Inibaru.id – Bagi mata yang terbiasa dengan kemegahan Candi Prambanan atau keramaian Tebing Breksi, Situs Arca Gupolo di perbukitan Sambirejo, Sleman, Yogyakarta, mungkin terasa seperti bisikan. Tapi, percayalah, di balik keheningan Gunungsari, tersembunyi sebuah warisan Hindu kuno yang energinya tak kalah kuat, sebuah jejak peradaban yang menghubungkan mitos lokal dengan ajaran Siwa.
Situs Arca Gupolo, yang berada tak jauh dari Candi Ijo dan Candi Barong, adalah monumen batu yang membeku di tengah rimbunnya hutan, tepat di ketinggian 195 meter di atas permukaan laut.
Ia bukan candi megah, melainkan sebuah kompleks arca yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya, menjadi saksi bisu perkembangan agama Hindu di Dataran Tinggi Siwa pada masa Mataram Kuno.
Sosok Agastya Sang Mahaguru
Jantung situs ini adalah arca batu monolit berukuran raksasa yang oleh penduduk setempat dijuluki Gupolo. Secara harfiah, gupala sering diartikan sebagai arca raksasa penjaga pintu. Namun, dari studi ikonografi yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, arca setinggi dua meter ini diidentifikasi sebagai perwujudan Resi Agastya.
Agastya adalah sosok suci yang dihormati dalam tradisi Hindu, dikenal sebagai simbol kebijaksanaan, kesucian, dan Mahaguru. Kehadirannya di kompleks candi melengkapi pantheon dewa-dewa Siwa, biasanya ditempatkan di sisi selatan.
Di Situs Gupolo, arca Agastya digambarkan berjanggut lebat, berperut buncit (tundila), mengenakan jatamakuta, dan memegang senjata Trisula yang menjadi lambang Dewa Siwa. Hingga kini, reliefnya masih terlihat jelas pada sandaran arca. Keberadaan arca ini bahkan dikaitkan dengan tokoh Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang disebut dalam Prasasti Pereng (863 M).
Nama "Gupolo" sendiri menjadi titik temu akulturasi. Selain merujuk pada Agastya, cerita tutur masyarakat setempat memiliki versi yang lebih dramatis: Gupolo adalah nama patih dari Raja Ratu Boko. Patih ini dipercaya sebagai sosok yang mencoba mengubur Bandung Bondowoso di Sumur Jalatunda setelah ia membunuh Raja Boko. Mitos lokal yang kuat ini menunjukkan betapa situs ini telah menyatu dengan legenda populer di sekitarnya.
Di situs ini, selain arca Agastya, ditemukan pula tujuh arca dewa Hindu lain dalam posisi duduk (kebanyakan sudah tidak berkepala), serta sebuah arca Ganesha berukuran besar. Keberadaan mata air jernih berupa sumur yang tak pernah kering di dekat situs semakin menambah aura mistis dan spiritualnya.
Situs Arca Gupolo bukan sekadar tumpukan batu kuno, tetapi perpaduan apik antara fakta sejarah (Agastya), keyakinan masyarakat (Gupolo), dan lanskap alam perbukitan. Ia mengajarkan satu hal: sejarah di Yogyakarta tidak selalu ditemukan dalam kemegahan, tetapi sering bersembunyi di balik keheningan, menanti siapa saja yang berani menapaki jejak sang Mahaguru yang terpendam.
Menarik ya situs arca yang satu ini? Kamu sudah pernah ke sini belum, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)
