Inibaru.id - Gundul-Gundul Pacul bukan lagu asing di telinga orang Jawa. Nadanya yang ceria memang cocok dinyanyikan anak-anak saat bermain. Ada yang mengatakan tembang ini diciptakan RC Hardjosubroto, tapi ada juga yang yakin kalau Raden Said atau Sunan Kalijaga yang menciptakannya.
Terlepas dari siapa pencipta tembang dolanan ini, ada makna tersirat dalam syairnya yang sederhana. Eh, kamu ingat liriknya nggak? Yuk, nostalgia sedikit sambil nyanyi ya.
Gundul gundul pacul-cul, gembelengan. (Gundul gundul cangkul, sembrono.)
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan. (Membawa bakul (di atas kepala) dengan sembrono.)
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar. (Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman.)
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar. (Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman.)
Makna Tersirat
Gundul gundul pacul-cul, gembelengan
Gundul adalah kepala botak alias nggak berambut. Kepala merupakan simbol kehormatan dan kemuliaan seseorang. Sedangkan rambut merupakan mahkota yang menjadi simbol keindahan kepala. Bisa dikatakan "gundul" berarti kehormatan tanpa sebuah mahkota.
Pacul merupakan cangkul petani dalam bahasa Jawa. Ia terbuat dari lempengan besi berbentuk persegi. Alat ini merupakan milik petani yang melambangkan orang sederhana. Pacul juga diibaratkan papat kang ucul (empat yang lepas) . Artinya, kemuliaan seseorang akan sangat ditentukan dari empat hal.
Empat hal tersebut; bagaimana dia menggunakan mata, telinga, hidung dan mulutnya. Apabila keempat hal itu lepas, hilanglah sudah kehormatannya.
"Gembelengan" berarti besar kepala alias sombong. Orang-orang "gembelengan" sangat hobi bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Seperti juga banyak pemimpin yang nggak ingat kalau dirinya sebenarnya mengemban amanah dari rakyat.
Bisa ditarik simpulan kalau lirik "Gundul-gundul pacul-cul, gembelengan" bisa berarti seorang pemimpin yang lupa kalau dia sedang memikul amanah rakyat. Dia justru memakai kekuasaan sebagai kemuliaannya, mempergunakan kedudukannya untuk menyombongkan diri di antara sesama dan menyebut kekuasaan itu diraih karena kepandaiannya.
Nyunggi nyunggi wakul kul, gembelengan
"Nyunggi wakul" artinya membawa bakul (tempat nasi) di atas kepalanya. Tapi sayangnya, banyak pemimpin yang lupa kalau dia sedang mengemban amanah penting yaitu membawa bakul di kepalanya.
"Wakul" adalah lambang kesejahteraan rakyat. Di dalamnya terdapat kekayaan negara, sumber daya, dan pajak. Saat seseorang menyunggi bakul, posisi kepala berada di bawah bakul. Seharusnya kedudukan rakyat lebih tinggi dari pemimpin pemegang amanah tadi.
Tapi sayang, banyak pemimpin yang masih "gembelengan". Dengan sombongnya, mereka melenggak-lenggokkan kepala dan bermain-main dengan amanah rakyat.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
"Wakul ngglimpang" berarti bakul di atas kepala jatuh. "Segane dadi sak latar", nasi di dalam bakul berantakan di mana-mana.
Apabila pemimpin "gembelengan", sumber daya akan tumpah ke mana-mana sehingga nggak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan muncul di mana-mana. Nasi yang jatuh ke tanah sudah kotor sehingga nggak akan bisa dimakan lagi. Menjadikan orang sombong tadi sebagai pemimpin merupakan hal yang sia-sia. Gagal sudah dia mengemban amanah dari rakyat.
Bisa ditarik garis besar bahwa tembang ini mengajarkan soal pentingnya menjaga komitmen ketika bekerja. Dalam pekerjaan terdapat amanah yang nggak bisa dibuat main-main. Dirinya harus siap bertanggung jawab.
Hm, kamu setuju nggak dengan makna tersirat ini, Millens? (Ok/IB21/E03)