Inibaru.id - Sebuah penelitian mengatakan, 86 persen orang bersedia membayar lebih untuk mendapatkan pengalaman pelanggan yang terbaik. Artinya, ini menjadi faktor penting untuk memulai bisnis, khususnya bagi para pelaku usaha rintisan atau UMKM.
Hal itu pun telah dirasakan Heri Purwanto, pengusaha suvenir berbahan dasar kayu asal Kabupaten Batang. Menurutnya, menemani pembeli sebaik mungkin hingga mendapatkan apa yang mereka inginkan menjadi modal penting untuk membuat mereka membeli ulang.
"Kalau pembeli dari luar kota, pastikan pengiriman secepat mungkin dan respons obrolan di medsos, WA, atau e-commerce sedetail mungkin demi kepuasan mereka biar repeat order," tuturnya via pesan singkat, Jumat (15/8/2025).
Namun, yang namanya bisnis, kendati sudah berkomitmen untuk memberi servis terbaik, selalu saja ada hal-hal yang ada di luar kendali, yang gagal memenuhi ekspektasi pelanggan, misalnya karena masa-masa yang sulit.
"Untuk bisnis rintisan dengan modal pas-pasan, menurut saya mengelola ekspektasi pelanggan inilah yang paling susah," kata lelaki 31 tahun ini. "Kuncinya ada pada mengenali pembeli, apa yang mereka inginkan, dan jujur dengan situasi yang tengah kita hadapi!"
Mengenal Ekspektasi Pelanggan
Agar bisa mengelola ekspektasi pelanggan, penting untuk kita mengetahui terlebih dahulu definisinya. Dikutip dari Devrev, ekspektasi atau harapan pelanggan adalah standar, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki pelanggan tentang suatu produk, layanan, atau merek.
Ekspektasi ini memengaruhi kepuasan dan loyalitas, serta membentuk persepsi terhadap interaksi dengan suatu usaha. Ekspektasi ini bisa bersifat eksplisit (diartikulasikan dengan jelas) atau implisit (nggak terucapkan tetapi dipahami) dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Baca Juga:
Dark AI jadi Senjata Baru Penjahat SiberHarapan pelanggan sekurangnya dipengaruhi oleh tiga aspek utama, yakni:
1. Pengalaman masa lalu
Interaksi sebelumnya dengan toko yang sama atau produk serupa akan secara signifikan membentuk ekspektasi pelanggan.
2. Pemasaran dan iklan
Klaim yang dibuat dalam materi pemasaran dan iklan, baik secara offline maupun online, nggak terkecuali testimoni dan endorse, akan memengaruhi apa yang diyakini pelanggan.
3. Preferensi pribadi
Kebutuhan, preferensi, dan nilai individu juga berperan dalam membentuk harapan pelanggan.
Yang perlu kamu tahu, pelanggan akan selalu waspada dan berusaha mengantisipasi tingkat kualitas, kinerja, dan fitur tertentu dalam suatu produk atau layanan. Mereka mengharapkan interaksi yang lancar, efisien, dan positif dalam segala hal.
Harapan ini akan terus berubah. Apabila terus menemui ekspektasi bahkan melampauinya, pelanggan akan cenderung merasa puas, setia, dan mendukung produk kita. Namun, pada masa-masa sulit, situasi ini nggak selalu bisa kita lakukan. Lantas, bagaimana kita mengelola ekspektasi itu?
Mengelola Ekspektasi Pelanggan
Memberikan yang terbaik bukan berarti yang termahal atau termewah. Maka, memberikan pengalaman pelanggan terbaik juga nggak melulu dengan cara itu. Menciptakan momen yang berarti, sekecil apa pun, justru acap menjadi kunci bagi usaha kecilmu.
Di tengah gejolak ekonomi, krisis rantai pasokan, atau periode ketidakpastian global, pelanggan menjadi semakin waspada. Layaknya pelanggan finansial yang gelisah menghadapi volatilitas pasar, semua pelanggan perlu dipandu dengan keterbukaan dan empati, bukan janji kosong atau informasi teknis berlebihan.
Berikut adalah beberapa hal yang kamu lakukan dalam upaya mecapai keberhasilan untuk mengelola ekspektasi pelanggan pada masa-masa sulit seperti sekarang ini, dirangkum dari berbagai sumber.
1. Komunikasi proaktif dan transparan
Langkah pertama adalah menyampaikan apa yang bisa dan nggak mampu dijanjikan dengan jujur. Gunakan bahasa sederhana, hindari jargon, dan selalu beri tahu pelanggan jika terjadi keterlambatan atau perubahan, misalnya mengenai keterlambatan pengiriman produk.
Selain itu, pendekatan proaktif seperti memberi tahu pelanggan sebelum mereka bertanya juga penting untuk membangun rasa aman dan mengurangi tekanan.
2. Tetapkan ekspektasi yang masuk akal dan realistis
Hindari janji muluk, terutama saat sumber daya terbatas. Lebih baik mengatakan hal realistis seperti, “Estimasi pengiriman 5–7 hari, dan jika ada di luar itu, kamu akan langsung kami kabari,” daripada memberikan kepastian yang ternyata semu belaka.
Cara Ini akan menjaga kepercayaan karena pelanggan memahami batasan yang dihadapi bisnis.
3. Mendengarkan dan memberikan solusi alternatif
Dengarkan keluhan atau rencana pelanggan terlebih dulu. Saat ada masalah dalam pengiriman atau pemesanan barang misalnya, katakan bahwa situasinya tengah sulit dan pengiriman bisa jadi akan sedikit tertunda.
Namun begitu, jangan pasrah pada keterlambatan dengan memberikan solusi alternatif seperti menawarkan diskon pengiriman untuk order berikutnya atau preferensi lain. Dengan begitu, kita tetap menyampaikan situasi, pelanggan merasa didengar, dan solusi yang ditawarkan juga terdengar personal.
4. Pembaruan rutin dan umpan balik konsisten
Berikan update berkala, baik lewat email, chat, atau media sosial. Tanyakan apakah pelanggan membutuhkan bantuan? Untuk membuka komunikasi, kamu juga bisa bertanya tentang gimana pelayanan kita sejauh ini? Feedback pelanggan bukan hanya menunjukkan kepedulian, tapi juga masukan untuk memperbaiki layanan.
5. Fokus pada pelayanan
Tim yang tangguh adalah ujung tombak dalam menjaga ekspektasi pelanggan. Saat krisis sekalipun, pelayanan harus tetap konsisten, dengan memanfaatkan data untuk solusi personal. Fokuslah pada pelayanan dan pengalaman personal konsumen untuk menumbuhkan empati.
6. Bangun loyalitas lewat prinsip 'Service Recovery Paradox'
Paradox ini menyatakan bahwa jika pelanggan mengalami masalah, lalu diperbaiki secara cepat dan empatik, mereka justru bisa lebih loyal daripada sebelumnya. Kuncinya: gunakan kegagalan sebagai momentum untuk menunjukkan kualitas layanan terbaik.
Masa sulit adalah ujian kualitas hubungan dengan pelanggan. Dengan komunikasi yang jujur, mendengarkan, dan menjadikan tim sebagai kekuatan pelayanan, usahamu nggak hanya akan melewati masa sulit, tapi juga menumbuhkan loyalitas sebenarnya.
Ingat, ketika ekspektasi dikelola dengan hati yang bersumber pada data dan fakta, menghargai pelanggan dengan sebaik-baiknya pada masa-masa sulit justru akan membuat ekspektasi mereka terkelola dengan baik, meski yang mereka dapatkan sebetulnya bukanlah yang terbaik. (Siti Khatijah/E10)
