Suasana Warung yang Sederhana dan Bikin Betah

Begitu masuk ke area warung, suasananya langsung terasa Jogja banget: sederhana, hangat, dan jauh dari bising jalan raya. Tempatnya memang kecil, tapi justru itu yang menambah kesan rumahan. Pembeli duduk dengan sabar menunggu pesanan sambil menghirup aroma bumbu yang ditumis di atas tungku arang yang bikin kamu bernostalgia.

Penilaian para pengunjung yang datang pun rata-rata positif. Banyak yang memuji keramahan Pak Uun dan pelayanannya yang gesit, meski harus memasak hingga empat wajan sekaligus ketika sedang ramai-ramainya.

Salah satu keunikan Bakmi Pak Uun ada pada proses memasaknya yang tetap mempertahankan cara tradisional. Wajan panas diletakkan di atas tungku arang, lalu minyak dituang untuk menumis bumbu yang harum. Setelah itu baru ditambahkan daging ayam, air, sayuran, dan mie. Untuk nasi goreng, tahapannya hampir sama. Bedanya, setelah bumbu matang, nasi langsung digoreng hingga warnanya merata.

Teknik memasak ini menghasilkan aroma smokey yang lembut, khas masakan Jawa tempo dulu. Kuah bakmi godok-nya cenderung creamy, gurih, dan penuh rasa. Banyak pelanggan menyebut bakmi di sini terasa semakin nikmat karena menggunakan telur bebek. Pantas saja rasanya begitu kaya dan bikin susah lupa.

"Kuahnya creamy, kematangan mi pas, porsinya juga bikin kenyang," ungkap salah seorang pembuat konten kuliner terkemuka di Instagram @dyodoran.

Menu yang paling populer di sini tentu saja bakmi godok. Versi gorengnya juga tidak kalah sedap, cocok buat kamu yang kurang suka makanan berkuah. Ada juga nasi goreng dengan cita rasa klasik ala kampung. Harga per porsinya mulai sekitar Rp17.000 saja, murah untuk ukuran cita rasa yang bikin pelanggan balik lagi berkali-kali.

Beberapa pengunjung punya rekomendasi personal. Ada yang selalu pesan bakmi godok telur bebek, ada pula yang menyarankan minuman jahe serai sebagai pendamping biar tubuh hangat di malam hari. Kalau mau lebih nendang, teh hangat atau kopi juga cocok menemani makanmu.

Bakmi Palbapang Pak Uun bukan sekadar tempat kuliner karena menawarkan pengalaman dari suasana kampung yang tenang sampai aroma arang yang menguar dari dapur kecilnya. Jadi kalau kamu sedang di Bantul atau lagi kangen cita rasa bakmi Jawa yang otentik, warung ini wajib banget kamu sambangi. 

Ingat, datang lebih awal, ya, Gez, biar nggak kehabisan! (Arie Widodo/E07)

Inibaru.id - Kalau kamu penyuka bakmi Jawa, nama Bakmi Palbapang Pak Uun rasanya wajib masuk daftar kunjungan. Warung kecil yang tersembunyi di tengah permukiman Bantul ini sudah jadi legenda sejak tahun 2000. Meski lokasinya nyempil di Karasan, Palbapang, banyak orang rela “blusukan” demi seporsi bakmi godok gurih yang konon bikin ketagihan.

Warung Bakmi Pak Uun buka setiap hari mulai pukul 17.00 sampai 22.00 WIB. Tapi jangan tertipu jam tutupnya ya karena sering kali dalam tiga jam saja setelah buka, seluruh menu sudah ludes. Banyak food hunter yang sudah mengingatkan: kalau mau dapat jatah, datanglah sebelum malam benar-benar larut.

Meski buka sejak pukul 17.00 sampai 22.00 WIB, terkadang Bakmi Palbapang Pak Uun sudah kehabisan makanan saking banyaknya pembeli yang datang.

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

Salah satu penyebab utama risiko ini datang dari kualitas charger itu sendiri. Banyak charger murah atau palsu yang beredar, dan sayangnya, masih sering kita temui di rumah-rumah.

Charger semacam ini biasanya tidak punya sistem perlindungan arus, panas, atau pemutus otomatis. Jadi saat tetap terhubung ke listrik, ia akan terus bekerja dan menghasilkan panas. Kalau komponennya kurang bagus, panas yang menumpuk bisa memicu kerusakan, bahkan kebakaran.

Selain kualitas, faktor lingkungan juga berpengaruh. Charger yang dibiarkan menancap dan berada di area tertutup, misalnya dekat tumpukan barang atau di belakang furnitur, lebih mudah terperangkap panas. Apalagi kalau ruangan cenderung panas atau lembap, risiko kerusakan pada charger pun semakin tinggi.

Walau jarang terjadi, fluktuasi listrik dan sambaran petir bisa mempengaruhi perangkat yang sedang terhubung ke soket. Charger yang tidak punya pelindung arus bisa rusak seketika saat ada lonjakan tegangan. Dalam kasus ekstrem, korsleting bisa terjadi dan menimbulkan percikan api. Memang bukan sesuatu yang terjadi setiap hari, tapi cukup banyak orang yang baru sadar setelah perangkat mereka gosong duluan.

Peluang Muncul Ledakan Kecil, Tapi Tetap Ada

Tenang, bukan berarti setiap charger yang kamu biarkan menancap bakal “meledak”. Kalau kamu memakai charger asli dari jenama terpercaya, risiko masalah ini jauh lebih kecil. Produk resmi biasanya sudah melewati uji keselamatan dan punya fitur pencegahan panas berlebih. Tapi tetap saja, risiko kecil bukan berarti nol, apalagi kalau chargermu sudah menua, sering jatuh, atau pernah terasa panas berlebihan.

Untuk charger palsu, ceritanya beda. Risiko korsleting atau kebakaran naik berkali-kali lipat karena komponennya nggak dirancang tahan lama. Jadi lebih baik hindari, ya.

Biar nggak waswas, kamu bisa melakukan beberapa langkah sederhana:

Jadi, meski kelihatannya sepele, kebiasaan membiarkan charger tetap menancap tetap punya risiko. Baiknya segera lepas dari stopkontak deh kalau memang sudah nggak dipakai. Setuju, Gez? (Arie Widodo/E07)

Inibaru.id - Kita semua pasti pernah melakukan ini: selesai ngecas, ponsel dicabut, tapi kepala chargernya tetap anteng nempel di stopkontak. Kelihatannya sih nggak masalah. Toh nggak lagi dipakai, kan? Tapi ternyata kebiasaan kecil ini bisa menimbulkan risiko yang jarang kita sadari.

Meski jarang terjadi, ada kemungkinan kepala charger yang dibiarkan terus menancap bisa bermasalah. Tapi, jangan keburu membayangkan munculnya ledakan dramatis seperti di film, ya. Masalahnya biasanya jauh lebih sederhana, tapi tetap berbahaya kalau dibiarkan.

Banyak dari kita yang membiarkan kepala charger terus menancap di stop kontak meski sudah nggak lagi dipakai. Apakah hal ini berbahaya jika dibiarkan?

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

Peresmian dilakukan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Drs Agus Andrianto SH MH bersama jajaran pejabat kementerian, pimpinan Undip, dan perwakilan pemerintah daerah.


Dalam sambutannya, Menteri Agus menegaskan komitmen pemerintah untuk memperluas akses layanan keimigrasian. Dia mengatakan, keberadaan titik layanan di kampus menjadikan pelayanan semakin cepat, responsif, dan dekat dengan masyarakat.

"Saya berharap layanan ini bisa menjadi model bagi daerah lain," sebutnya.

Layanan yang dibuka meliputi penerbitan dan penggantian paspor WNI, BAP paspor hilang atau rusak, pelayanan izin tinggal WNA, serta konsultasi dan informasi keimigrasian.


Usai peresmian yang dilakukan dengan memukul gong, Menteri Agus meninjau ruang pelayanan yang telah dilengkapi ruang tunggu kondusif, sistem antrean terintegrasi, serta petugas yang telah dipersiapkan secara khusus.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Imigrasi Jateng Haryono Agus Setiawan menyampaikan, layanan ini merupakan langkah strategis untuk mendekatkan pelayanan keimigrasian kepada masyarakat.


"Kehadiran layanan ini juga mempermudah mahasiswa asing Undip untuk mengurus izin tinggal, jadi akan mendukung kenyamanan mereka menjalani aktivitas akademik," jelasnya.

Setali tiga uang, Rektor Undip Prof Dr Suharmono SE MSi juga menyambut baik kerja sama tersebut dan menyatakan bahwa Undip siap menyediakan segala fasilitas yang diperlukan agar pelayanan imigrasi dapat berjalan optimal dan mudah diakses.

Campus Immigration Point di Undip diharapkan menjadi percontohan nasional dan mendorong kampus lain menghadirkan layanan publik serupa, terutama di lingkungan perguruan tinggi dengan aktivitas internasional yang tinggi.

Keberadaan layanan ini di kampus menegaskan bahwa Undip memiliki "aktivitas internasional" yang cukup baik. Kampus lain gimana, nih? (Murjangkung/E10)&nbsp;

Inibaru.id - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Semarang meresmikan Campus Immigration Point di Universitas Diponegoro (Undip) pada Senin (1/12/2025) kemarin. Layanan ini menjadi yang pertama di Indonesia, yang memungkinkan pengurusan dokumen keimigrasian langsung di lingkungan kampus.

Dengan hadirnya fasilitas tersebut, mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, di lingkungan Undip bisa mengurus paspor hingga izin tinggal tanpa harus datang ke kantor imigrasi. Hal tersebut juga berlaku untuk masyarakat umum yang bukan merupakan bagian dari Undip.

Layanan Campus Immigration Undip ini menjadi yang pertama di Indonesia dan memungkinkan pengurusan dokumen keimigrasian langsung di lingkungan kampus, sekaligus menegaskan 'aktivitas internasional' yang cukup baik di salah satu kampus terbaik di Kota Semarang ini.

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

Tas rajut buatan tangan dari perempuan kreatif asal Kota Semarang yang sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumah tangga tersebut telah menempuh perjalanan jauh: menembus pasar dunia, menguatkan pejuang kanker, dan membuka ruang pemberdayaan bagi warga binaan Lapas Perempuan Semarang.

"Merajut itu awalnya hanya hobi. Karena anak-anak sudah besar, saya mengisi waktu luang dengan merajut. Saya ibu rumah tangga, ikut suami dinas di daerah terpencil, sehingga memilih fokus mengurus anak-anak," ujar Indah saat ditemui Inibaru.id akhir November lalu.

Indah mengaku belajar merajut secara autodidak sejak 2011. Gurunya adalah internet dan Youtube. Awal-awal berkreasi, dia hanya membuat taplak meja dan dompet kecil. Namun, seiring waktu, keterampilannya meningkat hingga bisa membuat tas rajut sendiri.

Sedikit demi sedikit, dunia rajut yang awalnya hanya pengisi waktu luang justru menjadi peluang. Indah merasa bangkit dan berdaya. Sembari melakoni keseharian sebagai ibu rumah tangga, dia mulai bisa melihat betapa besar peluang bisnis yang tersimpan dalam setiap karyanya.

Pada 2017, ketika sebagian besar pelaku UMKM masih berkutat di pasar lokal, Indah justru sudah merasakan aroma pasar global. Melalui PT Mas di Solo, dia dipercaya mengerjakan produk home decor untuk dikirim ke negara-negara di Eropa.

Sistemnya maklun; perusahaan menyediakan bahan, lalu Indah menangani produksi dan merekrut tenaga kerja yang dia latih sendiri.

Tas rajut buatan Indah merambah hingga Dubai setelah karya-karyanya dua kali lolos kurasi mengikuti pameran BRI UMKM EXPO(RT). Dalam sesi business matching, dia bertemu buyer luar negeri yang kemudian memesan 1.000 tas makram untuk pasar Dubai.

"Semula diminta selesai satu bulan, saya nggak sanggup. Akhirnya dinego jadi lima bulan, per bulan 200 pieces. Saya ngajari orang-orang, mereka ikut mengerjakan," ungkap Indah.&nbsp;

Di antara banyak teknik, tapestri menjadi yang paling dia kuasai karena memungkinkan eksplorasi pola dan gambar. Dari sinilah lahir tas rajut bermotif batik berbahan dasar kulit yang harganya menyentuh angka Rp900 ribu per item.

Namun, di antara deretan pencapaian tersebut, ada satu bab yang paling mengesankan di pikiran Indah, yakni perjalanannya keliling Indonesia mengedukasi cara mengolah plastik menjadi tas rajut, kemudian mendonasikan hasil kegiatannya untuk menguatkan anak-anak penyandang kanker.

"Tahun 2019 itu kan lagi ramainya kampanye pengurangan plastik. Buat saya, plastik itu memang sulit dihilangkan total. Jadi, bagaimana cara mengurangi, bagi saya salah satunya ya diubah jadi tas rajut, karena bisa dipakai selama bertahun-tahun," kata Indah.

Plastik-plastik itu dipotong selebar kurang lebih dua sentimeter, lalu dirajut seperti biasa. Prosesnya memang lebih sulit dibanding merajut benang biasa, tetapi hasilnya kuat dan tahan lama. Namun, karya ini bukanlah produk komersial utama. Dia lebih sering membawanya untuk kampanye reduksi sampah sekali pakai.

Profit memang nggak selalu menjadi tujuan utamanya berkarya. Bahkan, pada pameran ini pun, dia dan temannya sudah sepakat untuk menyumbangkan dana yang terkumpul ke Yayasan Kanker Anak Indonesia sebagai dukungan moral bagi anak-anak yang tengah berjuang melawan penyakit ganas itu.

"Tidak semua hal harus berupa profit. Saya senang kalau apa yang saya kerjakan bisa bermanfaat buat orang lain," lontarnya.

Memberdayakan Warga Binaan Lapas Perempuan

Jiwa sosial Indah terus tumbuh, termasuk dalam berbagi ilmu. Ibu tiga anak itu mengaku akan dengan senang hati membagikannya, termasuk saat mengajari warga binaan di Lapas Perempuan Semarang merajut tanpa meminta bayaran sepeser pun.

"Di Lapas Perempuan itu saya nggak dibayar sama sekali. Murni untuk berbagi ilmu. Kalau ada yang benar-benar tertarik, saya kasih alatnya, saya kasih benangnya. Biar nanti kalau mereka keluar (bebas), bisa melanjutkan yang dia bisa," paparnya.

Warga binaan yang telah diajari Indah juga diberdayakan untuk membantu produksi. Bahan dan desain berasal darinya, lalu mereka mengerjakan sesuai kemampuan dan waktu. Setiap pekerjaan mereka tetap dibayar sebagai tambahan penghasilan dari dalam penjara.&nbsp;

Bagi Indah, menguatkan penyandang kanker dan berbagi ilmu dengan warga binaan adalah dua wajah dari misi yang sama, yakni untuk memanusiakan manusia lewat keterampilan. Merajut baginya bukan lagi sekadar aktivitas tangan, melainkan cara menyalurkan empati.

Saat ini Indah hanya dibantu satu karyawan tetap yang menjaga tokonya di kawasan Sambiroto. Proses produksi sehari-harinya masih dikerjakan sendiri, tetapi jika pesanan membludak, barulah dia melibatkan orang lain.

"Saya nggak menyangka bisa sejauh ini. Saat pandemi Covid-19, saya sempat kena saraf terjepit. Suami menyarankan untuk berhenti dan menjual seluruh benang. Namun, meski sudah didiskon, benang-benang itu nggak laku. Artinya, saya disuruh untuk terus merajut," tukas Indah, lalu tertawa ringan.&nbsp;

Nggak hanya menghasilkan profit, keterampilan merajut Indah juga telah menjalin asa untuk para penyandang kanker dan warga binaan di lapas. Panjang umur ya, Bu Indah! (Sundara/E10)

Inibaru.id - Di bawah tenda pameran UMKM di halaman Balai Kota Semarang, Indah Prihatiningsih, pemilik Ekkyta Collection duduk dengan tenang, tapi jemarinya lincah menari di atas gulungan benang, menuntaskan seutas tali tas yang belum selesai.

Sesekali, perempuan 60 tahun itu juga terlihat mengangkat wajah, menyapa pengunjung yang mampir, sebelum kembali pada ritme rajutannya.

Belajar merajut secara autodidak pada 2011, pemilik Ekkyta Collection, Indah Prihatiningsih, konsisten menyisihkan sebagian keuntungannya untuk anak-anak penyandang kanker; sekaligus mengajari warga lapas perempuan Semarang untuk belajar membuat tas rajut berkelas yang membuat Indah menjelajah pasar global.

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

Sebaliknya, kebun sawit adalah kawasan monokultur. Satu jenis tanaman mendominasi, lantai tanah sering terbuka, dan lapisan ekosistemnya sangat sederhana. Studi yang dikutip The Jakarta Post menegaskan, perkebunan sawit hanya mampu mendukung sebagian kecil spesies hutan. Riset lain yang dipublikasikan ScienceDaily menunjukkan hal serupa. Kebun sawit bukan habitat setara hutan tropis dan sebagian besar spesies nggak mampu beradaptasi di dalamnya.

Hasilnya sudah terlihat di banyak desa sekitar hutan. Semakin sedikit pepohonan asli, semakin sering satwa liar turun ke permukiman mencari makan. Mereka nggak “menyerang”, mereka hanya kehilangan ruang hidup.

Stok Karbon: Hutan Menyimpan, Sawit Membuang

Banyak klaim menyebut sawit “lebih efisien menyerap karbon,” namun para ilmuwan mengingatkan bahwa klaim itu menyesatkan. Menurut Profesor William Laurance yang dikutip Eco-Business, meski sawit tumbuh cepat, total karbon yang disimpan selama daur hidupnya jauh lebih rendah dibanding hutan primer.

Ketika hutan ditebang, karbon yang terkunci selama ratusan tahun terlepas ke atmosfer. Mongabay mencatat, konversi hutan ke sawit terutama di lahan gambut melepaskan emisi dalam jumlah masif. Sawit nggak mampu mengimbangi kehilangan itu, bahkan bisa menjadi sumber emisi baru ketika tanaman tua ditebang dan tanah kehilangan karbon.

Hutan tropis adalah bank karbon raksasa. Sawit hanyalah buku tabungan kecil.

Fungsi ekologis hutan juga nggak berhenti pada keanekaragaman hayati dan karbon. Hutan menjaga kesuburan tanah melalui siklus organik mulai daun gugur membentuk humus, mikroorganisme mengolah nutrisi, dan akar pohon menahan air. Tanah yang sehat membuat debit air stabil, sungai terjaga, dan wilayah terlindungi dari erosi.

Begitu hutan digantikan sawit, siklus itu terputus. Lahan menjadi lebih kering, tanah cepat padat, dan kebutuhan pupuk serta pestisida meningkat. Debit air menurun, longsor dan banjir menjadi lebih sering terjadi, dan suhu kawasan meningkat karena hilangnya kanopi yang meneduhkan.

Di banyak tempat, mata air mati bukan karena kemarau panjang, tetapi karena hilangnya pepohonan hutan.

Beberapa penelitian, seperti yang dirilis University of York, menemukan bahwa menyisakan sekitar 10 persen hutan asli dalam lanskap perkebunan dapat membantu menjaga sebagian kecil karbon dan biodiversitas. Namun angka itu tetap terlalu kecil untuk menggantikan kehilangan ekosistem hutan yang jauh lebih luas. Fragmentasi tetap terjadi, dan fungsi ekologis hutan tetap menurun drastis.

Hutan adalah satu kesatuan. Memisahkannya menjadi potongan-potongan kecil nggak akan membuat ekosistem bekerja seperti sediakala.

Hutan memberikan manfaat yang nggak bisa dihitung hanya dengan angka ekonomi. Ia menjaga air, menopang tanah, menstabilkan iklim, menyediakan habitat satwa, hingga menjadi benteng terakhir keanekaragaman hayati. Sementara perkebunan baik sawit, kopi, maupun karet memberi manfaat ekonomi jangka pendek yang penting bagi masyarakat, tetapi nggak dapat menggantikan kehidupan yang diberikan hutan.

Ketika hutan hilang, yang hilang bukan hanya pepohonan. Kita kehilangan penyangga kehidupan.

Karena itulah, setiap wacana mengganti hutan dengan kebun monokultur harus dilihat sebagai lebih dari sekadar keputusan tata guna lahan. Itu keputusan tentang masa depan, apakah kita ingin lingkungan yang stabil, atau ladang luas yang perlahan mengering. (Siti Zumrokhatun/E05)

Inibaru.id - Di sejumlah daerah, barisan sawit yang rapi dan menghijau sering dianggap sebagai “pengganti” hutan. Dari kejauhan, pemandangannya tampak meyakinkan bahwa pohon-pohon tumbuh tinggi, daun lebat di kanan–kiri jalan, dan hamparan hijau sejauh mata memandang. Namun, poster edukasi lingkungan yang banyak beredar akhir-akhir ini sebenarnya memberi petunjuk penting hutan bukan sekadar deretan pohon. Ia adalah sistem kehidupan yang jauh lebih kompleks, sesuatu yang nggak dapat ditiru oleh kebun monokultur apa pun, termasuk sawit.

Hutan alami menyimpan biodiversitas yang luar biasa. Di dalamnya ada pepohonan raksasa, semak belukar, lumut, jamur, hingga organisme mikro yang hidup berdampingan dalam jaringan ekologis berlapis yaitu kanopi, bawah tajuk, hingga lantai hutan. Satwa liar seperti burung, primata, mamalia kecil, reptil, serangga penyerbuk menjadikannya rumah.

Hutan nggak bisa digantikan oleh kebun sawit atau tanaman monokultur lainnya. Di balik hamparan hijau yang tampak serupa, hutan menyimpan fungsi ekologis yang jauh lebih kompleks mulai dari biodiversitas, penyimpanan karbon, hingga penjaga tanah dan air yang nggak mampu ditiru perkebunan.

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

Dibintangi aktor papan atas Lee Byung-hun (Squid Game) dan Son Ye-jin (Crash Landing on You), No Other Choice mengangkat kisah Man-su, seorang kepala keluarga yang dipecat setelah 25 tahun bekerja di perusahaan kertas. Terhimpit kebutuhan ekonomi, ia nekat mengambil langkah ekstrem, yaitu menyingkirkan pesaing demi mendapatkan pekerjaan baru di perusahaan lain.

Film ini merupakan adaptasi dari novel The Ax karya Donald Westlake, yang kemudian disesuaikan Park dengan konteks Korea modern. Ada sindiran terhadap otomasi, kecerdasan buatan alias AI, hingga betapa kerasnya dunia kerja masa kini. Nggak heran kalau film ini terasa sangat relevan bagi siapa saja yang merasa "digilas" sistem dan perkembangan zaman.

Meski terkenal lewat film thriller seperti Decision to Leave atau Oldboy, Park kali ini mencoba memadukan elemen ketegangan dengan komedi gelap yang cerdas. Beberapa adegan memang terasa konyol. Tapi, untungnya momen-momen semacam ini nggak mendominasi.

Lebih dari sekadar hiburan, No Other Choice juga menjadi refleksi sosial. Film ini menunjukkan bagaimana identitas dan harga diri seseorang kerap kali ditentukan oleh pekerjaan. Dalam kondisi ekonomi yang makin sulit, banyak kelas menengah yang terpaksa merelakan kenyamanan hidup seperti dengan menjual rumah, melepas hewan peliharaan, hingga memutus langganan Netflix.

Dengan durasi 139 menit, film ini mungkin terasa agak panjang untuk ukuran film komedi. Namun, Park Chan-wook berhasil menyajikan cerita yang tajam, menyentil, dan tetap menghibur. Untuk kamu yang merasa capek dengan rutinitas kerja, film ini bisa jadi semacam pelipur lara, sekaligus pengingat bahwa di dunia kerja modern, terkadang memang sulit mendapatkan pilihan atau solusi alternatif.

No Other Choice&nbsp;dijadwalkan akan tayang di bioskop Korea mulai 24 September 2025. Semoga saja ya, nggak lama kemudian film Korea ini bisa dinikmati di bioskop-bioskop Indonesia, Gez. (Arie Widodo/E07)

Inibaru.id – Sutradara kenamaan Korea Selatan, Park Chan-wook, kembali membuat gebrakan lewat film terbarunya No Other Choice. Film bergenre komedi gelap ini sukses memancing decak kagum di ajang Festival Film Venice ke-82, dan berpotensi besar mengakhiri paceklik panjang Korea Selatan di ajang bergengsi tersebut sejak kemenangan Pieta karya Kim Ki-duk pada 2012 silam.

Tayang perdana pada Jumat (29/8/2025) malam (waktu setempat), film ini mendapatkan standing ovation selama delapan setengah menit alias jadi salah satu yang terlama di festival tahun ini. Para kritikus menyambutnya dengan antusias. The Guardian menyebutnya sebagai film terbaik di kompetisi Venice sejauh ini, sementara BBC bahkan menjulukinya sebagai Parasite tahun ini karena kritik sosialnya yang tajam.

Banyak kritikus memuji film Korea 'No Other Choice' karya Park Chan-wook. Kapan ya kira-kira film ini bakal tayang di bioskop?

'No Other Choice', Kala Park Chan-wook Menjabarkan Gelapnya Persaingan Dunia Kerja Masa Kini

Tanpa nama, tanpa kontak, dan tanpa janji lainnya, mereka
hanya melakukan&nbsp;pinky promise. Mereka sepakat untuk kembali
pada tanggal yang telah ditentukan, yaitu 15 Agustus 2025. Sederhana banget
kan?

Sepuluh tahun kemudian, kisah tersebut kembali menjadi
sorotan. Meski pada 2022 muncul halangan karena Stasiun Andong sudah tidak lagi
beroperasi dan ditutup, salah satu dari mereka menulis komentar di sebuah forum
yang intinya bakal tetap memenuhi janji tersebut. Hal inilah yang bikin ribuan
orang di Korea Selatan menanti-nantikan pertemuan kembali tersebut.

Sayangnya, ketika hari yang ditunggu-tunggu tiba, rencana
syuting film dokumenter tersebut terganggu oleh sebuah insiden. Pada 15 Agustus
2025, lebih dari 300 orang berkumpul di Stasiun Andong untuk menyaksikan
pertemuan dua orang tersebut. Tetapi, sebuah ancaman bom iseng dari seorang
anak SMA yang tidak bertanggung jawab menggagalkanya. Berita ancaman bom ini
langsung menyebar di media sosial, dan pihak berwenang pun segera mengerahkan
kepolisian untuk menyisir lokasi.

Syuting yang seharusnya berlangsung pada hari itu dibatalkan
demi alasan keamanan, meskipun banyak penonton yang hadir dengan harapan
tinggi. Pihak berwenang, bersama dengan tim produksi, akhirnya memutuskan untuk
memindahkan acara pada 22 Agustus 2025. Di hari yang sama pula, dokumenter film
ini akan dirillis.

Dalam 3 Days, terungkap bagaimana sebuah janji,
meskipun sepele dan sederhana, bisa menjadi sangat berarti bagi kehidupan
seseorang. Bagi penonton yang mengikuti kisah ini dari awal, pertemuan kedua
tokoh tersebut di Stasiun Andong bukan hanya sekadar pertemuan biasa, tetapi
juga sebuah momen penuh makna yang mengingatkan kita pada pentingnya menghargai
waktu dan kenangan bersama orang lain.

Terungkap pula seperti apa perjalanan 10 tahun kehidupan
dari kedua tokoh dalam film dokumenter tersebut dari awal mereka berjanji
sampai kemudian bertemu kembali. Menarik banget kan untuk diikuti, Gez?

Nah, kalau kamu punya akses untuk menonton film dokumenter 3
Days ini, nggak ada salahnya kok menonton seperti apa pertemuan mengharukan
tersebut. (Arie Widodo/E07)

Inibaru.id – Belakangan ini, film-film dokumenter
cukup banyak yang menarik untuk ditonton. Salah satunya adalah film Korea Selatan
berjudul “3 Days” yang dirilis pada 22 Agustus 2025 ini.

Kisah film 3 Days ini cukup unik dan menarik. Jadi
ceritanya, pada 2015, dua anak muda yang tidak saling mengenal membuat sebuah
janji tak terlupakan. Di Stasiun Andong, mereka berjanji untuk bertemu kembali
sepuluh tahun kemudian.

Film dokumenter Korea Selatan '3 Days' menceritakan janji dua orang yang pengin bertemu kembali pada 2025 setelah terpisah selama 10 tahun.

Film Dokumenter '3 Days' Tayang Sejak 22 Agustus 2025 di Korea Selatan

Maudy patut merasa bangga, sebab film yang bakal tayang dua pekan mendatang itu menjadi salah satu karya yang dinantikan keberadaannya. Sebagai informasi, You Are The Apple of My Eye
adalah remake dari&nbsp;drama Taiwan dengan judul sama yang rilis pada 2011 lalu.

Hingga kini, film versi Taiwan yang dibuat berdasarkan novel
semi-autobiografi dengan judul yang sama buatan Giddens Ko tersebut masih diyakini sebagai salah satu drama bergenre coming of age paling menarik dalam
sejarah.

Sebetulnya, bukan kali ini saja seniman Indonesia turut terlibat dalam proyek film Korea, khususnya untuk mengisi soundtrack. Sebelumnya, lagu kepunyaan grup band asal Bandung, Mocca, juga pernah menjadi bagian dari film Korea&nbsp;Inseparable Brother.

Salah satu lagu Mocca yang berjudul "Happy" pernah menjadi soundtrack film yang dibintangi Shin Hya-kyun, Lee Kwang-so, dan Esom tersebut. Namun, kala
itu bukan Mocca yang menyanyikannya, melainkan ketiga bintang utama dalam film tersebut.

Untuk pemusik Tanah Air yang menyanyikannya, Maudy Ayunda memang yang pertama. Tentu saja ini membanggakan. Terlebih, sejumlah media lokal di Korsel menyebut, "Now Do You" diyakini sebagai lagu yang pas dan bakal cocok banget mewakili keseluruhan film&nbsp;You Are The Apple of My Eye.

“Liriknya bakal mengingatkan kisah cinta pertama dan
membahagiakannya masa-masa sekolah antara Jinwoo dan Seon-ah. Pendengar pasti
bakal bisa merasakan nostalgia,” tulis Lee Jung Choi di Daum.

Alur Cerita 'You Are The Apple of My Eye'

Agak sedikit berbeda dengan versi Taiwan yang menceritakan kehidupan para remaja pada dekade 1990-an,&nbsp;You Are The Apple of My Eye&nbsp;versi Korea akan menceritakan kehidupan anak sekolah pada dekade pertama 2000-an sampai 2010-an.

Alur utama ceritanya bakal berkutat seputar sosok Jinwoo yang diperankan oleh Jung Jin-young bersama teman mainnya yakni Seon-ah yang diperankan oleh Dahyun (Twice), yang menjalani hari-hari semasa SMA.

Gimana gambaran detail ceritanya, tungguin saja tanggal mainnya ya, Millens! Nggak lama lagi kok. Sembari menanti, kamu bisa dengerin sountrack-nya dulu yang sudah rilis. Semoga pencapaian ini juga menjadi kebanggaan buat kita ya!

Kalau sudah dengerin, jangan lupa kasih pendapatmu juga, karena itu juga merupakan bentuk dukungan sekaligus apresiasi!&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Jelang dirilisnya film Korea You Are
The Apple of My Eye&nbsp;di bioskop pada 21 Februari 2025 nanti, kabar mengejutkan
muncul. Diva Indonsia Maudy Ayunda dikabarkan akan mengisi soundtrack film drama tersebut.

Lagu yang dimaksud berjudul "Now Do You". Lagu yang disebut-sebut bakal jadi soundtrack utama ini rilis hari ini, Rabu (5/2/2025) atau dua pekan lebih cepat dibanding penayangan filmnya.

“Aku merasa bangga bisa jadi seniman Indonesia pertama yang
bernyanyi untuk sebuah film Korea. Semoga saja lagunya bisa disukai banyak
penonton di seluruh dunia,” ucap Maudy sebagaimana dilansir dari Daum,
Selasa (4/5).

Siapa sangka, pengisi soundtrack film Korea 'You Are The Apple of My Eye' adalah Maudy Ayunda. Lagunya yang berjudul 'Now Do You' bakal dirilis hari ini, Rabu (5/2/2025).

Keren, Maudy Ayunda Bakal Isi Sountrack Film Korea 'You Are The Apple of My Eye'

Ceritanya, sang pemilik restoran yang sudah terkenal sejak orang-orang belum mengenal media sosial, Moo-ok, resah betul karena anak satu-satunya,
yaitu Ham Moon-seok, justru memilih untuk menjadi seorang biksu. Akibatnya, Moon-seok nggak akan meneruskan bisnis restoran dan nggak bisa memberikan
keturunan di masa depan.

Masalah makin pelik karena Moon-seok yang dikenal sebagai
biksu populer dengan banyak pengikut dikejutkan dengan kedatangan dua orang
anak ke restoran Pyeongmanok yang mengaku sebagai anaknya. Dia takut kalau keberadaan
anak yang tidak dia ketahui sebelumnya ini, apalagi yang terlahir di luar pernikahan
resmi, bakal merusak reputasinya sebagai biksu selebritas.

Tapi, bagi ayahnya, Moon-ok, keberadaan dua orang anak ini
justru membuatnya bahagia. Kini, dia punya harapan bahwa restorannya bakal
diurus oleh keturunannya di masa depan. Moon-ok juga sampai melakukan tes DNA
terhadap dua anak tersebut. 

Tapi, perbedaan sikap antara Moon-ok dan Moon-seok dalam
menanggapi kehadiran dua orang anak inilah yang bikin film jadi punya
kombinasi lucu, seru, sekaligus haru. Lantas, apakah hasil tes DNA memang benar-benar
menunjukkan kalau dua orang anak ini memang keturunan mereka? Kalau yang ini
harus dicek sendiri di filmnya, ya, Millens.

Selain tema cerita yang sudah bisa dipastikan menarik, hal
lain yang bikin About Family layak untuk ditonton adalah latar waktunya di
awal 2000-an. Kalau kamu cermati, masa-masa tersebut sangatlah unik karena
nggak jauh dari masa sekarang, namun teknologinya sangat jomplang dengan masa
kini. Kita pun seperti diseret untuk kembali ke masa lalu yang unik tersebut.

Intinya sih, kalau kamu lagi pengin menonton film yang cocok
buat healing, hangat, seru, sekaligus lucu, About Family bakal
jadi pilihan yang cocok. Segera deh datang ke bioskop, Millens!&nbsp;(Arie
Widodo/E10)

Inibaru.id – Awal tahun 2025 ini cukup banyak film
Korea yang menarik untuk ditonton di Bioskop. Nah, yang baru saja tayang mulai
Jumat (10/1/2025) ini adalah ‘About Family’. Seperti apa sih keseruan dari film
ini?

Disutradarai oleh Yang Woo-suk yang populer berkat film The
Attorney (2013), About Family menceritakan kisah tentang sebuah
keluarga pemilik restoran pangsit legendaris bernama Pyeongmanok. Film ini
dibintangi sejumlah pemeran kelas atas dari Korea seperti Kim Yoon-seok, Lee
Seung-gi, Kim Sung-ryung, dan Kang Han-na.

Di 'About Family', Lee Seung-gi berperan sebagai seorang biksu yang tiba-tiba kedatangan 2 orang anak yang mengaku sebagai anaknya. Seperti apa ya cerita selengkapnya dari film ini?

Haru dan Lucu Berpadu di Film Korea 'About Family'

Film ini banyak memakai sudut pandang dari Yong-Jun yang
diperankan oleh Hong Kyung, seorang pemuda berusia 26 tahun yang nggak punya
bakat apapun dan mengalami quarter life crisis sampai-sampai nggak tahu
harus mencari kerja apa atau berbuat apa dalam hidupnya. Dengan berat hati, dia
akhirnya menerima permintaan orang tuanya untuk jadi pengantar makanan dari
restoran yang mereka kelola. Daripada menganggur nggak jelas, kan?

Nah, tatkala mengantarkan makanan ke sebuah kolam renang di Kota
Seoul, Yong-jun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Yeo-reum
yang sedang menunggu adiknya, Ga-eul, seorang tuna rungu namun atlet renang
berbakat, latihan. Target Ga-eul nggak main-main, Millens. Dia pengin
masuk ke tim Olimpiade Korea untuk berlaga di Olimpiade Paris 2024.

Untungnya, Yong-jun belajar bahasa isyarat saat kuliah. Setelah
saling mengobrol dengan bahasa isyarat, keduanya saling bertukar nomor telepon.
Nah, pendekatan yang dilakukan Yong-jun terhadap Yeo-reum inilah yang bisa
bikin kamu senyum-senyum sendiri sepanjang film, Millens.

Tapi, bukan berarti filmnya hanya soal cinta-cintaan anak
muda, ya? Kalau kamu cermat, film ini cukup berhasil menggambarkan sulitnya
kehidupan kaum tuna rungu karena nggak bisa mendengar apa pun di sekitarnya.
Sebagai contoh, menyeberang jalan saja mereka harus jauh lebih waspada. Diskiriminasi
ternyata juga masih sering mereka dapatkan.

Makanya, jangan heran kalau film ini mendapatkan rating
7,5/10 di IMDb. Artinya, banyak kritikus ataupun penonton di film ini
menyukainya. Memang sebagus itu kok film ini.

Yang pasti, film yang sudah mulai tayang di bioskop-bioskop
Indonesia sejak 8 Januari 2025 ini ringan kok, Millens. Jadi, buat kamu
yang butuh hiburan untuk melepas penat, bakal cocok banget.

Gimana, jadi makin tertarik untuk menonton Hear Me: Our Summer?
Segera datang ke bioskop terdekat, deh! (Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Meski 80 persen dialog di film Hear
Me: Our Summer dilakukan dengan bahasa isyarat, bukan berarti film ini
bakal bikin bosan ya, Millens. Nyatanya sejak 10 menit pertama, kamu
akan dibikin penasaran dengan kelanjutan kisah cinta orang-orang tuna rungu di
film ini.

Disutradarai oleh Cho Sun-ho, Hear Me: Our Summer
adalah versi adaptasi dari film Taiwan berjudul Hear Me. Yang membintangi
film Korea ini adalah Hong Kyung, Roh Yoon-seo, dan Kim Min-ju.

Lebih dari film bertema cinta yang manis dan bisa bikin kamu senyum-senyum sendiri, 'Hear Me: Our Summer' sukses menjabarkan kesulitan sehari-hari yang dialami kaum tuna rungu.

Manisnya Cerita Cinta Kaum Tuna Rungu di 'Hear Me: Our Summer'

Yang menarik, jika di Indonesia minimarket lebih sering
digunakan sebagai tempat berbelanja atau beristirahat di tengah perjalanan, di
Korea Selatan, kamu bisa melakukan lebih banyak hal. Bahkan, minimarket
di Korea Selatan juga bisa dijadikan tujuan wisata bagi wisatawan asing yang
pengin membawa oleh-oleh jajanan atau minuman dari Korea, lo!

“Minimarket di kota besar kebanyakan buka 24 jam sehari.
Keberadaan mereka pun jadi sangat menonjol dan dibutuhkan warga Korea Selatan,”
ungkap peneliti dari Universitas Kwangwoon Seoul Chang Woo-cheol sebagaimana
dilansir dari Cnn, Jumat (26/7/2024).

Memangnya, kamu bisa ngapain aja di sana? Selain berbelanja
seperti minuman, camilan, atau kebutuhan lain, kamu bisa membayar tagihan, mengisi
dompet digital atau tiket digital transportasi umum seperti bus kota atau kereta bawah tanah, mengisi daya ponsel hingga skuter listrik, bahkan menukar mata uang asing, lo! Jauh lebih lengkap ya dari minimarket di
Indonesia?

Soal makanan yang disediakan di sana juga sangat menarik, Millens.
Selain samgakkimbap alias onigiri khas Korea, ada juga kimbap, mi instan, sup
miso instan, dan sejumlah makanan siap saji lainnya yang bisa kamu cicipi. Bukan
hal aneh juga melihat minimarket di Korea menyediakan meja dan kursi yang nyaman
untukmu makan makanan yang dipesan.

Saking besarnya pengaruh minimarket bagi kehidupan
masyarakat Korea Selatan, keberadaannya juga jadi sering dimasukkan dalam film
atau drama Korea. Makanya, jangan heran kalau banyak wisatawan sengaja mampir
ke dalam minimarket di Korea hanya untuk merasakan seperti apa sih berbelanja
di dalamnya seperti di drama-drama atau film Korea.

Pantas saja ya, Korea Selatan memang layak
digelari negara raja minimarket. Setuju? (Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Kalau bicara tentang minimarket, kita
akan berpikir jika Jepang adalah negara yang jadi raja minimarket. Maklum,
kalau kita main ke sana, rasa-rasanya minimarket atau yang lebih dikenal dengan
nama lokal konbini in seperti bisa ditemukan di mana-mana. Tapi, ternyata, gelar
negara raja minimarket juga bisa disematkan ke Korea Selatan. Kok, bisa?

Kita bandingkan dulu yuk jumlah minimarket. Di Indonesia, per
2023 lalu ada 46.118 gerai minimarket dengan luas wilayah yang sangat besar dan
jumlah penduduk mencapai 270-an juta. Pada periode waktu yang sama, ada 56.000
konbini di Jepang di wilayah dengan jumlah populasi 125 jutaan. Sementara itu,
di Korea Selatan yang berpenduduk 52 juta, per akhir 2023, jumlah minimarket
menurut Korea Convenience Store Industry Associaton mencapai 55.200!

Dengan luas wilayah yang lebih kecil, jumlah penduduk yang
lebih sedikit, dan jumlah minimarket yang nggak jauh beda dengan Jepang, wajar
kalau kamu juga bakal merasa minimarket sangat mudah ditemukan di Korea Selatan,
khususnya di kota-kota besar. 

Saking banyaknya hal yang bisa kamu lakukan di minimarket di Korea Selatan, wisatawan asing bahkan sampai pengin merasakan sendiri pengalaman berbelanja di sana layaknya warga lokal!

Minimarket di Korea Selatan, Lebih dari Tempat Belanja, Kini Jadi Tujuan Wisata

Nah, kehidupannya yang terlihat santai-santai saja berubah
total tatkala melihat seorang petugas diserang mantan tahanan yang sedang
dibebaskan dalam masa percobaan. Dengan keahlian bela dirinya, dia mengamankan
mantan tahanan tersebut dan akhirnya diminta kepolisian untuk menggantikan
posisi petugas tersebut selama lima pekan sampai sang petugas sembuh dari
cederanya.

Saat itulah, dia bertemu dengan Kim Sunmin yang diperankan
Kim Sungkyun, seorang petugas yang mengawasi orang-orang lain dalam masa
percobaan selama 24 jam. O ya, mereka yang sedang dalam masa percobaan ini
memakai gelang kaki elektronik khusus&nbsp;agar bisa dideteksi aksi atau pergerakannya.

Dari yang awalnya hidup santai, Jungdo tiba-tiba harus
menjadi petugas yang kerap bersinggungan dengan pelaku kriminal. Apalagi, isu
kriminalitas yang dibahas di sini juga cukup menegangkan karena terkait dengan
kekerasan seksual, hingga pedofilia atau pornografi anak. Jadi, selain banyak
adegan pertarungan seru, kamu bakal disuguhi dengan cerita yang cukup kompleks,
Millens.

”Filmnya luar biasa.
Awalnya aku nggak berharap apa-apa tapi ternyata kisahnya bisa sedalam ini.
Adegan-adegan pertarungannya keren, temanya wow. Aku berharap bakal ada
sekuelnya,” tulis salah seorang pengulas di Asianwiki Miguel Soares pada
Sabtu, (14/9/2024).

Komentar serupa juga diungkap akun @TarizSolis yang dikenal
sebagai pengulas film, drama, dan acara hiburan lainnya di media sosial X.

“Jangan terkecoh
dengan tampilan luarnya yang sepintas receh. Adegan actionnya seru dan
melimpah, banyak humor lucunya. Selain itu, Officer Black Belt ngasih awareness
ke isu pelik dan perlu diketahui orang tua masa kini,” tulisnya pada hari
ini, Selasa (17/9).

Yap, sudah banyak ulasan positif dari film Korea yang satu
ini. Jadi, bisa dikatakan film dengan durasi 1 jam 48 menit ini bakal mengalir
dengan cepat dan nggak bakal bikin kamu bosan. Cocok banget ya buat yang pengin
tontonan yang menghibur?&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Film-film
Korea nggak selalu bertema drama romantis. Ada banyak film Korea dengan tema
aksi yang seru. Nah, yang belakangan dirilis di Netflix sejak 13 September 2024
adalah film Officer Black Belt yang
dibintang Kim Woobin dan Kim Sungkyun.

Woobin memerankan Lee Jungdo, laki-laki yang hidupnya
terlihat biasa-biasa saja dan bekerja sebagai pengantar makanan untuk restoran
yang dikelola ayahnya. Selain itu, di waktu senggang, dia juga hanya nongkrong
dengan teman-temannya. Padahal, dia sebenarnya adalah ahli bela diri taekwondo,
judo, dan kendo.

Pengin tontonan yang sangat menghibur? Nonton saja 'Officer Black Belt' di Netflix yang penuh aksi dan tema cerita yang mantap.

Film Korea Seru 'Officer Black Belt' Hadir di Netflix

Banyak yang memuji penggunaan lagu ini karena sangat pas untuk
menutup kisah cinta pasangan Misoo dan Hyunwoo dalam film tersebut yang penuh
dengan rintangan. Bisa dikatakan, keduanya saling ‘mengobati’ satu sama lain
dari berbagai masa lalu dan masalah yang dialami di dunia.

Tapi, kamu tahu nggak, kalau sebenarnya Coldplay bukanlah
band yang mudah ‘melepas’ lagunya untuk dipakai pihak lain? Apalagi, ‘Fix You’
yang dirilis pada 2005 lewat album X
&amp; Y termasuk dalam salah satu lagu terbaik dari band tersebut. Bisa
dikatakan, kemunculan lagu ini di film Korea, bukannya film Hollywood, tentu
cukup mengejutkan, bukan?

Usut punya usut, kehadiran lagu ini di Tune in For Love ini ternyata berkat andil Kim Go-eun.&nbsp;Lo, memangnya dia kenal akrab
dengan anggota Coldplay? Simak ceritanya yuk!

Dilansir dari Daum,
(2/9/2019), Kim Go-eun sebenarnya sudah tahu kalau Coldplay nggak akan melepas
lagunya untuk film komersial. Tapi, ada kemungkinan Coldplay mau memberikan
izin jika yang mau memakai adalah film independen.

Nah, setelah produksi film memasuki tahap akhir, Kim Go-eun
yang kebetulan sedang berada di Amerika Serikat mengunjungi sebuah festival
musik rock di mana Coldplay tampil. Di sana, dia bertemu dengan orang yang
akrab dengan anggota Coldplay dan meminta bantuan. Dari situlah, sang aktris
memberikan penjelasan tentang bakal berartinya jika ‘Fix You' bisa sampai hadir
di film 'Tune in for Love'.

Nggak disangka, penjelasan Go-eun dimengerti anggota
Coldplay. Meski pada akhirnya pihak produsen film harus mengeluarkan uang
sampai sekitar 600 juta Won untuk membayar copyright
lagu tersebut, semua terbayar lunas dengan kesuksesan filmnya, dan tentu saja,
ending film yang sangat cantik dan dikenang banyak penggemar film Korea
sepanjang masa.

“Musik memang berperan besar dalam film ini. Meski awalnya
kami ingin produksinya low budget,
tapi pada akhirnya kami menyadari perlu untuk mengeluarkan biaya copyright yang cukup mahal agar filmnya
maksimal,” ucap pimpinan tim produksi film Kim Jae-joong.

Ending film Tune in
For Love dengan lagu ‘Fix You’ memang memorable
banget ya, Millens. Setuju? (Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Sebelum
populer berkat film Exhuma (2024),
dan sejumlah drama Korea (drakor) seperti Yumi’s
Cells (2021) dan Little Women (2022), aktris Kim Go-eun
populer di film A Muse (2012) dan Tune in for Love (2019). Nah, film yang
disebut terakhir ini ternyata punya kisah tersendiri buat aktris yang tahun ini
berusia 33 tahun.

Di film dengan genre drama romantis ini, Kim Go-eun beradu
akting dengan Jung Hae-in. Keduanya memerankan sepasang kekasih yang melalui berbagai
naik turunnya kehidupan dari 1994 sampai 2005. Nah, ending dari film ini cukup menarik,&nbsp;karena bukannya memakai lagu-lagu K-pop atau lagu asli
Korea dari genre lainnya, yang dipakai untuk menutup film tersebut justru lagu ‘Fix
You’ milik Coldplay!

Coldplay dikenal nggak mau melepas lagu-lagunya untuk hadir di film komersial. Tapi, lagu 'Fix You' milik mereka justru jadi penutup film Korea 'Tune in for Love'. Kok bisa, ya?