Inibaru.id – Nggak perlu sampai harus ke Pekalongan, Solo, atau Jogja, untuk mempelajari lebih dalam tentang batik. Kalau kamu tinggal di sekitar Kota Semarang, cukup datang ke Kampung Batik Semarang. Di sana, ada banyak hal menarik yang bisa kamu pelajari.
Kampung Batik bisa kamu temui di Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur. Lokasinya persis di seberang Museum Kota Lama. Jadi, kalau kamu sedang berwisata di Kawasan Kota Lama, jangan pernah lewatkan deh kampung ini.
Konon, kawasan tersebut memang sudah dikenal sebagai sentra kerajinan batik di era kolonial. Bahkan, dulu banyak saudagar batik dari kota-kota lain yang singgah ke sana sebelum memutuskan untuk memasarkan batik ke luar Jawa.
“Pada zaman kolonial, tepatnya 1890-an, di sini jadi lokasi menginap para saudagar batik yang hendak memasarkan batiknya ke luar Pulau Jawa,” ungkap Ketua Paguyuban Batik Semarang Eko Hariyanto seperti dikutip dari Solopos, (28/7/2021).
Korban Kekejaman Tentara Jepang
Selain punya sejarah panjang tentang batik, kawasan ini juga menyimpan sejarah kelam. Dulu, pada 17 Oktober 1945, setidaknya 200 rumah di Kampung Batik Semarang dibakar oleh tantara Jepang. Bahkan, permukiman warga yang ada di Jalan Batik Rejomulyo tanpa ampun diberondong peluru tajam.
Saat itu, Semarang memang sedang dilanda prahara Pertempuran Lima Hari. Untungnya, perjuangan masyarakat Kota Semarang nggak percuma. Pada 18 Oktobre 1945, tantara Jepang berhasil dipukul mundur. Kota Atlas tetap jadi tanah merdeka di bawah negara Indonesia.
Meski kejadian tersebut sudah sangat lama, saksi bisu keganasan Pertempuran Lima Hari di Semarang masih tersisa di Kampung Batik Semarang. Salah satunya adalah sebuah daun pintu yang disimpan oleh Christina Riyastuti di galeri kain batik miliknya. Di daun pintu tersebut, terlihat lubang besar pada bagian tengah atas bekas berondongan peluru tantara Jepang.
“Lubang tersebut bekas peluru senapan tantara Jepang saat Pertempuran Lima hari di Semarang,” ucap perempuan berusia 52 tahun tersebut, dikutip dari Tribun Jateng, Rabu (5/10/2011).
Daun pintu tersebut dulu ada di rumah kakeknya yang memang sudah tinggal di Kampung Batik Semarang. Kala itu, kakek dan nenek Christina terus bersembunyi di dalam rumah agar nggak sampai jadi korban peluru yang terus diberondong tentara Jepang.
Saat itu pula, warga bahu-membahu berusaha memadamkan api yang dikobarkan tantara Jepang untuk membakar rumah warga. Air yang digunakan untuk memadamkan api tersebut berasal dari sumur yang juga masih bisa ditemui di Kampung Batik Semarang.
Kini, setiap tahun warga Kampung Batik Semarang menggelar Tradisi Titiran untuk mengenang kejadian terbakarnya Kampung Batik saat Pertempuran Lima Hari di Semarang. Meski untuk mengenang sejarah kelam, Christina menjamin tradisi ini bakal meriah.
“Beberapa pekan ke depan akan banyak kegiatan,” ucapnya dengan yakin.
Wah jadi penasaran ya seperti apa kemeriahan Tradisi Titiran di Kampung Batik Semarang nanti. Yuk, kita rencanakan datang ke sana, Millens! (Arie Widodo/E10)