Inibaru.id – Sebelum dinamai pempek, penganan yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang itu bernama Kelesan. Pada 1916, warga keturunan Tionghoa yang terkenal ahli berdagang mulai menjual kelesan buatan penduduk lokal.
Dikutip dari Kompas.com (4/4/2017), nama “pempek” sebetulnya berasal dari sebutan pembeli kepada penjual kelesan. Di Palembang, penjual kelesan yang merupakan keturunan Tionghoa biasa dipanggil Empek. Pembeli memanggilnya, “Pek, Empek, sini!”, hingga jadilah nama Pempek.
Saat ini pempek tak hanya dijual warga keturunan Tionghoa. Masyarakat setempat pun menjualnya. Bahkan, penganan yang biasanya dibuat dari ikan gabus itu bisa dengan mudah kita temui di seluruh Indonesia. Jenis pempeknya pun kian beraneka ragam.
Di antara beragam jenis pempek yang ada di pasaran, pempek krispi merupakan varian paling hit saat ini. Salah seorang penjualnya adalah Neny Sugianto, yang telah menyediakan varian tersebut sejak 16 Oktober 2016.
Dilansir dari JPNN.com, Sabtu (25/11), menjadi pengusaha kuliner pempek sebetulnya tak pernah ada dalam rencana hidup perempuan berhijab ini. Semula, Neny hanya membuat pempek krispi untuk keluarga dan kerabatnya saja.
Baca juga:
Dari Gulma Dia Memulai Usaha
Mama Papua pun Minta Jualan Online
Namun, lantaran kerap membuat pempek krispi dan rasanya enak, kerabatnya menganjurkan perempuan yang tinggal di Jalan Srijaya Negara, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat, Palembang itu untuk mengomersialkan buatannya.
“Sering didesak teman yang ingin sekali pempek krispi buatan saya, terutama pas Lebaran (Idul Fitri). Saya pun iseng, memberanikan diri untuk menjual,” ungkapnya.
Neny mengaku, saat mengawali usaha, dia hanya menjual pempek krispi. Alasan utamanya adalah karena belum banyak yang menjual varian ini. Namun, Neny kemudian juga menyediakan pempek jenis lenjer, pempek telur, kapal selam, kulit, bahkan tekwan frozen.
Bisnisnya berkembang lumayan pesat. Neny yang semula membuat adonan hingga finishing sendiri mulai kewalahan. Untuk memenuhi seluruh pesanan yang semakin banyak, dia pun merekrut karyawan. Tiga orang karyawan dipekerjakannya.
“Pengolahan sekarang dibantu karyawan, tapi untuk kualitas dan resep adonan tetap saya yang pantau,” terang ibu tiga anak yang setiap hari menghabiskan 15-30 kilogram ikan untuk bahan pempek tersebut.
Satu buah pempek dia hargai Rp2.500. Sementara, untuk lenjer besar pempek (pempek lenjer) dibanderol Rp 25 ribu, sedangkan untuk pempek kapal selam Rp 12.500. Dalam sebulan, setidaknya 1-3 ribu buah pempek aneka jenis berhasil dia jual. Omzetnya bisa mencapai sekitar Rp 35-50 juta.
Selain menjual sendiri, Neny juga bekerja sama dengan jasa pengiriman ojek daring. Namun, ada selisih harga untuk penjualan tersebut.
Baca juga:
Sejahterakan Masyarakat Setempat dengan Bisnis Camilan
Hoki Rosie pada Tahu Jeletot
“Kalau melalui Go-Jek atau Go-Send, pempek kecil dihargai Rp 3 ribu karena sudah kerjasama,” kata dia.
Selain itu, Neny juga memanfaatkan Facebook dan Instagram untuk memasarkan produk-produknya. Dengan media sosial, penjualannya bahkan bisa menjangkau seluruh Indonesia. Kemudian, dia juga memiliki reseller yang berasal dari luar Palembang.
Untuk menjaga kualitas, Neny mengaku menggunakan bahan-bahan berkualitas premium. Dia juga menawarkan cuko, sambal cocol khusus untuk pempek, dengan tingkat kepedasan berjenjang, yakni nyubit, nabok, dan nonjok. Nama terakhir adalah yang paling pedas. (OS/SA)