Inibaru.id – Siapa yang nggak mengenal Raden Adjeng Kartini? Tokoh yang sering dipanggil dengan nama Ibu Kartini ini adalah perempuan yang lahir di Jepara pada 21 April 1879. Beliau dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita.
Semasa hidup, Kartini melihat perempuan Jawa terkekang oleh peraturan adat. Perempuan nggak dibolehkan untuk bersekolah, dipingit, untuk kemudian dinikahkan oleh orang yang nggak mereka kenal. Hal inilah yang membuat Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan. Caranya adalah dengan membangun sekolah untuk perempuan.
Baca Juga:
Nasi Bogana, Makanan Favorit RA KartiniSekolah dengan Usia Lebih dari 100 Tahun
Salah satu sekolah yang berdiri berkat perjuangan dan pemikiran Kartini adalah SD Negeri Sarirejo di Kota Semarang. Dilansir dari laman Kemenkeu (21/04/21), pembangunan sekolah ini berawal dari pembentukan komite pada tahun 1912 oleh Abendanon dan Deventer. Mereka yang tergabung dalam komiter tersebut adalah orang-orang yang teguh memperjuangkan pemikiran Kartini meski yang bersangkutan sudah meninggal sejak 1904.
Pada 1912 pula, diresmikan Yayasan Kartini yang dipimpin oleh Conrad Theodore van Deventer. Yayasan ini memiliki sumber dana yang berasal dari penjualan surat-surat Kartini dan buku milik Raden Ajeng Kardinah Reksonegoro, adik kandung Kartini.
Dari situlah, Yayasan Kartini berhasil mendirikan sekolah wanita bernama Sekolah Kartini di Semarang pada 1912. Di tahun pertamanya beroperasi, antusiasme perempuan untuk bersekolah di sana sangat besar. Tercatat, Sekolah Kartini menampung hingga 112 siswi. Jumlah ini terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Menjadi Bangunan Cagar Budaya
Baca Juga:
Menengok Kamar Pingit Kartini di JeparaDikutip pada Kisah Semarangan (08/05/18), sekolah yang kini bernama SD Negeri Sarirejo ini masih memiliki bangunan asli yang berdiri sejak 1912 lalu. Pihak sekolah pun mengusulkan sekolah ini ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya.
Para guru juga pengin nama sekolah dikembalikan ke nama aslinya, yakni SD Kartini. Nama ini dianggap sesuai dengan nama jalan di depan sekolah tersebut yang juga memakai nama sang pahlawan.
Nggak hanya kaya akan nilai sejarah, sekolah ini ternyata juga masih memakai kurikulum pendidikan yang mendukung budaya Jawa. Jadi, jangan heran jika murid-muridnya berkesempatan untuk menjalani praktek membatik dan kegiatan berbudaya lainnya.
Semoga saja Sekolah Kartini yang ada di daerah-daerah lain seperti Madiun, Jakarta, Malang, Cirebon, dan Pekalongan juga tetap terawat sebagaimana yang ada di Kota Semarang, ya, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E07)