Inibaru.id - Seperti namanya, Hari Raya Nyepi dijadikan umat Hindu di Bali sebagai momentum untuk berdiam diri. Mereka memperingati Tahun Baru Saka dalam suasana tenang dan sunyi. Masyarakat di sana nggak diperkenankan untuk beraktivitas di luar rumah, dilarang menyalakan lampu, listrik, bersekolah, bekerja, bahkan bicara.
Nah, rupanya merayakan tahun baru Saka dalam ketenangan ini hanya terjadi di Bali. lo. Umat Hindu di belahan dunia lainnya, seperti di India, merayakan dengan penuh keramaian dan kemeriahan. Kamu tahu kenapa?
Yap, umat Hindu di Bali dan kawasan di sekitar Gunung Bromo memperingati Tahun Baru Saka dengan berdiam diri. Sementara umat Hindu di India yang terbagi dalam beberapa aliran justru memunculkan festival-festival pada Tahun Baru Saka. jadi, perayaannya nggak seragam, karena setiap daerah memiliki cara dan tradisi tertentu.
Beberapa festival di berbagai daerah di India di antaranya adalah Perayaan Ugadi di daerah Karnataka Maharashtra, dan Andhra Pradesh; Puthandu di bagian selatan India seperti Tamil Nadu, Kerala, dan Karnadakan; Bohag Bihu di Assam; Pohole Boisakh di kawasan perbukitan Tripur, India; Gudi Padwa di Konkani dan Maharashtra; dan Baisakhi di wilayah India bagian utara.
Kepercayaan Masyarakat Bali
Umat Hindu di negara lain nggak merayakan Nyepi karena tradisi ini hanya berkembang di Bali. Umat Hindu di Bali memiliki sejarah dan budaya yang berbeda dengan umat Hindu di India atau negara lain. FYI, umat Hindu di Bali mengikuti ajaran Hindu Dharma yang merupakan bentuk sinkretisme antara agama Hindu dengan kepercayaan lokal.
Nyepi juga dipengaruhi oleh kalender Saka yang digunakan oleh masyarakat Hindu-Buddha di Indonesia sejak abad ke-8 Masehi. Sementara umat Hindu di negara lain biasanya merayakan tahun baru berdasarkan kalender Vikram Samvat yang dimulai pada tahun 57 SM dan memiliki perbedaan 135 tahun dengan kalender Masehi.
Tradisi Nyepi mulai dikenal sejak abad ke-10 Masehi ketika Raja Airlangga memerintah kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur. Raja Airlangga memiliki dua putra bernama Marakata dan Anak Wungsu. Setelah ayahnya wafat pada tahun 1049 Masehi, Marakata naik tahta sebagai raja Mataram Kuno dengan gelar Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa.
Namun pada tahun 1052 Masehi, dia dibunuh oleh pemberontakan rakyat Wurawari yang dipimpin oleh Erlangga. Anak Wungsu kemudian melarikan diri ke Bali bersama beberapa pengikutnya dan mendirikan Kerajaan Warmadewa di sana.
Dia juga membawa serta kalender Saka dan tradisi Nyepi sebagai bentuk penghormatan kepada ayahnya. Sejak saat itu, tradisi Nyepi terus dilestarikan oleh masyarakat Hindu di Bali hingga sekarang, Millens. (Siti Khatijah/E07)