Inibaru.id - Lebih dari satu tahun lalu, tatkala kali pertama tinggal di Kota Semarang untuk belajar di salah satu perguruan tinggi negeri, Rafera mengalami sedikit culture shock tatkala membeli makanan.
Selain karena faktor rasa, ada satu hal yang bikin perempuan asli Solok, Sumatera Barat tersebut keheranan, yaitu kulit yang masih menempel pada hampir setiap olahan ayam yang dia beli di warung.
Hal ini bahkan dia temukan tatkala membeli ayam goreng di warung nasi padang murah, tempat makan yang seharusnya menyediakan kuliner dengan rasa yang sudah dia akrabi sejak kecil.
“Di Sumatera Barat, ayam goreng di nasi padang itu ya nggak pakai kulit. Ini kok malah lengkap sama lemak-lemaknya,” ujarnya pada Senin (16/6/2025), lalu tertawa kecil. “Karena nggak terbiasa, aku buang kulitnya dan hanya makan dagingnya. Teman kosku pada akhirnya sering minta kulitnya buat dia makan. Sayang kalau dibuang, katanya."
Nah, ternyata, nggak hanya Rafera yang mengalami culture shock di bidang kuliner ini. Banyak orang Minang lain yang juga merasakannya. Tapi, kepikiran nggak, mengapa sih mereka nggak makan kulit ayam?
Jawabannya ternyata berakar dari budaya dan cara memasak khas Minang.
Soal rasa dan tekstur
Menurut penuturan Rafera, orang Minang memang terbiasa mengolah ayam dengan menghilangkan kulitnya terlebih dahulu, apalagi untuk masakan seperti ayam pop, ayam gulai, atau ayam goreng.
Kulit ayam dianggap mudah lembek dan alot setelah digoreng atau direbus lama, sehingga justru dianggap mengganggu tekstur.
Selain itu, kulit dianggap menyerap banyak minyak atau kuah santan, yang bisa membuat masakan terasa “berat”. Padahal, masakan padang terkenal kaya rempah dan sudah berat dari sananya.
Tingginya kadar lemak ini juga bisa bikin kulit ayam jadi lebih cepat tengik kalau nggak segera dimakan. Maka, menghilangkan kulit ayam dianggap sebagai cara untuk menjaga keseimbangan rasa.
Daging ayam dianggap lebih bersih jika kulit ayam dihilangkan
Sebenarnya, selain kulit, bagian ayam lain seperti usus, paru, hingga ceker nggak dimakan orang Minang karena bagian tersebut dianggap kotor. Makanya, pas membersihkan bulu ayam, kulitnya sekalian mereka buang sehingga bakal lebih mudah untuk membersihkannya.
Menariknya, kebiasaan ini jadi semacam standar tak tertulis. Kalau kamu datang ke rumah makan padang di Sumatera Barat, jangan heran kalau potongan ayamnya terlihat "telanjang" alias putih bersih tanpa kulit. Kalau masih pakai kulit malah dianggap aneh.
Tapi, kenapa di warung nasi padang di luar Sumatera, banyak daging ayam yang tetap berkulit?
Kalau soal ini sih karena faktor menyesuaikan dengan budaya setempat. Di Jawa, misalnya, karena bukan hal aneh melihat ayam goreng dengan kulitnya, pada akhirnya banyak warung nasi padang tetap mengolahnya dengan kulit. Apalagi, banyak pengusaha warung nasi padang juga orang lokal yang terbiasa dengan budaya ini.
"Aku sendiri nggak masalah walau di daging ayamnya ada kulit. Tinggal dibuang saja atau dikasihin ke teman yang justru suka memakannya. Win-win solution," pungkas Rafera.
Unik juga ya? Dari sepotong ayam goreng, kita bisa belajar banyak tentang budaya, kebiasaan, sampai cara memasak orang Minang! (Arie Widodo/E10)