Inibaru.id - Jalan Pemuda, tepatnya di depan Balai Kota Semarang telah dipadati ribuan orang pada Minggu (30/4). Sedari pagi mereka telah berkumpul untuk mengikuti Pawai Ogoh-Ogoh dan Karnaval Seni Budaya Lintas Agama. Sebagian dari mereka merupakan peserta, sisanya adalah penonton.
Saya tiba tepat saat para peserta pawai mulai memasuki Jalan Pemuda. Mereka berjalan lengkap dengan segala atribut budaya dan simbol agama yang begitu beragam. Kendati berdesak-desakan, saya juga bisa melihat antusiasme penonton yang berbaris di tepi jalan. Riuh, tapi rapi dan damai.
Dari kejauhan, saya bisa melihat ogoh-ogoh yang dibawa dari Bali tengah diarak. Di belakangnya ada peserta dengan atribut Batak, lalu Semarangan, Tionghoa, dan India yang berjalan berurutan. Mereka semua adalah bagian dari event yang digelar untuk memperingati Hari Raya Nyepi sekaligus HUT ke-476 Kota Semarang.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dalam sambutannya menyebutkan, pihaknya sengaja membuat perayaan dengan event lintas budaya yang melibatkan tokoh lintas agama itu sebagai perwujudan dari bentuk keberagaman di Kota Lunpia.
"Kota Semarang selalu menjunjung pluralisme. Kita harus bersama mengimplementasikan umat beragama yang rukun, guyub, dan saling gotong-royong," terang perempuan yang akrab disapa Ita tersebut.
Ita mengaku terharu dengan kerukunan umat beragama yang terjalin dengan baik di Kota Semarang sejauh ini. Dia senang karena banyak peserta dari lintas agama yang turut serta. Hal itu menurutnya adalah wujud toleransi yang baik di Kota ATLAS.
Setali tiga uang, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang Mustam Aji pun turut merasa bangga karena ada harmonisasi umat beragama yang terjalin di wilayahnya. Menurutnya, upaya untuk merawat keberagaman di Semarang telah berjalan baik.
"Pantas kalau Kota Semarang sering mendapat penghargaan, seperti yang baru saja diterima Bu Wali Kota," kata dia. "Semarang tiga kali berturut-turut mendapat penghargaan 'harmoni' tingkat nasional."
Hal serupa juga diungkapkan perwakilan umat Hindu Wayan Sukarya yang mengakui bahwa toleransi di Semarang cukup bisa diandalkan. Menurutnya, kendati masih ada sedikit pertikaian antarumat beragama, masalah itu dapat segera diselesaikan.
"Percikan-percikan kecil itu hal biasa. Tapi, secara garis besar, Semarang luar biasa," tegas Wayan.
Wayan menilai, Pawai Ogoh-Ogoh yang ditampilkan pada perayaan tersebut bukanlah semata upaya mengenalkan tradisi Bali atau umat Hindu ke Kota Semarang. Lebih dari itu, pawai tersebut adalah sebuah karnaval kebangsaan.
"Kami membuat patung ogoh-ogoh dan menampilkan tarian untuk merayakan beragaman suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia," ungkap Wayan, bangga.
Oya, bagi yang belum tau, pawai ogoh-ogoh biasa dilaksanakan sebelum Hari Raya Nyepi di Bali. Ogoh-ogoh adalah simbol raksasa yang memiliki energi negatif serta menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Wayan menuturkan, ogoh-ogoh umumnya diarak bersama-sama keliling kampung.
"Jadi sebelum menjalankan rangkain Kenyepian, umat Hindu harus disucikan terlebih dahulu dari semua sifat keraksasaan," tuturnya. "Nah, patung ogoh-ogoh itu kemudian dibakar sebagai perlambang agar umat Hindu nggak mengalami gangguan apa pun saat menjalankan ibadah Nyepi."
Kamu yang tinggal di Kota Semarang, kemarin sempat turut serta merayakan keberagaman juga nggak? (Fitroh Nurikhsan/E03)