Inibaru.id – Sebelum ada pernikahan, biasanya ada prosesi lamaran. Nah, di hampir semua tempat di dunia, termasuk Indonesia, yang meminang biasanya adalah dari keluarga laki-laki. Kalau di tradisi ngemblok yang ada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, malah sebaliknya, yakni pihak perempuan meminang laki-laki, lo.
Meski terlihat nggak biasa, masyarakat Rembang masih memelihara tradisi ini karena menganggapnya sebagai warisan leluhur yang harus tetap dijaga.
Lantas, sebenarnya seperti apa sih penerapan tradisi ngemblok? Sebenarnya, sih mirip dengan tradisi lamaran biasa. Pihak keluarga perempuan membawa berbagai barang, makanan, dan minuman dalam jumlah banyak. Jadi, barang-barang ini seperti jadi pengikat kepada laki-laki yang dilamar, Millens.
Yang menarik, kalau kemudian ngemblok ini gagal untuk dilaksanakan sehingga pernikahan urung untuk dilakukan. Pihak laki-laki mau nggak mau harus mengembalikan barang-barang tersebut. Kalau banyak yang sudah sampai dipakai, pasti ribet, ya?
Awalnya, ngemblok yang dilakukan masyarakat yang tinggal di Kecamatan Rembang dan Kecamatan Sarang. Namun, lama-kelamaan warga kecamatan lain seperti Sluke, Sedan, dan Kragan juga melakukannya hingga sekarang.
Tahapan Tradisi Ngemblok
Tradisi ngemblok ini terdiri dari beberapa tahapan, yakni nakokake alias menanyakan, nontoni atau yang berarti melihat, dan yang terakhir adalah ngemblok itu sendiri. Jadi, pihak pelamar, dalam hal ini keluarga perempuan juga bisa bertanya terlebih dahulu ke keluarga laki-laki apakah mau untuk dilamar dan menjalaninya atau nggak, Millens.
Kalau sudah setuju, maka sejumlah persiapan pun bisa dilakukan beberapa hari sebelum pihak keluarga perempuan dan keluarga lelaki bertemu. Yang pasti, sejumlah barang layaknya jajanan, makanan, buah-buahan, minuman, dan bahan-bahan pokok lainnya harus wajib dibawa.
Yang menarik adalah alat transportasi yang dipakai untuk membawa barang-barang tersebut. Kalau masih mengikuti tradisi, maka barang-barangnya adalah dokar, becak, atau jika masih jarak dekat, dibawa oleh pihak keluarga atau kerabat terdekat. Kalau jaraknya cukup jauh, juga bisa kok dibawa dengan kendaraan bermotor.
Namun seiring dengan waktu, ada sejumlah bawaan yang diganti. Misalnya nih, jika dulu yang dibawa adalah minuman limun, kini diganti dengan minuman bersoda yang lebih banyak dicari.
Sanksi Sosial Jika Tradisi Ini Gagal Dilaksanakan
Oya, sebelumnya kita sempat membahas soal kemungkinan tradisi ngemblok gagal, ya, Millens. Kalau sampai begini, bakal ada sanksi sosial berupa rasa malu yang bakal didapat kedua keluarga. Selain itu, pihak keluarga laki-laki harus mengganti berbagai barang yang dibawa sebagai pengikat jika merekalah yang membatalkan tradisi ini. Penggantiannya harus sepadan atau bahkan lebih banyak, lo.
Beda soal kalau yang kemudian membatalkan justru pihak perempuan, pihak laki-laki nggak punya kewajiban untuk mengembalikannya.
Hm, kamu pernah melihat sendiri tradisi ngemblok di Rembang ini, belum, nih, Millens? (Kom/IB09/E05)