Inibaru.id – Tari gambyong merupakan salah satu tari tradisional klasik Jawa yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Tarian ini biasanya dibawakan pada acara-acara besar seperti festival, pameran, atau hari penting lainnya.
Mungkin nggak banyak yang tahu kalau tari gambyong ini dulunya adalah tarian rakyat yang kemudian dibawa ke istana menjadi tarian milik keraton. Hm, kira-kira gimana ya ceritanya? Yuk simak.
Mulanya gambyong merupakan bentuk tarian rakyat yang ditarikan sebagai pengawal dari tayuban atau upacara kesuburan. Jadi, masyarakat dulu akan mempersembahkan tarian ini sebagai undangan kepada Dewi Sri atau Dewi Ratu. Tujuannya, agar Dewi Sri memberkahi sawah dengan hasil panen yang maksimal.
Nah, dulu sebelum dikenal dengan nama tari gambyong, tarian dalam acara tayuban dikenal dengan nama tari tledhek.
Dalam Serat Centhini dijelaskan bahwa tari tledhek merupakan tarian tunggal perempuan yang digunakan sebagai pembuka pada acara pesta untuk menarik penonton. Hal ini sesuai dengan makna tledhek, yang berasal dari kata “ngleledhek” yang artinya menggoda atau mengundang daya tarik.
Diklaim Keraton
Dahulu, para penari tledhek digandrungi banyak orang. Bahkan di istana Mangkunegaran, Surakarta, banyak juga penari Tledhek yang merangkap sebagai penari istana. Salah seorangnya bernama Mas Ajeng Gambyong.
Dia dikenal mahir menari dan memiliki tubuh lentur. Karena kemahirannya, Mas Ajeng Gambyong menjadi pujaan pemuda pada masa itu. Hingga akhirnya Sunan Paku Buwana IV, Raja Surakarta pada masa itu mengundang Gambyong untuk mementaskan tariannya. Sejak saat itu, tarian ini semakin dikenal banyak orang dan menjadi titik awal penamaan tari gambyong.
Lantas, bagaimana tari gambyong menjadi tari Istana? Kalau menurut cerita sih, karena populer di masyarakat, tari gambyong diadopsi lingkungan keraton pada masa Pemerintahan Paku Buwana IX (1861 – 1893). Oleh KRMT Wreksadiningrat, seniman istana yang juga adik Patih dalem Keraton Surakarta R. Ad. Sastradiningrat, tarian tersebut diperhalus sesuai kaidah-kaidah tari keraton.
Nggak berhenti di situ, kemudian pada 1950, tari gambyong mendapat sentuhan baru menjadi lebih baku dari seorang pelatih bernama Nyi Bei Mintoraras, yang kemudian diberi nama gambyong pareanom.
Baca Juga:
Darurat Gandalia, Pemain Tinggal 4 OrangFYI, kemunculan tari gambyong pareanom merupakan awal perubahan bentuk penyajian tari gambyong. Awalnya sifat dari tarian ini adalah kasar, ronggeh (lincah), dan brangsan (pemarah). Sedangkan tari gambyong Pareanom memiliki susunan dan urutan gerak yang harus diikuti penari yaitu alus (halus, lembut), anteng (tenang), jatimika (selalu sopan santun), dan regu (pendiam).
O ya, setelah menjadi lebih baku, koreografi baru tari gambyong pareanom kali pertama dipertunjukkan pada acara pernikahan Gusti Nurul, saudara Mangkunegoro VIII pada 1951.
Ciri-ciri Tari Gambyong
Secara umum, tarian ini memiliki tiga bagian yang disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Tarian ini diiringi menggunakan musik pengiring karawitan gamelan.
Untuk menyesuaikan tarian, busana yang dipakai penari juga telah "diperhalus". Awalnya busana untuk tari gambyong versi rakyat menggunakan kemben yang kemudian diganti menjadi mekak. Warna busana yang digunakan juga bernuansa kuning dan hijau sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan.
Pusat tarian ini adalah pada gerakan kaki, lengan, tubuh, maupun kepala. Tari gambyong pareanom mencerminkan kaidah-kaidah budaya istana yang tinggi, sehingga gerakan yang dilakukan masih mempertahankan sifat kewanitaan yang halus.
Omong-omong kamu pernah melihat tari gambyong belum nih? (Kom, Ind/IB32/E05)