Inibaru.id - Aku masih terjebak di belantara kaset pita berdebu sembari tersenyum simpul menimang-nimang kaset Kampanye Partai Golkar 1987 saat seorang lelaki berceletuk di samping telingaku: “Emang masih laku kaset-kaset kayak gini? Zaman Youtube begini, siapa yang mau beli?"
Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Lelaki itu tampaknya salah seorang pembeli nasi Padang yang sedang menunggu uang kembalian. Dia berdiri nggak jauh dari posisiku, menenteng beberapa plastik kresek berisikan nasi bungkus yang lumayan banyak.
Ehm, kalau kamu bertanya kenapa toko kaset kok jualan nasi padang, itu pula yang ku pikirkan begitu menemukan toko di belakang Rumah Makan Padang Jaya tersebut. Konsep toko kaset pita bekas ini memang agak unik karena menyatu dengan kedai nasi di depannya.
Pembeli nasi padang itu hanya sebentar di tempat tersebut, karena nggak lama kemudian Deni, pemilik toko, mengangsurkan kembalian. “Sukses selalu ya!” ujar Deni pada lelaki itu, setelah mengatakan terima kasih. Belakangan, aku tahu dia selalu mendoakan kesuksesan pada semua pengunjung.
Waktu kedatanganku untuk bertemu Deni pada Rabu (12/11/2020) itu agaknya kurang pas. Dia tengah sibuk meladeni para pembeli. Namun, ini menjadi kesempatanku untuk mengeksplorasi koleksi kaset pitanya. Dia juga cukup peka (dan baik hati) dengan menyuguhiku sebotol teh dingin.
Obrolan dengan seorang temanlah yang membawaku ke tempat ini. Semula, aku berpikir tempatnya bakal seperti toko penuh poster dengan rak berderet dipenuhi kaset-kaset yang tertata rapi. Namun, rupanya meleset. Kaset-kaset itu memang tertata rapi, tapi berlapis debu tanda kurang perhatian.
Semuanya Dijual
Nggak hanya kaset pita, pelbagai barang kuno bisa kamu temukan di RM Padang Jaya ini. Berlokasi di Ruko Bubakan Baru A16, Jalan Agus Salim Semarang, kamu bisa menemukan buku bekas, laser disc, kaset VCD, hingga parfum. Barang terakhir ku pikir hanya pajangan, ternyata dijual juga. Ha-ha.
“Semua ini dijual!" terang Deni sesaat setelah dia punya waktu cukup luang untuk diajak mengobrol. "Nggak ada yang pajangan. Jadi, kalau mikir ini pajangan, jelas salah!"
Deni mengungkapkan, seluruh koleksi kaset pita miliknya tersebut merupakan warisan dari ayahnya, Amir (75). Sang ayah dulu menjual kaset-kaset tersebut dengan dijajakan berkeliling. Kini, Deni sengaja men-display kaset-kaset tersebut di kedai yang mulai beroperasi pada 1990-an itu agar terjual.
Apakah laku? Dengan tegas Deni menganggukkan kepala. Menurutnya, sampai sekarang masih ada saja yang membelinya. "Malah, kebanyakan yang beli anak-anak muda," kata dia.
Selain anak muda, pembeli kaset pita di tempat tersebut juga berasal dari luar kota, bahkan turis yang kebetulan melancong ke Semarang. Banyak kisah unik yang dialami oleh Deni. Salah satu yang dia ingat adalah seorang pembeli yang datang mengendarai mobil Mercy.
“Saya diajak masuk mobilnya, saya kira dia mau bercanda, ternyata musik playernya diganti jadi pemutar kaset pita,” ujar Deni. Hm, pengalaman menarik!
Obrolan kami kemudian terjeda sekitar beberapa saat lantaran Deni harus kembali melayani pembeli. Mataku pun tertuju pada seekor kucing yang menggesekkan tubuhnya di kakiku, lalu berjalan menjauh, kemudian tertidur nggak jauh dari kaset-kaset yang dipajang sampai menyentuh lantai.
Mataku tertuju pada si kucing sebelum menyadari, deretan kaset yang ada di belakang kucing hitam-putih itu ternyata nggak hanya album lagu-lagu, tapi juga musik instrumental, rekaman ceramah, ketoprak, drama radio, suara burung, hingga kampanye.
Untuk album lagu, selain dari penyanyi dalam negeri, ada juga kaset berbahasa Mandarin, Inggris, Spanyol, Filipina, dan India. Koleksinya lumayan banyak.
Kamu yang sedang mencari kaset pita, silakan datang ke sini. Namun, kamu harus teliti mengecek kaset-kaset yang mau kamu beli karena di situ nggak ada tape playernya. Dulu, Deni punya, tapi sudah rusak dan sekarang dijadikan pajangan di etalase barang-barang klasik, yang sudah pasti dijual juga.
Hanya Menghabiskan Stok
Selesai melayani pembeli, Deni langsung mempromosikan kaset-kasetnya itu. Dia menuturkan, satu kaset pita dibanderol antara Rp 18 ribu sampai Rp 20 ribu. Namun, bisa lebih mahal kalau kasetnya masih tampak baru.
"Kalau kaset rusak, ada jaminan garansi dua hari," terang Deni.
Saat ini dia mengaku sudah nggak membeli kaset lagi, hanya menghabiskan stok. Deni menyadari, penjualan kaset pita di era Youtube memang nggak bakal pesat. Kaset pita terakhir yang jadi koleksinya berangka tahun 2012.
“Koleksi saya dari tahun 70-an. Tapi kalau nanya ada kaset apa saja di sini, jelas saya nggak tahu,” kata lelaki yang menyusun koleksi kasetnya berdasarkan kategori agar nggak membingungkan calon pembeli yang datang.
Deni mengungkapkan, yang paling banyak diburu pembeli adalah koleksi kaset pita sekitar pertengahan 1980-an, di antaranya album Iwan Fals dan Nike Ardila. Ini tentu saja masuk akal karena kedua penyanyi itu memang masih didengarkan masyarakat kiwari.
Satu setengah jam ngobrol dengan Deni, aku akhirnya membawa pulang satu oleh-oleh dari tempat tersebut. Bukan kaset yang ku beli (karena aku nggak mau sok klasik), tapi salah satu buku terkenal, yakni serial horor Goosebumps.
Pada rak yang berisi buku-buku lawas, Deni punya empat seri buku karya RL Stine tersebut, tapi waktu ku tawar keempatnya seharga satu buku, dia nggak melepaskannya. Ya sudah, mungkin kapan-kapan, kalau beruntung, aku bakal kembali lagi untuk menebus sisanya.
Setelah saling bertukar nomor telepon, aku pamit. Dan, seperti kepada para pembeli lain, Deni juga mengeluarkan kata pemungkasnya: Sukses selalu, ya! Ha-ha.
Kamu yang tertarik membeli kaset pita untuk bernostalgia, silakan datang ke RM Padang Jaya ya, Millens! Kalau pun nggak ada koleksi yang menarik hatimu, setidaknya ada nasi padang yang bakal mengenyangkan perutmu! (Audrian F/E03)