Inibaru.id - Selain profesi tukar uang baru, ada satu profesi dadakan lagi yang munculnya hanya pada menjelang Lebaran. Merekalah para pedagang selongsong ketupat. Kalau kamu cermat memerhatikan, biasanya mereka muncul H-2 lebaran.
Para pedagang selongsong ketupat ini juga nggak memiliki lapak-lapak tetap. Tempat mereka berjualan biasanya berada di depan atau di pinggiran pasar yang sekiranya terdapat lahan untuk menggelar lapak.
Mereka tumpah ruah di mana-mana, termasuk di berbagai pasar tradisional di Kota Semarang. Pasar Peterongan, yang memang dikenal masyarakat sebagai tempat mencari kebutuhan lebaran, menjadi salah satu tempat paling ramai.
Masrokan, salah seorang pedagang selongsong ketupat dadakan, berkisah, "profesi dadakan ini telah dilakoninya selama sedekade terakhir. Berjualan selongsong ketupat bukanlah pekerjaan utamanya. Ini dilakukan semata untuk sambilan, semacam tambahan penghasilan menelang lebaran.
“Hasilnya lumayan, bisa untuk lebaran,” tutur lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai pekerja proyek ini, Jumat (20/5/2020).
Hal serupa juga diungkapkan Labu. Lelaki yang semula berprofesi sebagai petani itu sengaja menekuni usaha selongsong ketupat lantaran keuntungan yang menggiurkan. Dalam dua hari, mulai H-2 lebaran, rata-rata dia bisa beromzet hingga Rp 1 juta.
“Meski hasil itu nggak selalu tetap, tapi, ya, daripada di rumah,” terangnya, agak kurang jelas terdengar di telinga lantaran mengenakan masker.
Bermodal Sebilah Pisau
Para pedagang selongsong ketupat dadakan rata-rata datang ke pasar hanya membawa peralatan pribadi seperti sebilah pisau yang dipakai untuk membelah janur. Begitulah Laila bercerita.
Pedagang yang baru kali pertama berjualan selongsong ketupat karena diajak suami itu mengatakan, dirinya hanya bermodal sebilah pisau, sedangkan untuk janur yang merupakan bahan baku pembuatan selongsong, dipasok pedagang lain.
“Nah, saat datang baru kami saling membeli,” ujar Laila, yang juga menerangkan, setiap pedagang bisa mendapatkan satu tangkai yang berisi banyak janur dengan ongkos Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu. Harga itu, lanjurnya, bisa berubah tergantung kondisi janur dan tawar-menawar.
Selain dari janur atau daun kelapa yang masih muda, selongsong ketupat juga kadang memakai daun siwalan. Perbedaan kedua daun itu terletak pada warnanya setelah direbus. Janur akan berubah jadi cokelat, sedangkan daun siwalan, yang dinilai berkualitas lebih baik, menjadi putih setelah direbus.
Sempat Berjualan di Rumah
Pandemi corona sempat membuat pedagang selongsong ketupat waswas, bisakah mereka berjualan seperti tahun-tahun sebelumnya. Beberapa pedagang bahkan sudah memutuskan menggelar lapaknya di rumah.
Salah seorang di antara penjual yang sudah mulai berjualan di rumah adalah Siti Halimah. Lebih modern, dia juga mengaku sempat memasarkannya via media sosial.
Ditemui di Pasar Peterongan, Siti Halimah tampak tengah asyik menjalin dua lembar janur untuk dijadikan ketupat. Semula, lantaran takut dilarang petugas kalau berjualan di pasar, memutuskan berjualan di rumah.
“Tapi, ternyata kok boleh. Ya, sudah, saya jualan di sini,” akunya. Ada binar di mata perempuan tersebut.
Hm, sehat-sehat ya, Mbak! Dan, kepada seluruh pedagang selongsong ketupat dadakan di Semarang, . (Audrian F/E03)