasan pedesaan yang ada di Purbalingga, Jawa Tengah. Sayangnya, karena kesibukan, keinginannya untuk menyusuri gang-gang kecil di sana nggak pernah dia lakukan hingga waktu wisuda tiba.
Untungnya, pada libur panjang May Day kemarin, dia ada kesempatan untuk main ke Kota Semarang. Salah satu hal yang dia lakukan adalah mewujudkan hal yang dulu nggak sempat dia coba, yaitu menyusuri gang-gang kecil di kawasan perbukitan Genuk Krajan.
“Vibes-nya kan mirip seperti favela di Rio de Janeiro gitu kan, ya? Cuma versi khas Indonesia. Makanya, saya tuh penasaran dengan seperti apa rupa perkampungan yang ada di gang-gang sempit itu, atau sespektakuler apa pemandangan yang bisa dilihat dari jendela rumah-rumah itu,” crita Heru pada Minggu (4/5/2025).
Setelah turun di halte bus BRT Trans Semarang di Taman Singosari, Heru yang sudah siap dengan kamera dan botol minuman langsung menyeberang ke Jalan Genuk Krajan yang ada di sisi barat bekas kawasan Wonderia. Sempat mampir ke bekas kosnya di Gang Genuk Krajan 4, Heru balik lagi untuk memasuki Genuk Krajan 1.
“Di depan gapura gang Genuk Krajan 4 ada patung singa yang konon merupakan ornamen batu nisan Tionghoa. Dulu diceritain ibu kos kalau kawasan perbukitan sini pada zaman dahulu adalah kuburan Tionghoa yang besar,” lanjutnya.

Setelah menyusuri jalan di sebelah sungai kecil, Heru sedikit bergeser ke kanan menyusuri Gang Genuk Karanglo. Dari situlah, di sisi kanan dan kiri tempat dia berjalan, rumah-rumah terlihat seperti bertumpukan mengikuti kontur bukit dengan kemiringan yang ekstrem.
Setelah melewati Balai Serba Guna, lorong Genuk Karanglo terbelah menjadi dua. Jalur searah. Heru yang berjalan kaki memilih gang di sisi kanan yang sebetulnya hanya boleh dilalui kendaraan yang berlawanan arah dengan dirinya.
Dia memilih rute tersebut karena akan berbelok ke kanan, mengikuti jalur yang terus menanjak hingga tiba di Gapura Pelangi RT 4 RW 8.
Dari situ, dia kembali berbelok ke kanan, sedikit menuruni bukit, kemudian kembali naik tangga yang cukup curam dan mustahil dilewati sepeda motor. Di atas puluhan anak tangga itulah terbentang jalan yang persis berada di tepi tebing.
Heru lanjut berjalan ke arah timur laut menyusuri jalan tersebut, lalu menemukan pemandangan yang selama ini dia bayangkan sejak kuliah.
“Persis di pinggir jalan itu, dipasang tembok pembatas dengan sebagian di antaranya dibentuk seperti tempat duduk. Warga setempat bisa duduk-duduk di sana saat sore sembari mengobrol atau minum teh. Pemandangannya luar biasa, perbukitan yang dipenuhi rumah di Genuk Krajan, hingga Kota Semarang Bawah yang luas. Masjid Agung Jawa Tengah sampai kelihatan dari kejauhan,” ungkapnya.
Dia pun duduk sembari menenggak minuman yang dia bawa di tasnya. Sesekali, Heru mengambil foto dari pemandangan yang menakjubkan tersebut.
Setelah puas merekam pemandangan itu di memori otaknya, Heru memilih untuk turun menyusuri tangga kecil di antara rumah warga, dengan tujuan kembali ke Genuk Karanglo yang persis di sebelah Balai Serba Guna.
“Sempat kepikiran, wisata menyusuri gang di sini kira-kira bisa laku nggak, ya? Tapi karena saya nggak tinggal di Kota Semarang, sulit untuk memulainya. Padahal, pemandangannya luar biasa,” pungkas Heru.
Yap, siapa sangka, di kampung Genuk Krajan yang sekilas biasa saja itu, terdapat pemandangan luar biasa. Terpikir untuk wisata jalan kaki menyusuri gang dan tangga-tangga curam di sana, Millens? (Arie Widodo/E10)