Inibaru.id – "Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung" mungkin bisa menjadi petuah yang pas untuk para wisatawan yang berkunjung ke suatu wilayah.
Sebelum melancong, ada baiknya kamu mencari tahu seluk-beluk budaya dan tradisi masyarakat daerah yang akan kamu kunjungi, salah satunya aturan nggak tertulis yang di Lembah Baliem, Papua. Aturan tersebut berupa larangan untuk memotret sembarangan tanpa izin dari orang atau pemilik yang difoto, termasuk mengambil gambar penduduk Suku Dani yang sedang berkoteka.
Aturan lain adalah larangan memotret babi. Perlu kamu tahu, babi adalah peliharaan berharga bagi masyarakat Papua. Biasanya mayarakat Suku Dani akan membiarkan babi berkeliaran di jalan atau permukiman. Nggak heran pemandangan ini jadi hal langka yang menarik untuk dibidik.
Eits, tapi jangan terburu-buru! Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih menjelaskan bahwa wisatawan yang sedang trekking di sekitar Lembah Baliem bebas memotret babi yang berkeliaran.
Namun, beda cerita jika kamu berkunjung ke pasar tradisional dan pengin memotret babi yang sedang diperjualbelikan. Terlebih, yang akan kamu potret adalah anak babi yang sedang digendong. Kamu harus minta izin pada pemiliknya terlebih dahulu.
Kalau pemiliknya nggak memperbolehkanmu memotret babinya, jangan sekali-kali nekat untuk tetap memotret ya! Bisa-bisa kamu diminta untuk membayar babi yang difoto tersebut.
Babi dan Status Sosial
Seekor babi di Lembah Baliem bisa dihargai Rp 30 juta. Nggak heran kalau dihargai begitu tinggi, karena bagi Suku Dani, babi adalah hewan yang bernilai tinggi. Bahkan, berbagai persoalan adat dapat diselisaikan dengan babi sebagai alat denda atau perdamaian.
Nggak cuma diternakkan, babi juga menjadi status sosial para pemiliknya. Semakin banyak babi yang dimiliki, semakin banyak pula yang akan dihadiahkannya dan semakin besar pula pesta yang diselenggarakannya.
HL Peters menulis dalam bukunya Beberapa Bab Dalam Kehidupan Sosial-religius Kelompok Dani (1965) mengatakan bahwa Suku Dani memakan daging babi secara reguler. Mereka juga jarang memotong babi hanya karena pengin memakannya.
Memotong babi biasanya berkaitan dengan peristiwa sosial yang penting, seperti upacara pembakaran mayat, perkawinan, dan upacara inisiasi. Kecuali sakit atau hasil curian, babi harus dikonsumsi sesegera mungkin.
Nah, jadi jangan sembarangan memotret babi saat berkunjung ke pegunungan Jayawijaya ini ya! Bisa-bisa kamu tekor karena nggak tahu adat istiadat penduduk Lembah Baliem! Ha-ha. (Tem/IB27/E03)